Infalibilitas dan Ineransi Alkitab
Sadarkah kita bahwa kita hidup di dalam zaman yang menghadapi tantangan dari berbagai doktrin atau pengajaran yang salah? Tentu itu bukanlah hal yang baru, karena dari sejarah gereja kita juga dapat melihat bagaimana doktrin yang benar sangat penting untuk ditegakkan dan diteruskan ke generasi-generasi berikutnya. Secara khusus mengenai doktrin Alkitab, begitu banyak pandangan dan pengajaran yang salah yang di dalam kesalahannya dapat membuat kehidupan Kristen menjadi terombang-ambing dan tidak sehat.
Pengwahyuan Firman Tuhan, otoritas Alkitab, kanonisasi, infalibilitas (infallibility) dan ineransi (inerrancy) Alkitab merupakan pokok-pokok dari doktrin Alkitab yang sangat penting untuk kita mengerti. Selain itu hal-hal yang berkaitan dengan naskah asli dan terjemahan Alkitab juga menjadi hal yang esensial bagi kehidupan kekristenan kita. Artikel ini lebih berfokus pada doktrin infalibilitas dan ineransi Alkitab.
Suatu kenyataan yang menyedihkan adalah ketika mendengar ada orang-orang yang menyelidiki Alkitab bukan untuk semakin tunduk pada otoritasnya, melainkan berusaha untuk mendaftarkan semua kesalahan dan pertentangan yang menurut pendapat mereka terdapat di dalam Alkitab.
Pandangan ortodoks yang percaya Alkitab adalah Firman Allah yang merupakan kebenaran yang absolut dan obyektif, mendapat tantangan baik dari pandangan liberal/ neo-liberal dan pandangan neo-ortodoks.
Pandangan liberal menyatakan bahwa ada bagian-bagian dari Alkitab yang merupakan Firman Allah, tetapi bagian-bagian lainnya hanyalah perkataan manusia. Mereka bahkan percaya bahwa mereka dapat menentukan bagi mereka sendiri bagian mana yang benar dan yang salah.
Pandangan neo-ortodoks atau disebut juga barthianism percaya bahwa seluruh bagian Alkitab merupakan perkataan manusia yang mungkin salah, tetapi ketika seseorang membaca Alkitab, Tuhan dengan cara-Nya memakai setiap perkataan itu sehingga melalui kata-kata tersebut, sang pembaca menerima di dalam akal pikirannya perkataan Tuhan Allah yang benar. Berdasarkan konsep yang demikian maka bagi mereka ada bagian tertentu dari Akitab yang bagi satu orang merupakan Firman Tuhan sedangkan bagi orang lain bagian tersebut bukan Firman Tuhan.
Pandangan ortodoks secara tegas menyatakan bahwa keseluruhan Alkitab (setiap kata dari Akitab) adalah Firman Allah yang menyatakan kebenaran dari Tuhan. Tidak ada bagian dari Alkitab yang tidak diinspirasikan Allah. Alkitab adalah Firman Allah.
Infalibilitas dan ineransi Alkitab
Ada beberapa istilah penting dalam doktrin Alkirab. Dua di antaranya adalah istilah infalibilitas dan ineransi.
Yang dimaksud dengan infallible adalah bahwa Alkitab memiliki otoritas yang absolut dan tidak bercacat, tidak akan gagal dalam setiap penghakiman dan pernyataannya, dan setiap pengajarannya tidak dapat digugat bersalah, tidak menyesatkan dan tidak dapat dikontradiksikan serta disangkal kebenarannya.
Kata inerrant berasal dari kata kerja dasar bahasa Latin errare yang mengimplikasikan sesuatu yang menjauhi kebenaran, sehingga kata inerrant menyatakan kualitas yang bebas dari kesalahan (exempted from error/error-free).
Jadi doktrin ineransi Alkitab berarti Alkitab adalah firman yang diwahyukan oleh Allah sendiri dan diilhamkan Roh Kudus kepada para penulisnya sehingga naskah aslinya memiliki kualitas yang bebas dari kesalahan, bukan hanya dalam hal yang berkaitan dengan moral dan kerohanian tetapi juga termasuk hal yang berkaitan dengan sejarah, geografi, dan ilmu pengetahuan.
ICBI (The International Council on Biblical Inerrancy) adalah suatu organisasi yang didirikan di California pada tahun 1977. Organisasi ini memiliki tujuan untuk menjelaskan dan memberikan aplikasi dari doktrin ineransi Alkitab. Organisasi ini menyadari betapa pentingnya pengertian doktrin ineransi yang benar dan tepat di dalam menerapkan doktrin otoritas Alkitab. Ketika gereja diombang-ambingkan dengan konsep yang tidak benar mengenai ineransi Alkitab, itu akan menimbulkan ketidaksehatan jemaat Tuhan dalam menerapkan otoritas Alkitab. Jemaat akan sulit untuk tunduk pada otoritas Alkitab kalau percaya akan pandangan yang menyatakan bahwa ada bagian dari Alkitab yang mengandung kesalahan.
Pada bulan Oktober 1978, ICBI mengadakan sebuah pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari dua ratus pemimpin gereja dan dengan tegas menyatakan bahwa otoritas Alkitab merupakan hal yang menjadi kunci bagi gereja di segala zaman. Otoritas Alkitab berdasar pada keberadaannya yang merupakan Firman Allah yang tertulis, dan karena Allah yang berfirman adalah benar, maka firman-Nya adalah kebenaran dan tidak ada kesalahan. Alkitab inerrant secara keseluruhan, tidak hanya pada bagian-bagian tertentu saja, melainkan menyeluruh secara totalitas. Pertemuan tersebut menghasilkan pernyataan yang dikenal dengan nama The Chicago Statement on Biblical Inerrancy.
Dalam bagian A Short Statement dari The Chicago Statement on Biblical Inerrancy dinyatakan:
Being wholly and verbally God-given, Scripture is without error of fault in all its teaching, no less in what it states about God’s acts in creation, about the events of world history, and about its own literary origins under God, that in its witness to God’s saving grace in individual lives.
Selain dengan tegas memaparkan pernyataan-pernyataan mengenai doktrin ineransi Alkitab, dokumentasi tersebut juga dilengkapi dengan 19 artikel tentang pandangan mereka baik berupa persetujuan (affirmation) maupun penolakan (denial) dari konsep doktrin Alkitab secara khusus mengenai ineransi Alkitab.
Inspirasi, naskah asli, dan terjemahan.
Beberapa pokok penting di dalam mengerti doktrin Alkitab yang benar adalah sebagai berikut:
Pertama, kita percaya bahwa Allah adalah benar (Roma 3:4).
Kedua, kita percaya bahwa Firman Allah adalah kebenaran (Yohanes 17:17). Allah kita adalah Allah yang benar, maka firman-Nya adalah kebenaran. Tidak mungkin Allah yang benar memberikan firman yang tidak benar. Oleh karena itu dengan pengertian akan hal ini kita akan menolak setiap pandangan bahwa firman Allah bisa bersalah dan atau mengandung kesalahan.
Ketiga, kita percaya bahwa firman Allah dituliskan oleh para penulis Alkitab yang diilhamkan oleh Allah sendiri (II Timotius 3:16). Alkitab dihembuskan/dinafaskan oleh Allah. Roh Kudus memimpin dan memampukan para penulis Alkitab untuk mencatat wahyu khusus Allah dengan suatu cara yang dapat dipercaya secara mutlak. Setiap penulis Alkitab dipimpin oleh Roh Kudus sendiri, sehingga tulisan-tulisan mereka adalah wahyu Allah sendiri yang tanpa kesalahan. (II Petrus 1:20,21). Jadi Allah adalah benar, dan Ia memberikan firman-Nya yang adalalah kebenaran, dan Roh Kudus memakai para penulis Alkitab untuk menuliskan firman-Nya dengan tanpa kesalahan. Karena Alkitab itu dihembuskan/dinafaskan oleh Allah sendiri dan dituliskan oleh para penulis mula-mula yang dipimpin oleh Roh Kudus, maka kita percaya bahwa naskah-naskah asli (autographa) dari Alkitab tidak mungkin salah. Alkitab itu infallible dan inerrant. Lalu bagaimana dengan naskah-naskah salinan dan terjemahan? Apakah prinsip inspirasi/ilham juga berlaku? Untuk hal ini mari kita lihat pokok keempat.
Keempat, kita percaya bahwa Allah menjamin bahwa tidak ada bagian dari firman-Nya yang akan berubah dan tidak ada penghilangan atau penambahan bahkan sekecil apapun. Kita percaya akan providensia Allah dalam memelihara firman-Nya. Firman Allah tidak mungkin berubah dan Allah sendiri yang akan memelihara (preserve) firman-Nya (Matius 5:18, Yohanes 10:35). Tuhan Allah yang telah mengwahyukan firman-Nya, yang telah mengilhamkan para penulis Alkitab mula-mula, adalah Allah yang juga akan memelihara firman-Nya sehingga generasi ke generasi tetap dapat membaca firman-Nya yang tidak mungkin bersalah. Jadi walaupun hanya naskah-naskah asli yang diilhamkan, kita juga percaya bahwa Tuhan Allah memelihara proses penyalinan dan penerjemahan dari Alkitab. Terjemahan Alkitab tetap dapat dipercaya sebagai tanpa kesalahan, ketika terjemahan itu merefleksikan setiap firman-Nya yang telah diilhamkan dalam naskah aslinya.
Apakah Alkitab bisa salah?
Di bawah ini diberikan beberapa contoh bagian Alkitab yang dipakai oleh orang-orang yang tidak percaya akan ineransi Alkitab. Menurut mereka, mereka telah menemukan ketidakkonsistenan dari Alkitab, secara khusus dilihat dari ayat-ayat paralel yang berkonflik. Mereka menyimpulkan bahwa Alkitab tidak inerrant.
Contoh pertama:
Bandingkan Yesaya 2:1-4 dan Mikha 4:1-3.
Orang yang menentang ineransi Alkitab disebut para errantist, karena mereka percaya bahwa Alkitab mengandung kesalahan. Para errantist akan mempertanyakan mengapa ada variasi (walaupun sedikit) dari firman Tuhan yang dicatat dalam kedua kitab tersebut. Bagi mereka kalau Alkitab adalah firman Tuhan, tentulah kalau kedua kitab menuliskan firman yang sama, mereka harus menuliskannya dengan kata-kata yang sama tanpa modifikasi.
Dalam menanggapi pandangan errantist tersebut, kita perlu mengerti lebih dalam apa yang dimaksud dengan ineransi Alkitab. Ineransi tidak berarti meniadakan keanekaragaman cara manusia mengekspresikan sesuatu. Tuhan dapat memfirmankan hal yang sama kepada beberapa orang penulis yang berbeda dengan cara penulisan yang berbeda. Para penulis menuliskan firman tersebut secara khusus untuk konteks zaman, kebudayaan, dan kebiasaan saat itu.
Bagi orang-orang yang tidak percaya ineransi, variasi penulisan tersebut adalah bukti kesalahan (eransi) dari Alkitab. Tetapi seandainya para penulis Alkitab menuliskan kalimat-kalimat tersebut tanpa variasi, kemungkinan mereka tetap tidak mau percaya dan bahkan mungkin akan mengatakan penulis yang satu “menjiplak” yang lain, karena motivasi yang memang tidak mau percaya bahwa Alkitab tanpa salah.
Memang benar ada variasi dalam penulisan firman Tuhan yang sama dalam kedua kitab tersebut, tapi perlu diperhatikan keduanya tidak berkontradiksi. Ineransi tidak berarti bahwa para penulis, secara mekanis seperti robot, menuliskan dengan cara, gaya bahasa, dan style yang sama. Kita juga bisa melihat variasi penulisan di ketiga kitab Injil sinoptik. Misalnya: bandingkan Matius 16:16 dengan Markus 8:29 dan Lukas 9:20.
Inerrancy does not demand absolute identity in parallel passages. That minor variations may be found is in perfect harmony with inerrancy.[1]
Contoh kedua:
Bandingkan kisah penciptaan dalam Kejadian pasal satu dan pasal dua.
Bagi para errantist, kedua pasal tersebut berkontradiksi, dan Alkitab tidak inerrant. Mereka mengangkat masalah urutan penciptaan yang berbeda, karena menurut mereka pasal dua menyatakan urutan penciptaan sebagai berikut: manusia (laki-laki), tumbuh-tumbuhan, hewan, lalu perempuan. Jadi itu berkontradiksi dengan pasal satu yang menyatakan bahwa manusia diciptakan pada urutan yang terakhir.
Untuk menanggapi pandangan errantist seperti itu, kita perlu membaca firman Tuhan dengan lebih teliti. Kita dapat melihat bahwa pasal kedua dari kitab Kejadian sebenarnya tidak menceritakan ulang kisah penciptaan berdasarkan urutannya. Misalnya dalam pasal kedua itu sendiri pun ditulis dua kali kalimat yang menyatakan bahwa Tuhan menempatkan manusia di taman Eden. Jelas itu bukan berdasarkan kronologi dari penciptaan, dan itu bukan menyatakan bahwa manusia ditempatkan di taman, lalu dipindahkan dari taman, dan kemudian ditempatkan lagi di taman. Pengulangan penulisan mengenai penempatan manusia di taman Eden merupakan satu cara untuk menekankan sesuatu.
Kita juga dapat mengobservasi perbedaan cara penulisan (writing style) antara penulisan pasal satu dan pasal dua. Perbedaan cara penulisan ini bukan berarti dua pasal tersebut saling berkontradiksi. Perbedaan cara penulisan tersebut adalah satu cara untuk mengungkapkan dua penekanan yang berbeda. Kita dapat merasakan satu cara penulisan yang begitu monumental dan agung serta megah di pasal pertama. Sedangkan di pasal kedua tidak menekankan monumental, dan cara penulisannya pun lebih terasa menyampaikan kisah kehidupan yang berlangsung saat itu.
Selanjutnya untuk semakin mengerti bagian tersebut kita juga harus dengan teliti menangkap satu frase yang diulang beberapa kali dalam kitab Kejadian. Frase tersebut adalah “Demikanlah riwayat…” seperti yang dicatat di Kejadian 2:4a. Frase tersebut dipakai dalam kitab Kejadian sebagai suatu permulaan dari satu bagian yang berbeda. Sama seperti dalam Kejadian 6:9 dituliskan mengenai “inilah riwayat Nuh” bukan berarti bagian ini hanya mengenai Nuh karena dalam bagian itu juga diteruskan mengenai keturunan-keturunan Nuh, maka kejadian 2:4a menyatakan bahwa bagian tesebut adalah bukan hanya mengenai langit dan bumi karena bagian itu juga mencakup riwayat manusia.
Jadi dari bentuk penulisan pengulangan frase tersebut kita dapat mengerti bahwa Kejadian 2 bukanlah untuk mengkontradiksikan urutan penciptaan dengan urutan yang dipaparkan di Kejadian 1. Akan tetapi pasal dua dituliskan untuk memberi penekanan khusus pada kisah manusia yang telah diciptakan dan yang penciptaannya telah dituliskan dalam pasal 1. Pasal dua lebih menekankan manusia sebagai ciptaan yang tertinggi dan termulia, di mana Tuhan telah menciptakan langit dan bumi dan menyiapkannya untuk manusia tempati, kelola, dan budidayakan. Jadi dengan demikian jelaslah bahwa pasal satu dan pasal dua kitab Kejadian tidak berkontradiksi.
Selain kedua contoh tersebut, para errantist juga mengangkat beberapa bagian lagi dari Alkitab dan menyatakan bahwa mereka menemukan hal yang berkontradiksi antara bagian-bagian Alkitab, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Tentu bagian kita bukanlah untuk berusaha menjawab setiap serangan dari para errantist. Motivasi mereka bukan untuk mencari kebenaran tetapi mencari kesalahan. Bagian kita adalah bersyukur kepada Tuhan yang memberikan anugerah iman kepada kita, sehingga kita juga dapat percaya kepada Allah yang benar yang mengwahyukan firman-Nya yang adalah kebenaran, untuk menyatakan kebenaran-Nya kepada kita yang sebenarnya tidak layak ini. Motivasi kita dalam membaca dan merenungkan Firman-Nya adalah justru agar kita diubahkan oleh kebenaran itu sendiri.
Bagaimana seharusnya sikap kita?
Kita perlu mengerti doktrin Alkitab yang benar, serta memilliki kerendahan hati di dalam membaca, merenungkan, dan mengerti kebenaran firman Tuhan.
Kalau kita menemukan kesulitan-kesulitan dalam mengerti firman Tuhan, janganlah kita mulai berpikir bahwa Alkitab kita yang salah, namun biarlah kita dengan kerendahan hati datang kepada Tuhan untuk menerangi mata rohani kita untuk semakin mengerti kelimpahan dan keindahan firman-Nya.
Untuk mengerti doktrin Alkitab, khususnya mengenai ineransi Alkitab, kita perlu belajar dari berbagai sumber yang dapat dipercaya dan telah teruji dalam sejarah gereja.
Kita juga bersyukur kalau di dalam zaman yang banyak pengajaran yang salah, kita boleh dibentuk dalam pengajaran yang benar dan ketat di Gereja Reformed Injili Indonesia. Di dalam pengakuan imannya mengenai Alkitab, tercantum:
Kami percaya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah pernyataan Allah yang sempurna yang diilhamkan Roh Kudus kepada para penulisnya dan karena itu adalah benar tanpa salah dalam naskah aslinya. Alkitab menyatakan di dalamnya kesaksian Roh Kudus, dan merupakan wibawa tunggal dan mutlak bagi iman dan kehidupan, baik untuk perseorangan, gereja, maupun masyarakat. Kami percaya bahwa Alkitab tidak bersalah dalam segala hal yang diajarkannya, termasuk hal-hal yang menyangkut sejarah dan ilmu.
Secara tegas dinyatakan mengenai Allah sendiri yang mengwahyukan, Roh Kudus yang mengilhamkan para penulisnya, sehingga kita dapat tunduk kepada otoritas Alkitab dan percaya akan ketidakbersalahan (infalibilitas dan ineransi) Alkitab.
Kiranya pengertian yang benar ini semakin mendorong jemaat Tuhan untuk semakin mencintai firman-Nya dan memberikan diri untuk tunduk dan rela dibentuk oleh kebenaran firman-Nya.
Soli Deo Gloria.
Referensi dan studi lanjut:
Crampton, W. G., Verbum Dei (Alkitab: Firman Allah), Penerbit Momentum 2000
Crampton, W. G., Original Manuscripts, the Majority Text, and Translations
Sproul, R. C., Explaining Inerrancy: A commentary, ICBI
Tong, S. Gerakan Reformed Injili: Apa & Mengapa, Penerbit Momentum 1999
Wait, E., The Inerrancy of the Bible, http://www.erikwait.com
Williamson, G. I., The Shorter Catechism, Presbyterian & Reformed Publishing Co.
Young, E. J. Thy Word is Truth, The Banner of Truth Trust, reprinted 1997
Endnotes:
[1] Young, E. J., Thy Word is Truth, hal. 119