,

Pemuda Kristen: Bangkitnya Generasi yang tidak Mengenal Allah di Tengah-Tengah Kelompok yang Religius

Dalam setiap zaman ada satu hal yang tidak dapat dibendung: harus berakhirnya satu era dari sebuah generasi. Namun bersamaan dengan hal tersebut, generasi yang baru selalu diharapkan segera muncul. Demikianlah setiap ras, etnik, dan bahkan suatu bangsa dapat bertahan untuk tetap hadir di dalam dunia. Suatu kelompok masyarakat akan punah jikalau generasi yang tua sudah akan berakhir sedangkan generasi yang muda tidak kunjung datang. Catatan sejarah menunjukkan bahwa tidak sedikit bangsa-bangsa ataupun kebudayaan dari sekelompok masyarakat yang hanya menyisakan relik sebagai saksi bisu dari sebuah peradaban yang dahulu pernah ada namun sekarang sudah tiada. Hal tersebut dapat terjadi, baik melalui pembantaian massal dalam semalam maupun melalui proses akulturasi dan asimilasi budaya yang berlangsung selama ratusan tahun. Keduanya memiliki tujuan akhir yang hanya satu, hilangnya sebuah generasi penerus dan punahnya bangsa tersebut. Bangsa Israel di dalam Perjanjian Lama pernah mengalami proses menuju pemunahan yang seperti demikian, oleh karena hukuman Tuhan atas keberdosaan mereka[1]. Namun di dalam rencana kekal Allah, TUHAN Allah tidak akan membinasakan umat perjanjian-Nya sendiri. Tuhan tetap memelihara satu garis keturunan yang mengasihi Dia, namun sekaligus umat-Nya tersebut tetap tidak bisa lolos dari hukuman TUHAN Allah dan usaha pemunahan yang menyedihkan[2] dari bangsa-bangsa sekitar. Dengan melihat fakta tersebut, bagaimanakah dengan generasi muda Kristen? Akan punahkah mereka? Dan proses kepunahan macam apa yang sedang terjadi di dalam generasi muda Kristen zaman ini? Bagaimanakah kita harus menjawabnya?

Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka.”
Bilangan 14:8-9 (TB)

Berlalunya Sebuah Generasi yang Mengasihi Allah
Yosua dipanggil sedari muda untuk melayani Allah di dalam hidupnya. Memulai pelayanan[3] sebagai abdi Musa, Ia menjadi saksi dari kepemimpinan Musa dalam menuntun bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Ia adalah seorang yang setia kepada Tuhan sedari masa mudanya sekalipun nyawanya terancam akibat kesetiaannya tersebut.[4] Sedari masih muda, Ia melihat bagaimana bangsa yang dikatakan sebagai umat Allah menjadi sekelompok orang yang dikatakan tegar tengkuk oleh Allah sendiri.[5] Akibatnya, bangsa tersebut harus berputar-putar di padang gurun selama empat puluh tahun, sampai generasi yang keluar dari tanah Mesir habis dan digantikan oleh generasi yang baru.[6] Generasi yang baru, yang tidak pernah mengecap gaya hidup Mesir yang kafir menjadi satu generasi yang akan menerima realisasi tanah perjanjian yang Allah janjikan kepada bapak leluhur mereka, Abraham. Generasi ini adalah sekelompok orang yang lahir dan besar pada masa padang gurun. Mereka besar dalam masa sulit, sekaligus mereka besar dengan memandang tiang awan dan tiang api yang setiap hari menuntun mereka. Mereka besar dari manna, roti sorgawi itu, yang diturunkan Sang Khalik setiap pagi. Mereka besar tanpa melihat kekafiran penyembahan berhala ala Mesir, mereka besar di dalam menyaksikan fenomena Allah YHWH yang memelihara hidup mereka. Mereka besar dengan penglihatan yang jelas akan pimpinan Tuhan hari demi hari. Generasi Yosua menjadi generasi yang dikhususkan dan dikuduskan oleh Allah, sebagai generasi yang akan memulai dari nol perihal penaklukkan tanah perjanjian.

Pimpinan Tuhan sangat jelas bagi Yosua. Kemenangan demi kemenangan perang boleh diterima oleh bangsa Israel. Dimulai dari kemenangan spektakuler di kota Yerikho hanya dengan mengelilingi tembok kota tersebut selama tujuh hari lamanya. Bagi orang-orang zaman itu (juga bagi kita pada zaman ini), bukankah hal yang sangat konyol untuk memenangi sebuah peperangan dengan cara demikian? Bagaimana mungkin hanya sekadar berkeliling sambil berteriak dapat merubuhkan tembok Yerikho yang begitu tebal? Tetapi generasi Yosua yang terus melihat kesetiaan Allah pada masa padang gurun memiliki iman yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Mereka setiap hari melihat manna turun dari sorga, dan yang juga setiap hari dipimpin oleh tiang awan dan api, mereka tidak pernah melihat Tuhan mereka lalai dan berubah setia dalam memelihara janji pada umat-Nya. Mereka taat kepada Tuhan, karena Tuhan mereka trustworthy. Pimpinan Tuhan tidak pernah bersalah di dalam perjalanan hidup mereka. Apa yang Tuhan nyatakan, itu pasti terjadi. Sehingga, dengan iman yang sedemikian dibentuk di padang gurun, generasi ini maju berperang sekalipun pimpinan Tuhan dirasa mustahil, dirasa mengada-ngada, atau bahkan konyol. Sekalipun mungkin pimpinan Tuhan melalui hamba-Nya dirasa aneh, ataupun dianggap salah pada masa itu, Tuhan mengonfirmasikan hamba-Nya. Kehendak-Nya terjadi satu demi satu, sekalipun dahulu banyak yang mengatakan bahwa itu mustahil.[7] Namun demikian, kita tidak bisa membuang fakta kekalahan di kota Ai. Hal tersebut memang menjadi sebuah peringatan untuk tidak berubah setia kepada yang bukan pimpinan Allah. TUHAN Allah begitu keras dengan menyaring Akhan karena kejahatannya. Namun secara keseluruhan, pekerjaan Tuhan di dalam generasi ini terus berjalan.

Yosua terus berjuang seumur hidupnya menyelesaikan pekerjaan Tuhan yang diberikan kepadanya. Peperangan demi peperangan sepertinya tidak pernah habis. Yosua harus pergi “berkhotbah” (baca: berperang) di banyak tempat setiap minggu. Bulan demi bulan dan tahun demi tahun, tak terasa usia Yosua sudah menjadi tua. Setelah puluhan tahun Yosua melayani Tuhan, visi yang besar itu belum selesai. Namun Tuhan tidak pernah memanggil hamba-Nya pulang sebelum tugas yang Tuhan embankan kepadanya selesai. Tuhan sekali lagi membuka pekerjaan yang harus dikerjakan kepada Yosua.[8] Pada masa tuanya, Yosua terus berpaut mengikuti pimpinan Tuhan yang dinamis sambil memimpin segenap jemaat Israel yang lamban, bahkan dicatat bermalas-malasan.[9] Yosua yang sudah tua itu terus memeras hidupnya. Hingga pada akhirnya, kita menemukan bagaimana kisah perjuangan Yosua ditutup dengan sebuah seruan semangat api zaman kepada generasi yang baru. Yosua memanggil seluruh perwakilan orang Israel ke Sikhem dan mendirikan sebuah tanda perjanjian bagi generasi selanjutnya, supaya mereka mengenang semua pekerjaan Allah di masa lampau dan terus mengingat dan berpaut hanya kepada Allah.[10] Demikianlah Yosua, hamba TUHAN Allah yang setia sedari masa mudanya itu menutup hayatnya dengan seruan dan teladan untuk terus beribadah hanya kepada Allah. Namun sering kali sejarah mencatat kisah tragis perihal transisi dari sebuah generasi kepada generasi selanjutnya.

Maka sekarang, sebentar lagi aku akan menempuh jalan segala yang fana. Sebab itu insaflah dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, bahwa satu pun dari segala yang baik yang telah dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, tidak ada yang tidak dipenuhi. Semuanya telah digenapi bagimu. Tidak ada satu pun yang tidak dipenuhi.
Yosua 23:14 (TB)

Dan bangsa itu beribadah kepada TUHAN sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua, dan yang telah melihat segenap perbuatan yang besar, yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel. Dan Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, mati pada umur seratus sepuluh tahun; ia dikuburkan di daerah milik pusakanya di Timnat-Heres, di pegunungan Efraim, di sebelah utara gunung Gaas. Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel. Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal.
Hakim-Hakim 2:7-11 (TB)

Munculnya Sebuah Generasi yang Tidak Mengenal Allah
Pertanyaan yang pertama kali muncul ketika kita membaca petikan ayat di atas adalah, “Mengapa sebuah bangsa, yang generasi pendahulunya hidup begitu beribadah kepada Allah malah diteruskan oleh generasi selanjutnya yang tidak mengenal Allah maupun sejarah iman mereka?” Mengapa sebuah tradisi keagamaan yang begitu kental tidak dapat mewarisi iman yang serupa kepada generasi selanjutnya? Mereka dicatat begitu beribadah kepada Allah, tetapi kenapa suatu bangsa yang sungguh-sungguh beribadah kepada Allah bisa memunculkan sebuah angkatan selanjutnya yang tidak mengenal Tuhan? Memang betul bahwa sikap hati yang begitu mengasihi Allah tidak serta-merta menjadi bagian dari faktor hereditas, tetapi kenapa seolah-olah tidak ada pengaruh keteladanan yang tersisa sama sekali? Bagaimana hal ini tidak menjadi sebuah catatan sejarah yang menakutkan? Generasi muda yang baru, yang besar di dalam keluarga-keluarga yang begitu religius ternyata tidak mengenal Tuhan dan meninggalkan iman leluhur mereka. Saya sungguh tidak mengerti, keteladanan hidup dari para tokoh generasi sebelumnya (Yosua dan para tua-tua) seolah-olah lenyap begitu saja. Keteladanan hidup yang begitu mengasihi dan setia kepada Allah selama puluhan tahun yang dibangun dan ditunjukkan oleh Yosua seolah-olah sirna! Sia-sia dan tak bergunakah keteladanan hidup yang berjerih-payah setengah mati melayani Tuhan di dalam menggugah dan menginspirasikan generasi selanjutnya? Kenapa angkatan yang baru/muda tidak dapat menangkap semangat tersebut? Mungkin kita jadi bertanya, “Jadi apa dampaknya selama ini para pendahulu mereka menunjukkan keteladanan hidup sekuat tenaga dalam kesetiaan mengasihi Allah?” Apa yang salah sebenarnya?

Generasi yang Kehilangan Sejarah
Mereka adalah generasi yang terputus dari sejarah. Entah bagaimana hal tersebut dapat terjadi, mengingat kebudayaan Yahudi pada masa itu sangat kental akan pengajaran hukum Musa. Setiap keluarga diharuskan untuk terus mengisahkan pekerjaan Tuhan di masa lampau yang telah membebaskan bangsa Israel dari banyak kesulitan.[11] Keterputusan dari garis sejarah ini membuat benang merah iman mereka pun terputus. Kita melihat, generasi baru setelah zaman Yosua ini telah membuang ingatan akan hamba-hamba Tuhan dan pekerjaan Tuhan atas bangsa Israel di masa lampau. Kita dengan mudah dapat menarik kesimpulan. Jikalau mereka membuang sejarah mereka, yang mana di dalamnya terdapat seluruh pengajaran/doktrin juga fakta pekerjaan Tuhan di dalam sejarah, lalu apa yang tersisa dari iman mereka? Tidak ada. Generasi yang membuang sejarah pasti membuang iman mereka. Maka dari itu tidak heran, implikasi dari pembuangan atas sejarah iman (pengajaran dan fakta pekerjaan Tuhan) ini menyebabkan mereka kehilangan identitas dan tenggelam dalam aktivitas keagamaan yang tidak berakar. Sehingga mudah sekali tentunya generasi ini diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran yang sesat. Karena segera di dalam ayat sebelas, mereka melakukan apa yang jahat di mata Allah dengan menyembah ilah palsu. Tidak adanya identitas dan akar keimanan yang mendalam membuat generasi ini tidak mungkin bertahan lama (sekalipun mereka mayoritas dan kuat secara militer) dari tekanan budaya kepercayaan asing di sekitar mereka. Warisan pengajaran iman di sepanjang sejarah melalui hamba-hamba-Nya telah Israel buang, maka Allah pun membuang Israel. Dan sampai Allah membangkitkan kembali hamba-hamba-Nya di dalam kitab Hakim-hakim, Israel yang tadinya dominan, malah didominasi oleh bangsa-bangsa yang tadinya lebih kecil.

Generasi yang Kehilangan Makna Keagamaan
Mereka adalah generasi yang kehilangan makna keagamaan di tengah-tengah kebudayaan bangsa yang agamis. Aktivitas keagamaan yang berjalan sebagai ritual, tetapi tidak dimengerti secara mendasar mengapa semua itu harus dijalankan. Kehilangan makna ini merupakan implikasi sambungan dari membuang sejarah iman pada poin sebelumnya. Ada kemungkinan bahwa pendidikan keagamaan di dalam keluarga-keluarga Israel tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga menghasilkan sebuah generasi yang tidak mengerti mengapa mereka harus tetap mengikuti perintah dari ikatan perjanjian antara leluhur mereka dengan Allah.[12] Inilah kebahayaan dari sebuah kelompok yang hanya berlabelkan kepercayaan tertentu namun tidak pernah berusaha mengerti dan menjalankan esensi dari kepercayaan yang mereka anut. Bom waktu yang tidak pernah disadari banyak orang, padahal kehilangan satu generasi berarti kehilangan seluruhnya. Sebab bagaimana menyambung kembali mata rantai yang sudah terputus? Maka dari itu tidak heran bahwa aksi Allah yang langsung menghukum umat Israel adalah sebuah aksi kasih. Oleh sebab Allah langsung menghukum Israel sekaligus membangkitkan hamba-Nya, maka ada mata rantai iman masih boleh terpelihara. Jikalau Tuhan tidak langsung menghukum bangsa Israel, sudah dapat dipastikan bahwa keyahudian akan punah dari muka bumi oleh sebab asimilasi dan akulturasi budaya-kepercayaan. Maka tidak tepat bila kita mengatakan seolah-olah Allah dalam Perjanjian Lama lebih kejam dari Allah dalam Perjanjian Baru mengingat betapa besarnya bahaya asimilasi dan akulturasi budaya-kepercayaan pada konteks zaman Perjanjian Lama.

Generasi yang Kehilangan Warisan Perjuangan
Mereka adalah generasi yang tidak tahu lagi caranya berjuang.[13] Generasi mereka adalah generasi yang sudah sampai pada kemapanan yang memanjakan. Generasi yang baru menganggap apa yang sekarang ada pada mereka sebagai sesuatu yang take it for granted. Mereka melupakan bagaimana zaman sebelum mereka harus berperang terus-menerus demi mendapatkan janji Tuhan. Mereka melupakan pembebasan dari tanah Mesir, mereka melupakan 40 tahun di padang gurun. Mereka melupakan Yosua yang sudah memeras diri sampai habis. Janji Tuhan yang boleh mereka nikmati merupakan hal yang diusahakan/dikerjakan generasi sebelum mereka. Entah mengapa, sebuah kelompok yang tengah merasa berjaya selalu saja mudah lengah. Daerah yang saat itu diduduki Israel dari kemenangan perang generasi sebelumnya adalah tanah yang sangat subur. Sehingga sangat mungkin bangsa-bangsa kecil yang tersisa di sekitar mereka masih merindukan tanah tersebut. Maka di sini, ancaman bagi Israel bukan saja proses asimilasi-akulturasi budaya, tetapi juga ancaman militer. Jikalau Israel tidak pernah bersiap menghadapi dunia sekitar yang selalu mengintai, sudah pasti Israel akan kehilangan tanah warisan mereka yang sudah diperjuangkan susah-susah oleh Yosua yang memeras hidupnya hanya bagi Allah dan kerajaan Allah. Maka dalam bijaksana Tuhan, Tuhan sengaja memakai bangsa sekitar Israel yang masih tersisa untuk menempa Israel, supaya generasi penikmat kemapanan ini tidak terus terbiasa take it for granted dan bermalas-malasan. Implikasi sambungan dari kehilangan sejarah iman (doktrin pengajaran dan fakta sejarah pekerjaan Tuhan) ini akan membuat puluhan tahun hasil kerja keras memeras keringat dan darah dari pendahulu mereka menjadi nol kembali. Sepertinya tepat untuk mengatakan bahwa Israel yang tidak mau bersusah-payah lagi mengejar pimpinan pekerjaan Tuhan adalah Israel yang tinggal menunggu mati. Yah, sebuah tamparan bagi kita.

Refleksi Pemuda Kristen: Kitakah si Pengulang Kesalahan Dalam Sejarah?
Kitakah generasi muda yang membuang sejarah? Yah, sepertinya generasi muda Kristen yang paling tidak menghargai warisan kekristenan. Berapa banyak warisan yang kita buang? Mungkin warisan iman ribuan tahun. Banyak hamba-hamba Tuhan penting di dalam sejarah yang tidak kita kenal. Banyak pengajaran doktrin dan fakta pimpinan/pekerjaan Tuhan di dalam sejarah yang tidak kita tahu. Banyak lagu-lagu gereja yang kita anggap kuno tanpa mengenal nilai dan keindahannya. Kita sepertinya begitu dungu di abad yang dikatakan begitu maju ini, sebab kita membuang warisan iman kita selama ribuan tahun. Jikalau warisan ini kita buang, jadi sebenarnya apa yang tersisa dari iman kita? Lalu bagaimana kita masih bisa menamakan diri kita Kristen? Generasi kita akan segera punah ketika kita sudah membuang warisan iman tersebut. Sebagaimana pemaparan di atas, bagaimana kita dapat bertahan dari pengajaran yang salah? Kedua, bagaimana kita dapat menemukan makna yang dalam dari aktivitas keagamaan kita? Ketiga, bagaimana kita bisa berjuang untuk sesuatu yang tidak pernah kita pahami? (karena kita akan sangat mungkin salah berjuang dan berjuang untuk sesuatu yang salah). Sebenarnya kondisi generasi muda setelah masa Yosua bukanlah generasi muda yang jauh kondisinya dari pada kita. Bukankah kita juga penikmat kemapanan? Bukankah iman kita begitu dangkal dan tidak terlatih? Dan juga mungkin kita sedang kehilangan arah dan makna di dalam aktivitas keagamaan kita. Kiranya perenungan bersama akan generasi umat Allah yang mewakili kita semua ini boleh menjadi sebuah wacana sederhana bagi pemikiran ulang akan iman kita dan kehidupan keagamaan kita. Menutup bagian terakhir ini, saya mengutip seorang penulis[14] dari buku “You Lost Me” demikian:

Tapi ada pertanyaan penting yang dilahirkan dari penelitian kami tentang kualitas dan kekuatan iman pemuda usia 20 tahunan yang tidak drop out. Secara garis besar, kebanyakan orang Kristen, dan bukan hanya orang percaya muda saja, kurang mempunyai pengetahuan Alkitab, doktrin, dan pengetahuan tentang sejarah gereja yang cukup. Tapi tekanan budaya yang secara unik dihadapi generasi Mosaic membuat berpegang pada iman Kristen menjadi pekerjaan yang sulit – jika iman mereka dangkal, bagaimana mereka bisa bertahan? Apakah cara pandang theologis dan komitmen mereka pada Kristus cukup dalam? Apakah generasi ini akan bertahan atau mereka akan tersingkir oleh tekanan budaya? Sampai seberapa jauh akomodasi budaya dan aklimasi budaya mendefinisikan iman mereka? Apakah mereka akan menyerah kepada norma budaya yang membunuh iman?” – David Kinnaman, Presiden Barna Group.

Waktu saya masih muda, saya sangat kagum kepada hamba-hamba Tuhan di dalam sejarah yang bisa melayani berpuluh-puluh tahun. Lalu umur 17, tahun 1957 sampai sekarang(2007) begitu banyak kepahitan dan kesukaan, begitu banyak kesulitan dan berkat Tuhan yang sudah kami alami. Tak sangka waktu lewat demikian cepat, sehingga saya telah melayani 50 tahun (2007). ‘Dia ada di sini malam ini, Tuhan ada di sini malam ini, Tuhan hidup di sini, Tuhan hidup di takhta-Nya, Tuhan hidup di dalam setiap jiwa orang yang beriman kepada Dia, Tuhan hidup di dalam hati saya’. 50 tahun bukan terlalu panjang, tetapi bukan terlalu pendek. Panjangnya pelayanan seseorang tidak ada arti apa-apa kecuali membuktikan Allah itu sangat sabar, toleran dan mau dengan tekun memimpin seorang hamba-Nya yang tidak layak boleh melunaskan tugas pelayanannya sampai puluhan tahun. Di dalam 50 tahun ini begitu banyak kesalahan, kelemahan manusia, tetapi ini malah membuktikan begitu banyak toleransi, begitu banyak pimpinan Tuhan bagi hamba-Nya yang tidak layak.”[15] – Pdt. Dr. Stephen Tong.

Nikki Tirta
Pemuda FIRES

Referensi:
Richard L. Pratt, Jr., NIV Spirit of the Reformation Study Bible ( Zondervan, 2003).
Matthew Henry’s Commentaries.
David Kinnaman, You Lost Me (Baker Books, 2011).

Endnotes:
[1] Masa-masa menuju pembuangan yang dimulai dari invasi bangsa Asyur hingga masuknya bangsa Israel ke dalam masa pembuangan.
[2] Ratapan dan Matthew Henry’s Commentaries tentang kitab tersebut.
[3] Keluaran 17; 24.
[4] Bilangan 14:1-9.
[5] Keluaran 32:9-10.
[6] “Inilah sebabnya Yosua menyunat mereka: semua orang yang keluar dari Mesir, yakni yang laki-laki, semua prajurit, telah mati di padang gurun di tengah jalan, setelah mereka keluar dari Mesir. Sebab, semua orang yang keluar dari Mesir itu telah bersunat, tetapi semua orang yang lahir di padang gurun dalam perjalanan sejak keluar dari Mesir, belum disunat.” – Yosua 5:4-5 (TB).
[7] Bilangan 13:28-14:4.
[8] Yosua 13.
[9] “Sebab itu berkatalah Yosua kepada orang Israel: “Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?” – Yosua 18:3 (TB).
[10] Yosua 23-24.
[11] Ulangan 4:9; 6:1-6.
[12] Catatan kaki perihal Hakim-Hakim 2:10 dari NIV Spirit of Reformation Study Bible, hlm. 351.
[13] http://www.studylight.org/com/mhm/view.cgi?book=jud&chapter=003
[14] David Kinnaman adalah presiden dan pemilik mayoritas Barna Group, sebuah firma penelitian terkenal yang berfokus pada meneliti fenomena persimpangan antara iman dan budaya. Barna Group berlokasi di Ventura, California. David bergabung dengan tim penelitian George Barna sebagai mahasiswa magang di tahun 1995. Sejak saat itu David telah mendesain dan menganalisa ratusan proyek penelitian pasar untuk bermacam-macam klien, termasuk American Bible Society, Billy Graham Evangelistic Association, CARE, Columbia House, Compassion, Easter Seals, Focus on the Family, Habitat for Humanity, Humane Society, NBC-Universal, ONE Campaign, Salvation Army, SONY, Walden Media, World Vision, Zondervan (HarperCollins) dan masih banyaklagi. Selain melakukan penelitian atas permintaan klien, ia juga mengawasi 86 perwakilan penelitian di seluruh Amerika yang melakukan penelitian terhadap orang dewasa, remaja, dan rohaniwan, di area iman, kerohanian, opini publik, sikap politik dan dinamika budaya.Hasil penelitian ini sering dikutip oleh media utama (seperti USA Today, Wall Street Journal, Fox News, Chicago Tribune, New York Times, dan Los Angeles Times). Selama enam belas tahun berada di Barna Group, Kinnaman telah mengawasi atau mengarahkan wawancara lebih dari 350.000 individu dan pemimpin. Bukunya “You Lost Me” Diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Visi bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Theologia Bandung.
[15] Diambil dari kata sambutan Beliau dalam memeringati 50 tahun pelayanan yang sudah Beliau kerjakan (1957-2007), hingga tahun ini (2013), Beliau sudah melayani Tuhan selama 56 tahun. Video diunduh melalui situs http://www.youtube.com/watch?v=enVMdEZ0EIc, Diakses pada tanggal 11/12/2013.