,

Christian View on Predictive Analysis

Pada suatu hari, ada seorang pemuda tampan bernama Bob sedang berencana untuk mengajak pacarnya Alice pergi ke sebuah pantai untuk melihat matahari terbenam yang indah. Bob lantas menghubungi Alice dan pada keesokan harinya, Bob menjemput Alice, mereka pun bersama-sama menuju pantai. Di tengah perjalanan, tiba-tiba langit menjadi mendung dan hujan mulai turun dan makin lama makin lebat. Di dalam hati Bob yang terdalam, dia sangat menyesal dengan keputusannya untuk pergi ke pantai dan dia lupa untuk melihat ramalan cuaca terlebih dahulu sebelum berangkat. Dan ternyata, ramalan cuaca dengan jelas menunjukkan hujan akan turun di sore hari. Ia sangat menyesal dan meminta maaf kepada Alice atas kesalahannya. Apa yang bisa kita petik dari cerita tersebut? Jangan lupa, carilah informasi ramalan cuaca sebelum bepergian!

Kita dapat dengan mudah mencarinya melalui media televisi, radio, maupun internet. Kita dapat merasa beruntung karena adanya kemajuan teknologi di dalam pengolahan data yang semakin cepat, canggih, dan efisien, sehingga memungkinkan kita untuk mendapatkan ramalan cuaca yang akurat dan cepat. Hal ini sangat berbeda di masa yang lampau. Sekitar tahun 650 SM, bangsa Babilonia sudah mencoba untuk memprediksi keadaan cuaca melalui keberadaan awan dan fenomena-fenomena alam. Pada tahap ini, manusia masih tidak bisa memprediksi keadaan cuaca di hari-hari ke depannya karena data yang dimiliki belum selimpah saat ini. Lalu tiga ratus tahun setelah itu, ada seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles yang menuliskan teori mengenai pembentukan hujan, awan, petir, astronomi, dan geografi pada bukunya yang berjudul Meteorologica. Penelitian-penelitian mengenai cuaca terus berkembang dan banyak alat yang ditemukan seperti higrometer, alat pengukur kelembaban udara, termometer, dan barometer pada sekitar abad ke-15 hingga 17. Penemuan instrumen-instrumen dan jaringan telekomunikasi membantu manusia mengobservasi keadaan cuaca dan banyak data cuaca yang mulai dikumpulkan seperti suhu, kadar uap air, dan tekanan udara. Instrumen-instrumen ini menjadi cikal bakal persiapan pengumpulan data terkait dengan ramalan cuaca. Pada akhir tahun 1940-an, dengan menggunakan komputer modern, tim dari Institute for Advanced Study (IAS) di Princeton, New Jersey, berhasil melakukan ramalan cuaca dengan progres yang signifikan, dilanjutkan pada tahun 1950 oleh kelompok Charney yang membuat 24 jam ramalan cuaca di seluruh Amerika Utama menggunakan model numerik, dan hingga saat ini, manusia sudah dapat melakukan peramalan cuaca hingga beberapa hari ke depan. Kemajuan teknologi yang terjadi sangat signifikan, dari awalnya mengamati awan menggunakan mata hingga manusia memiliki mesin yang dapat memberikan prediksi secara otomatis.

Era Informasi
Big Data adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan jumlah data digital dengan jumlah yang sangat banyak dan kompleks. Data yang besar tersebut tidak dapat kita proses secara tradisional, karena sangat kompleks dari segi volume, varietas, dan peningkatan jumlah datanya. Big Data melingkupi banyak bidang seperti bidang sains, hukum, kesehatan, sosial, ekonomi, data pemerintah, pendidikan, dan lain-lain. Kebanyakan data yang ada dapat diakses dengan mudah, seperti melalui situs http://data.go.id/ yang disediakan tanpa dipungut biaya. Kita dapat melihat bahwa data dan informasi tidak lagi sulit untuk didapat dan hal ini membuka transparansi pemerintah kepada masyarakat.

Data yang melimpah bukan berarti semuanya berguna dan dapat digunakan langsung untuk melakukan pengambilan keputusan. Situasi ini diperburuk dengan jumlah data dan informasi yang sangat kompleks dan fenomena ini sering disebut Information Overload. Solusinya adalah penggunaan teknologi cerdas yang dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan secara cepat dan tepat yaitu dengan mengaplikasikan data scienceyang salah satunya adalah analisis prediktif (predictive analytics). Istilah ini menggabungkan beberapa elemen seperti penggalian data (data mining), pembelajaran mesin (machine learning), dan statistika (statistics) untuk mengekstrak informasi dari sejumlah data dengan mencari pola dan memprediksi masa depan.

Ramalan cuaca adalah salah satu contoh aplikasi dari analisis prediktif, teknologi yang digunakan untuk memprediksi masa depan menggunakan data sehingga membantu manusia memutuskan pilihan yang lebih baik. Aplikasi ini sudah banyak membantu banyak orang untuk bekerja lebih efisien, cepat, dan aman. Manfaatnya banyak dirasakan oleh para nelayan yang akan melaut. Mereka dapat mengantisipasi adanya badai dan memutuskan untuk tidak berlayar saat cuaca buruk. Perusahaan-perusahaan ekspedisi dan penerbangan dapat meminimalkan kerugian dan kecelakaan kapal yang diakibatkan oleh cuaca, dan masih banyak manfaat lainnya yang kita semua rasakan.

Di dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa analisis prediktif berada sebagai alat untuk membantu manusia mendapatkan informasi yang sangat sulit didapatkan jika dilakukan tanpa bantuan teknologi. Pekerjaan komputasi yang kompleks dan panjang dapat dilakukan dengan sangat efisien dan efektif melalui pemanfaatan teknologi ini. Bayangkan, apabila Anda ditugaskan untuk mencari informasi yang tersimpan pada jutaan data. Anda harus menemukan berbagai macam pola dari masing-masing data dan berapa banyak waktu dan tenaga yang harus dihabiskan untuk melakukannya? Mungkin perlu waktu lebih dari ratusan tahun untuk melakukannya dan menghabiskan ribuan tumpukan buku.

Kita perlu sangat bersyukur kepada Tuhan kalau teknologi dapat ditemukan oleh manusia dan analisis prediktif membantu kita melakukan pekerjaan menjadi lebih efisien dan informasi yang kita peroleh lebih meaningful dan insightful. Dalam hal ini analisis prediktif adalah salah satu anugerah umum Allah yang diberikan kepada manusia. Seperti halnya dengan natural science, analisis prediktif yang merupakan bagian dari bidang data science juga memiliki prinsip-prinsip kebenaran yang dapat diaplikasikan melampaui zaman. Penerapan dari analisis prediktif menghasilkan hipotesis yang dapat dipercaya dan digunakan di setiap waktu. Selain itu, analisis prediktif memiliki potensi untuk menemukan pola-pola, aturan-aturan kompleks yang tersimpan di dalam ciptaan yang ada, salah satunya adalah aplikasi bioinformatics untuk memprediksi potensi kanker pada tubuh seorang pasien. Analisis yang dilakukan ilmuwan bioinformatics adalah dengan melihat pola-pola zat protein DNA dan RNA yang terjangkit kanker.

Sekilas mengenai Predictive Analytics
Salah satu teknik statistik yang sering digunakan di dalam analisis prediktif hingga saat ini adalah Bayesian Theorem. Bayesian Theorem adalah salah satu aturan yang menggunakan prior information. Istilah Bayesian diambil dari seorang Presbyterian, Thomas Bayes yang mendalami ilmu statistika, logika, dan theologi dan menemukan suatu teori yang mengatakan, “The probability of any event is the ratio between the value at which an expectation depending on the happening of the event ought to be computed, and the value of the thing expected upon its happening.”

Bayes terinspirasi dengan suatu percobaan pelemparan bola yang dilakukan bersama dengan asistennya. Bayes meminta asistennya melempar bola dan bola akan jatuh pada sebuah meja segi empat, dan Bayes akan menebak lokasi bola pertama yang jatuh. Asisten Bayes akan memberikan lokasi jatuhnya bola kedua hingga seterusnya terhadap lokasi jatuh bola pertama (kiri atau kanan). Bayes menyadari suatu hal, semakin banyak bola yang dilempar, maka semakin jelas lokasi bola pertama. Dan dari observasi tersebut disimpulkan bahwa suatu informasi awal (prior) pada suatu data menghasilkan suatu hipotesis (posterior). Namun Bayes tidak pernah memublikasikan temuannya, hingga seorang temannya Richard Price menemukan catatan Bayes dan menyampaikannya kepada Pierre-Simon Laplace yang pada akhirnya merumuskan temuan Bayes menjadi suatu persamaan.

Persamaan matematika sederhana dari Bayes:
P(C|E) = P(E|C) Pprior(C) / P(E)
probability of a hypothesis C given some evidence E equals our initial estimate of the probability times the probability of the evidence given the hypothesis C divided by the sum of the probabilities of the data in all possible hypotheses.

Di sini teori Bayes menunjukkan jika kita memiliki sebuah tingkat kepercayaan akan sesuatu dan memiliki suatu bukti, maka kita akan mengetahui kemungkinan hal tersebut akan terjadi. Hingga saat ini, teori Bayes digunakan menjadi dasar pembangunan model prediktif seperti Naïve Bayes, Bayesian Inference, Markov Model, dan lain-lain.

Good Tech and Bad Tech
Suatu ilmu ataupun teknologi selalu memiliki dampak positif maupun negatifnya dalam dunia berdosa. Hal ini juga terjadi pada predictive analytics. Pada tahun 2010 di sebuah konferensi Predictive Analytics World, ada sebuah perusahaan bernama Target yang mengumumkan inovasi penggunaan analisis prediktif di dalam aplikasi rekomendasi produk. Andrew Pole, sebagai pembicara dari perusahaan Target mengumumkan sebuah inovasi di dalam memprediksi kehamilan dari pelanggan. Teknik yang dilakukan oleh Target adalah mengumpulkan data pembelian beserta waktu kelahiran bayi dan informasi pelanggan-pelanggannya yang sedang hamil sebagai data latih model dan mencoba untuk memprediksi siapa saja pelanggan Target yang akan melahirkan dalam waktu dekat dengan harapan dapat memberikan pilihan produk yang relevan dengan situasi pelanggannya. Hingga pada tahun 2012, ada sebuah berita yang muncul di halaman depan New York Times Magazine, berjudul “How Companies Learn Your Secrets” dan menceritakan seorang pria yang mengetahui kehamilan anak perempuannya hanya dengan melihat iklan Target yang diberikan kepada anaknya. Sejak saat itu, analisis prediktif menjadi suatu topik yang penuh dengan dilema karena di satu sisi, kemampuan untuk memprediksi kondisi dan kebutuhan seseorang secara akurat adalah kemajuan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Namun di sisi lain, hal ini membuat ketakutan dan kecemasan yang mengancam privasi manusia. Peristiwa ini memperlihatkan kepada manusia, inovasi yang terlihat sangat canggih dan memiliki tujuan yang terlihat baik pada awalnya dapat menjadi celaka bagi orang lain. Apakah privasimanusia pantas untuk dikorbankan demi kemajuan teknologi? Realitas ini menunjukkan bahwa sebuah ilmu tetap dapat berfungsi dengan baik walaupun dipergunakan secara salah. Hal ini dikarenakan adanya kebenaran Allah yang tertanam di dalam wahyu umum, demikian juga penggunaan predictive analytics. Ada kebenaran Allah, seperti keteraturan Allah (regularities), yang menopang predictive analytics.

Kristus pernah menegur para Farisi yang bisa memprediksikan datangnya hujan tetapi tidak bisa membaca tanda zaman. Hal ini menunjukkan bahwa ciptaan ini memiliki indikasi-indikasi yang menjadi gejala awal terjadinya suatu peristiwa. Bahkan pola ini ada bukan hanya dalam konteks dunia fisika tetapi juga dalam membaca pergerakan suatu zaman. Kemampuan manusia dalam membawa gejala dan memperkirakan yang akan terjadi patut kita apresiasi. Tetapi kita pun harus menyadari bahwa kesalahan yang dilakukan oleh orang Farisi pada zaman Yesus, kembali kita ulangi. Kita memiliki kemampuan yang semakin canggih untuk memprediksi hal yang akan terjadi dengan membaca gejala, tetapi kita tetap tidak mampu membaca tanda-tanda zaman. Kita tidak mampu mengerti kehendak Allah. Teknologi semakin berkembang tetapi manusia tidak semakin bertumbuh untuk mengerti kehendak Allah. Inilah kegagalan terbesar manusia di tengah-tengah keberhasilan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perkembangan teknologi selalu dibayangi dengan kerapuhan manusia di dalam menggunakannya, dan hal ini dapat menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Gratitude and Responsibility
Sesungguhnya, kita perlu kembali kepada panggilan yang Tuhan berikan kepada kita melalui pengembangan sains dan teknologi. Kita tidak diminta untuk menciptakan suatu inovasi yang membuat kenyamanan orang lain terganggu atau membuat ciptaan yang sangat canggih untuk menyamankan hidup atau membanggakan kelebihan kita, namun kita dipanggil untuk mengusahakan yang terbaik menjawab panggilan Tuhan, menggenapkan kehendak Tuhan demi kemuliaan-Nya saja. Sehingga, makna panggilan seorang teknologis bukanlah terkonsentrasi pada pencarian teknik untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas saja, tetapi memiliki makna yang jauh lebih dalam yaitu agar seluruh rencana Tuhan atas dunia ini dan atas hidup kita tergenapi.

Di dalam keberdosaannya, manusia selalu membanggakan setiap inovasi teknologi dan berharap dapat menggunakannya untuk mengagungkan kekuatan dan kehebatan diri demi keuntungannya masing-masing. Apa yang terjadi saat ini sesungguhnya masih merupakan bayang-bayang refleksi dari kesombongan manusia seperti pada saat pembangunan Menara Babel di zaman dulu. Kejatuhan manusia ke dalam dosa mendorong kita untuk memanfaatkan teknologi secara egois dan tidak bertanggung jawab.

Tuhan mengajarkan kita untuk melakukan segala sesuatu dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kol. 3:23). Cara pandang theosentrisini, mengarahkan hati kita sepenuhnya kepada Tuhan dan setiap pekerjaan kita akan dilakukan secara bertanggung jawab tanpa berkompromi kepada dosa. Tanpa adanya rasa tanggung jawab dalam penggenapan kehendak Allah, teknologi hanya akan menjadi senjata manusia untuk menghancurkan sesama dan memuaskan diri. Maka, selain untuk penggenapan kehendak Allah, segala usaha kita mengembangkan teknologi harus juga merupakan ekspresi ucapan syukur dan terima kasih atas pengetahuan dan akal budi yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia. Kita bersyukur akan anugerah-Nya yang terus menopang keberadaan kita dengan wahyu-Nya, kebenaran-Nya, pemeliharaan-Nya, pernyataan kehendak-Nya, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, selain sebagai bentuk tanggung jawab kita kepada Allah, Alkitab juga menekankan sisi mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri dan tidak mementingkan kepentingan pribadi (Mat. 22:39). Teknologi harus hadir sebagai sarana untuk melayani sesama. Menurut Schultze, tradisi kekristenan sangat menekankan konsep caring danmenurutnya, istilah cura animarum (“the cure of souls”) muncul berkali-kali pada tradisi kekristenan. Kata cura adalah kombinasi dari dua kata, yakni cure dan care. Istilah cure diartikan sebagai aksi memelihara seseorang dengan mengaplikasikan pengetahuan dan teknik yang tepat sedangkan care adalah sifat peduli kepada orang lain dengan penuh perasaan belas kasihan. Sehingga cura dapat diartikan sebagai “menjalani peranan kita dalam pengaplikasian pengetahuan secara serius dan sungguh-sungguh, dan menjalankannya sebagai salah satu bentuk kasih kita kepada orang lain”. Seorang ilmuwan yang memakai predictive analytics untuk mendeteksi potensi penyakit kanker pada seorang pasien agar penyakitnya dapat ditangani lebih dini, atau untuk membuat suatu ramalan cuaca yang menghindarkan banyak orang dari kecelakaan atau kebahayaan dari cuaca ekstrem, sedang menjalankan konsep cura ini.

Akhir kata, kita dapat melihat bahwa analisis prediktif adalah sebuah teknologi yang Tuhan berikan bagi manusia dalam meresponi anugerah umum-Nya. Teknologi ini sendiri mengandung kebenaran Allah, tetapi karena dosa manusia, kita menyalahgunakannya demi kebanggaan dan keuntungan sendiri. Sebagai orang Kristen, kita seharusnya mempunyai wawasan melihat bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan bukanlah hasil pencapaian kita, melainkan pemberian Allah dan pernyataan kebaikan Allah bagi manusia dengan menyatakan sifat-Nya di dalamnya. Karena itu, penggunaan suatu teknologi bukanlah untuk membesarkan diri sendiri, melainkan untuk dijadikan suatu ekspresi cinta kasih kepada sesama kita dalam membangun mereka dengan tepat. Dengan kata lain, kebenaran diberikan Allah adalah untuk menggenapkan kehendak-Nya dan menyatakan cinta kasih Allah kepada dunia ini. Kiranya nama-Nya saja yang dipermuliakan.

Genta Indra Winata
Pemuda PRII Hongkong

Referensi:
Greg Linden, Brent Smith, et, al. Amazon.com, Recommendations Item-to-Item Collaborative Filtering.
Eric Siegel (2013), Predictive Analytics: The Power to Predict Who Will Click, Buy, Lie, Or Die.
Quentin J. Schultze (2004). Habits of The High-Tech Heart: Living Virtuously in the Information Age.
BayesTheorem.pdf.
NASA, Weather Forecasting Through the Ages.
John Horgan, Bayes’s Theorem: What’s the Big Deal?.
A History of Bayes’ Theorem.