An attempt to understand the reasons for the birth of Christ in view of the sovereignty of God
I. Introduction: The Big Question
Allah datang ke bumi dan menjadi manusia! Sang pencipta alam semesta yang mendesain dan mengadakan seluruh yang ada, yang menentukan awal dan akhir segala sesuatu, yang tak terbatas dan tak dipengaruhi oleh apapun, kini menjadi sekecil sel telur. Dia menjadikan dirinya vulnerable, lemah seperti seorang bayi, mengikuti aliran waktu, menunggu saatnya untuk menggenapi suatu janji. Ya, kita tentu tahu janji itu, janji yang dinyatakan ribuan tahun sebelumnya. Janji yang didorong oleh kasih-Nya akan ciptaan-Nya, janji yang menjadi inti dari buku setebal 66 kitab, yang telah menunggangbalikkan dunia. Janji yang telah menjadi pengharapan dan bahkan tujuan hidup kaum Kristiani. Janji bahwa Allah akan menjadi manusia, dalam Kristus Yesus, masuk ke dalam dunia untuk menjadi penebusan bagi umat manusia, dan mengembalikan mereka kepada rencana awal… Tunggu dulu!
Rencana awal? Original plan? Apakah itu berarti kedatangan Kristus adalah rencana kedua, disusun setelah kegagalan manusia, atau mungkin suatu rencana cadangan yang disiapkan Allah apabila rencana awal gagal? Apa jadinya bila manusia tidak jatuh ke dalam dosa? Bukankah itu berarti manusia akan tetap di dalam taman Eden dan menikmati persekutuan dengan Allah? Dan tentunya Allah tak perlu turun dan merendahkan dirinya sampai sedemikian bukan?
Begitu banyak penulis dan pemikir dari berbagai zaman, Kristen dan non-Kristen, telah berusaha mengerti dan membahas hal ini. Suatu misteri yang luar biasa. Mengapa Allah menjadi manusia? (Cur Deus Homo?) Apa jadinya apabila manusia tidak jatuh ke dalam dosa? Akankah kedatangan Allah menjadi batal?
Di tengah segala pertanyaan yang muncul, kita diingatkan bahwa Allah berdaulat dan Dia Mahatahu. Dia tahu akan kejatuhan manusia bahkan sebelum mereka diciptakan. Akan tetapi ini tidak mempermudah pergumulan kita. Apabila Allah mengetahui kejatuhan manusia, sehingga tidak ada jalan lain selain turun ke dalam dunia untuk menyelamatkan mereka, mengapa Dia tetap menciptakan mereka? Apabila Allah mau manusia menjadi mahluk yang mengasihi Dia dari keinginan mereka sendiri, Mengapa Allah tidak menciptakan mahluk seperti demikian sedari semula?
Apakah pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi pertanyaan Saudara? Banyak dari jawaban untuk pertanyaan di atas adalah misteri yang menjadi milik Allah sendiri, dan hanya imanlah yang dapat membawa kita tetap dalam jalan-Nya. Akan tetapi Dia juga adalah Allah yang membagikan misteri ini kepada umat-Nya. Melalui artikel ini saya harap kita bisa melihat kekayaan misteri ini seperti yang dituangkan dalam Alkitab.
[Ayat-ayat Alkitab dalam artikel ini hanyalah kutipan singkat, diambil dari terjemahan English Standard Version (ESV). Saya harap Saudara pembaca dapat mengecek tiap kutipan dengan membaca seluruh perikop yang menyelubungi ayat tersebut.]
II. Reasons related to the Fall
Berbagai alasan telah dikemukakan dari sejarah pemikiran Kristen tentang mengapa Kristus harus datang dalam kaitannya dengan kejatuhan manusia.
Alasan pertama mengatakan bahwa setelah kejatuhan manusia, mereka jatuh dalam perbudakan Iblis. Oleh karena itu Allah perlu menebus manusia dari tangan si jahat dan Kristuslah yang menjadi “ransom” untuk hal tersebut. Seperti ilustrasi pasar budak, Allah datang menebus manusia dengan Kristus sebagai bayaran.
“For even the Son of Man came not to be served, but to serve, and to give His life a ransom for many.” – Mark 10:45
Akan tetapi Allah tidak perlu tunduk kepada Iblis dan Iblis tidak punya hak apapun akan ciptaan Allah. Manusia pun berhutang bukan kepada Iblis, tetapi kepada Allah sehingga Kristus menjadi ransom dan membayarkan hutang itu kepada Allah. Alasan kedua berkata bahwa karena kejatuhan manusia, maka murka Allah, berdasarkan keadilan-Nya, tiba pada manusia. Kristus datang dan mati, bukan untuk memuaskan Iblis, tapi untuk menanggung murka Allah yang seharusnya menjadi bagian manusia.
“… God put [Christ] forward … to show God’s righteousness, because in His divine forbearance He had passed over former sins. It was to show His righteousness … so that He might be just and the justifier of the one who has faith in Jesus.” – Romans 3:25-26
Alasan ketiga, melengkapi alasan di atas, mengatakan bahwa setelah kejatuhan manusia, hubungan manusia dengan Allah terputus. Karena kenajisannya, manusia tidak dapat lagi berhubungan dengan Allah, akan tetapi Allah memberikan sang Perantara. Karena itulah Kristus turun menyucikan manusia dan mengembalikan hubungan manusia dengan Allah.
“For there is one God, and there is one mediator between God and men, the man Christ Jesus” – 1 Tim 2:5
Alasan selanjutnya mengatakan bahwa selain putusnya hubungannya dengan Allah, kejatuhan manusia menyebabkan kerusakan rohani total dalam diri manusia. Dari dalam dirinya sendiri manusia telah terhilang, seperti layaknya domba yang tersesat, dan akan menuju kepada kehancuran. Kristus, sebagai gembala, mencari manusia yang terhilang, dan dengan kuasa kebangkitan-Nya, memulihkan kerusakan rohani manusia.
[Jesus said,] “For the Son of Man came to seek and to save the lost.” – Luke 19:10
[Jesus said,] “I came that they may have life, and have it abundantly.” – John 10:10
Masih banyak alasan inkarnasi Kristus dalam kaitannya dengan kejatuhan manusia, tapi kita berhenti sampai di sini dulu untuk melanjutkan pertanyaan tadi. Melihat alasan-alasan di atas, bukankah memang Kristus datang karena kejatuhan manusia? Bukankah inilah berita Injil yang sering kita dengar? Bukankah secara logis kita dapat menyimpulkan,
Plan A: manusia tidak jatuh dalam dosa, tetap di taman Eden dan Kristus tidak perlu inkarnasi.
Plan A gagal karena kejatuhan manusia. Maka,
Plan B: Kristus berinkarnasi dan menyelamatkan manusia yang terhilang
Akan tetapi, Alkitab tidak berhenti sampai di sana. Seakan tahu bahwa manusia akan berpikir demikan, Alkitab memberi petunjuk tentang rencana tersebut dari sudut pandang Allah.
III. Christ’s birth not plan B
Mari kita mengintip ke dalam kekekalan melalui beberapa ayat Alkitab yang memberi kita petunjuk penting tentang sifat kedatangan Kristus.
“[God] chose us in [Christ] before the foundation of the world, [to] be holy and blameless before Him.” – Ephesians 1:4
“[Christ] was foreknown before the foundation of the world but was made manifest in the last times for your sake” – 1 Peter 1:20
“… written before the foundation of the world in the book of life of the Lamb that was slain.” – Revelation 13:8
[Baca juga Hebrews 4:3, 2 Timothy 1:9, Titus 1:2]
Bukan main! Allah telah merencanakan kedatangan-Nya jauh sebelum manusia jatuh dalam dosa, bahkan sebelum diciptakannya segala sesuatu. Kata-kata seperti “before the ages began” dan “before the foundation of the world”, ditulis oleh Paulus, Petrus, dan Yohanes, dan ini menunjukkan kesepakatan penulis-penulis tersebut bahwa kedatangan Kristus telah direncanakan Allah dalam kekekalan. Oh, dan ini hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak ayat-ayat yang menunjuk kepada rencana kedatangan Kristus di dalam kekekalan.
Inilah argumen pertama mengapa inkarnasi Kristus bukanlah plan B. Saat melihat kejatuhan manusia, Allah bukan berpindah kepada Plan B seakan memperbaiki kesalahan-Nya. Sebaliknya, di dalam kedaulatan-Nya, Allah telah merencanakan segalanya di dalam kekekalan, dan melaksanakannya di dalam kurun waktu sesuai dengan kehendak-Nya.
Argumen kedua, inkarnasi Kristus bukanlah Plan B karena di dalam Alkitab tidak pernah ada petunjuk tentang rencana lain. Kejatuhan manusia dinyatakan segera di awal Alkitab, dan Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Kristus tidak perlu turun apabila manusia tidak jatuh. Kejatuhan manusia hanyalah menunjukkan bahwa Kristus memang perlu hadir di dalam dunia. Allah tahu betul bahwa manusia yang dicipta dengan “self” akan jatuh kepada dosa dan “self-centeredness”, dan pada akhirnya melawan Allah. Tapi Allah tetap menciptakan manusia, dan Kristus akan datang sesuai dengan rencana.
“I am God, and there is none like me, declaring the end from the beginning and from ancient times things not yet done, saying, ‘My counsel shall stand, and I will accomplish all my purpose,’ … I have spoken, and I will bring it to pass; I have purposed, and I will do it.” – Isaiah 46:9-11
IV. Christ’s birth THE original plan
Apabila kedatangan Kristus bukanlah Plan B karena kejatuhan manusia, apakah ada alasan lain untuk inkarnasi-Nya? Jelas, dan sebaliknya, kedatangan Kristus ke dunia justru adalah rencana utama dari segala recana lain. Seluruh penciptaan dan semua rencana yang lain adalah sekunder dan ada dalam kaitan dengan rencana utama ini. Kristus datang bukan hanya untuk menyelamatkan manusia; Dia datang untuk menggenapi rencana Allah—rencana yang diatur sebelum berawalnya waktu, rencana yang akan meyatakan keagungan dan kasih-Nya. Dia datang karena Allah menghendaki inkarnasi itu terjadi. Dia datang…
- Untuk menghancurkan pekerjaan si jahat
“… for the devil has been sinning from the beginning. The reason the Son of God appeared was to destroy the works of the devil.” – 1 John 3:8
Ada suatu assurance saat kita mengetahui bahwa Allah tahu akan keberadaan dan pekerjaan Iblis dan Dia tidak tinggal diam. Dia akan mengadakan perhitungan dengannya dan melaksanakan keadilan-Nya. Begitu straight forward ayat ini menyatakan hal ini, yaitu bahwa Iblis telah berdosa sejak awal, dan Kristuslah yang akan menyelesaikan urusan lama ini dan mengakhiri pekerjaan Iblis.
- Agar manusia dapat melihat Allah
“No one has ever seen God; the only God [Christ], who is at the Father’s side, He has made Him known.” – John 1:18
Tidak seorang pun pernah atau dapat melihat melihat Allah, termasuk Adam, Abraham, Musa, Daud, dan nabi-nabi-Nya. Akan tetapi di dalam Kristuslah terletak segala kepenuhan Allah di dalam tubuh jasmani. Tak seorang pun pernah melihat Allah, kecuali Allah sendiri. Yohanes sedang berbicara mengenai Allah Bapa dan Allah Anak, yakni Kristus. Karena itulah Kristus datang, yakni untuk menyatakan Allah kepada dunia.
- Untuk membawa ciptaan kepada God-centeredness
“… Christ also suffered once for sins, the righteous for the unrighteous, that He might bring us to God …” – 1 Peter 3:18
John Piper mengatakan, “The ultimate achievement of the cross is not freedom from sickness but fellowship with God.” Saudara tentu pernah mendengar ilustrasi tentang tahapan keadaan manusia. Sebelum kejatuhan, manusia ada dalam keadaan “dapat berdosa”. Setelah kejatuhan, manusia “tidak dapat tidak berdosa”. Setelah diselamatkan oleh Kristus, mereka “dapat tidak berdosa”. Terakhir setelah Kristus datang kembali, manusia masuk ke dalam keadaan “tidak dapat berdosa”. Kita ganti berdosa dengan “self-centered” dan tidak berdosa dengan “God-centered“, maka urutan tersebut menjadi: when they were created, human can be self-centered, > after the fall, they will always be self-centered > after Christ saved us, we can be God centered > and in perfect fulfillment, we will always be God-centered. Ada suatu proses yang Allah kehendaki dalam menyempurnakan ciptaan-Nya, dan proses tersebut dijalankan melalui Kristus dan inkarnasi-Nya.
- Untuk mempersatukan seluruh ciptaan dengan diri-Nya
“as a plan for the fullness of time, to unite all things in [Christ], things in heaven and things on earth.” – Ephesians 1:10
Christ came to unite the creation with himself in an ultimate relation and perfect fulfillment. Mengutip sedikit perkataan John Murray, “Union with Christ is really the central truth of the whole doctrine of salvation not only in its application but also in its once-for-all accomplishment in the finished work of Christ. Indeed the whole process of salvation has its origin in one phase of union with Christ and salvation has in view the realization of other phases of union with Christ….Union with Christ is the central truth of the whole doctrine of salvation.” Seluruh perumpamaan pernikahan berbicara mengenai persatuan dalam hubungan yang paling intim antara Kristus dan umat-Nya. Allah telah merencanakan hal ini dalam kekekalan seperti yang dinyatakan oleh Paulus dalam pasal pertama kitab Efesus. Dan Kristus sebagai mempelai pria datang menggenapi rencana tersebut.
- Untuk menyatakan dirinya layak atas seluruh ciptaan
“Worthy is the Lamb who was slain, to receive power and wealth and wisdom and might and honor and glory and blessing!” – Rev 5:12
Masih ada lagi beberapa ayat yang menunjuk kepada hal serupa [Baca juga John 17:4, Hebrews 2:10, 1 Corinthians 15:24-28, Rev 5:9-10], bahwa inkarnasi Kristus dan kematian-Nya telah menunjukkan diri-Nya layak untuk menerima pujian dan hormat. Bila Kristus tidak turun, apakah Dia menjadi tidak layak? Tentu tidak! Melalui Dialah Allah mencipta segala sesuatu dan untuk Dialah segala sesuatu telah dicipta, Dialah yang layak menerima segala sesuatu semenjak mereka diciptakan. Tapi dengan turun ke dalam dunia dan mati, Kristus telah menyatakan kelayakan-Nya di hadapan Tuhan, dalam pengamatan Malaikat, dalam hati manusia, dan bahkan dalam keterkejutan setan. Dan karena itulah Dia pun selayaknya menempati takhta tertinggi di dalam hati manusia, di dalam hati Saudara dan saya.
- Untuk memuliakan Allah
“[Jesus said,] ‘… But for this purpose I have come to this hour. Father, glorify your name.’ Then a voice came from heaven: ‘I have glorified it, and I will glorify it again.’” – John 12:27-28
[Baca juga Eph 1:3-14]
John Piper memiliki insight yang menarik tentang hal ini saat dia berkata,“… the aim of creation is the fullest, clearest, surest display of the greatness of the glory of the grace of God. And that display would be the coming of the best being in the universe for millions of undeserving sinners.” Saya harap kita boleh mengaminkan bahwa inilah puncak tujuan inkarnasi Kristus di dalam dunia. Kita sering mendengar kalimat Soli Deo Gloria, All for the Glory of God, mengingatkan kita untuk mengerjakan segala sesuatu bagi kemuliaan Allah. Tapi hanya dalam Kristus sajalah hal ini mengalami kepenuhannya; dalam inkarnasi-Nya, dalam perkataan-Nya, dalam hidup-Nya, dalam kematian-Nya, dalam kebangkitan-Nya, dan dalam hasil pekerjaan-Nya di dalam hidup kita, segala sesuatu membawa pujian tertinggi bagi Allah.
Dalam momen menjelang Natal, saat kita mengingat kembali kedatangan Allah di dalam dunia, kiranya tulisan singkat ini mengajak kita lebih menghargai dan melihat kemuliaan Allah bersinar di atasnya.