Predestinasi: Suatu Pendekatan Melalui Pengenalan Akan Allah Tritunggal

Ketika mendengar kata “predestinasi”, kebanyakan orang akan bereaksi mengernyitkan dahi dan menghela nafas. Mengapa demikian? Karena yang tebersit dalam kepalanya adalah perdebatan-perdebatan yang sengit dan tidak pernah ada habisnya. Tetapi benarkah doktrin ini sedemikian rumitnya dan tidak memberikan kita faedah apa pun dalam kehidupan kita? Saya percaya bahwa jika sebuah pengajaran benar-benar seturut dengan yang Alkitab katakan, pengajaran itu akan sangat berguna ketika kita mengertinya dengan baik.

Bagaimana kita bisa mengerti mengenai predestinasi dengan baik? Ketika orang berbicara tentang predestinasi, biasanya langsung dipertentangkan dengan kebebasan manusia. Bagaimana manusia bisa memiliki kebebasan jika segala hal sudah ditetapkan sejak semula? Apakah manusia tetap bertanggung jawab atas dosa-dosanya jika semua sudah ditetapkan? Bukankah manusia tidak mempunyai kekuatan melawan apa yang sudah digariskan Tuhan? Apa bedanya predestinasi dengan teori deterministik dan konsep takdir di agama atau pemikiran lainnya? Sebagai orang Reformed, kita tahu jawabannya adalah Tuhan sudah menetapkan segala sesuatu tetapi yang manusia lakukan tetap berdasarkan kemauannya sendiri sehingga tetap bertanggung jawab. Tetapi masih banyak hal yang mengganjal rasanya pada jawaban ini dan membuat orang tidak puas. Apakah ada pengertian yang lebih baik lagi mengenai hal ini?

Ketika membahas mengenai predestinasi, sering kali kita tidak melibatkan pengertian mengenai siapakah Allah. Mungkin kita perlu melihat siapa Allah dan apa yang dilakukan-Nya untuk bisa mengerti dengan lebih baik mengenai predestinasi. Allah adalah Allah yang rela dan mau membatasi diri untuk berinteraksi dengan ciptaan-Nya, bahkan ketika ciptaan-Nya sudah berdosa. Tetapi walau bagaimanapun juga Allah tetaplah Allah, Sang Pencipta yang berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebelum Allah mencipta, Dia sudah terlebih dahulu ada dan Allah saling mengasihi dalam diri-Nya yang Tritunggal. Sebelum menciptakan, Allah Bapa sudah merencanakan apa yang akan terjadi dan menetapkan orang-orang pilihan-Nya. Allah menggenapkan segala yang direncanakan-Nya sampai hari ini setelah Allah melakukan penciptaan.

Ada dua cara memandang bagaimana Allah berhubungan dengan sesuatu, yaitu secara ontological dan economical. Apa maksudnya? Ontological berarti Allah berhubungan dengan diri-Nya sendiri. Economical berarti Allah berhubungan dengan ciptaan-Nya. Konsep ontological dan economical ini sangat penting bagi kita untuk mengenal Allah Tritunggal dan predestinasi. Sering kali orang mencampuradukkan ontological dan economical sehingga menimbulkan kebingungan yang tidak perlu.

Ketika Tuhan Allah merencanakan segala sesuatu sebelum dunia dijadikan, Tuhan melakukannya secara ontological. Penetapan Allah tidak dapat kita ketahui sebelum terjadi karena hal itu dilakukan Tuhan dalam diri-Nya sendiri dan tidak diberitahukan kepada kita. Beberapa hal yang diberitahukan sebelumnya kepada kita adalah melalui intervensi Tuhan dalam sejarah melalui nabi dan firman-Nya. Tetapi apa yang tidak Tuhan beritahukan, hal itu selama-lamanya tersembunyi bagi kita dan hanya Allah yang tahu (Ul. 29:29). Maka segala hal mengenai diri Tuhan (termasuk penetapan-Nya, alasan Tuhan mencipta, alasan Tuhan membiarkan adanya dosa dalam dunia ini, alasan mengapa memilih yang satu dan membuang yang lain) yang tidak diwahyukan kepada kita berada dalam ranah ontological.

Ketika Tuhan berelasi dengan ciptaan-Nya dari Adam sampai sekarang, hal itu terjadi secara economical. Tuhan memberikan kita firman-Nya dan benar-benar menuntun orang yang dikasihi-Nya untuk bertumbuh dan berjalan bersama-sama dengan Dia. Kehidupan bangsa Israel menjadi contoh paling nyata untuk hal ini. Bangsa Israel sering dimarahi Tuhan, dikasihi Tuhan, dituntun Tuhan dengan cara yang bermacam-macam. Bahkan Alkitab tidak segan-segan menulis “Allah menyesal”, ketika Allah berhadapan dengan ciptaan-Nya yang berdosa. Betulkah Allah menyesal? Musa berdoa syafaat ketika Tuhan mau memusnahkan bangsa Israel, akhirnya Tuhan berubah pikiran. Apakah Allah bisa berubah pikiran? Sering kali kita kesulitan menjawab hal seperti ini dan takut ceroboh menjawabnya. Tetapi kita sebenarnya bisa dengan tenang mengatakan bahwa semua hal itu betul-betul terjadi, tentu saja dalam ranah economical.

Apakah Allah bisa berubah? Ya dan tidak. Tidak secara ontological, ya secara economical. Secara ontological Allah dari kekal sampai kekal adalah Tritunggal yang kudus dan tidak berubah. Allah tidak pernah kaget karena ada sesuatu yang “melenceng” dari penetapan-Nya. Secara economical Tuhan bukan hanya bisa berubah pikiran, bahkan bisa mengambil tubuh berdosa untuk menjadi sama seperti kita supaya kita boleh selamat. Orang yang tidak memiliki konsep ini sering kali kesulitan dalam mengerti apa yang Allah lakukan karena apa yang dipaparkan secara theologis dan apa yang disajikan Alkitab seakan-akan bertolak belakang.

Apa gunanya konsep ontological dan economical ini untuk mengerti predestinasi? Predestinasi berarti Allah menetapkan sejak dunia belum dijadikan, memilih orang-orang pilihan-Nya. Hal ini terjadi secara ontological. Ketika kita berbicara tentang tanggung jawab manusia, kita masuk kepada ranah economical, sehingga tidak dapat langsung kita benturkan dengan penetapan Allah. Ketika Adam dan Hawa mau berdosa, apakah benar-benar ada pilihan? Benar-benar ada dan semua pergumulan mereka autentik dan tidak dibuat-buat. Sama seperti Adam dan Hawa, karena itulah kita bertanggung jawab atas dosa-dosa yang kita lakukan kepada Tuhan.

Ketika Tuhan marah kepada bangsa Israel, apakah Tuhan benar-benar marah? Bukankah Tuhan sudah tahu mereka akan seperti itu? Sudah gilakah Tuhan marah-marah sendiri mengenai hal yang sudah diketahui-Nya akan terjadi? Bukankah lebih mudah bagi-Nya untuk bermain sulap sejak semula sehingga Israel tidak melakukan hal yang mendukakan hati-Nya? Apakah manusia adalah robot yang menjalankan semua yang Tuhan tetapkan tanpa pergumulan? Pergumulan palsukah yang kita semua alami dalam dunia ini? Tidak. Tuhan ketika marah kepada orang Israel, Tuhan benar-benar marah seperti kita marah kepada seseorang. Ketika kita bergumul, pergumulan kita itu autentik dan tidak dibuat-buat. Ketika kita memilih sesuatu, itu benar-benar adalah hasil kebebasan pilihan kita. Inilah kenyataan dalam dunia economical.

Mengapa bisa demikian? Kita sering kali menganggap Tuhan setara dengan kita. Kalau kita menjadi orang yang sudah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, mungkin sekali kita tidak bisa bereaksi secara natural kepada apa yang terjadi, bahkan kita akan memanipulasi apa yang akan terjadi. Tetapi marilah melihat Tuhan sebagai Allah yang kudus dan Mahakuasa, yang berbeda dengan kita yang berdosa dan terbatas. Allah sanggup membatasi diri-Nya untuk berelasi dengan ciptaan-Nya dengan sungguh-sungguh. Allah sanggup marah dengan hati yang sungguh-sungguh atau mendidik umat-Nya walaupun Dia tahu apa yang akan terjadi nantinya. Allah sanggup sedih dan menyesal dengan sungguh-sungguh, bukan untuk diri-Nya sendiri melainkan untuk mengajar umat-Nya bagaimana harus hidup di hadapan-Nya.

Jadi predestinasi dan tanggung jawab manusia sebenarnya tidak pernah bertentangan, bahkan keduanya saling melengkapi dalam kehidupan kita, menjadikan kita orang Kristen yang kuat dan memancarkan kemuliaan Tuhan. Predestinasi membuat kita memiliki kepastian bahwa apa yang kita lakukan tidak sia-sia, sehingga kita bisa mengerjakan segala sesuatu dengan perjuangan dan ketekunan yang maksimal.

Kita terus menginjili ke mana pun dengan gigih karena tahu Allah sudah menetapkan ada orang yang akan diselamatkan melalui Injil dan penginjilan kita tidak akan sia-sia. Kita terus berdoa kepada Tuhan karena kita tahu Tuhan itu hidup dan mendengarkan pergumulan kita dengan jujur. Jika kita berpikir bahwa kita tidak perlu berdoa lagi karena Tuhan Mahatahu dan tidak perlu menginjili lagi karena Tuhan sudah memilih, lagi-lagi kita mencampuradukkan wilayah ontological dan economical, dan akhirnya menyesatkan dan merugikan diri sendiri.

Allah kita adalah Allah yang hidup, jujur, berpribadi, dan mengasihi kita. Predestinasi adalah anugerah dari Tuhan yang boleh menjadi kekuatan dan pengharapan kita dalam perjuangan menghadapi dosa dan pembangunan Kerajaan Allah dalam dunia ini. Marilah menjadi manusia sejati di hadapan Allah, yang tunduk kepada-Nya, Sang Pencipta dan Penebus kita.

Let God be God and let man be man. – Søren A. Kierkegaard

Rolando
Pemuda FIRES