The Humble Way of The Glorious King

Coba kita bayangkan kalau kita memiliki konteks hidup seperti ini. Hidup sebagai kaum marjinal (mungkin miskin, minoritas, atau dikucilkan) yang hidup di tengah kondisi yang begitu rusak. Pemerintah tidak bisa menjadi harapan karena bukan kepentingan bersama yang diutamakan melainkan kepentingan pribadi oknum-oknum di dalam pemerintahan. Ekonomi tidak dapat dijadikan sandaran karena dipenuhi oleh ‘serigala-serigala’ rakus yang menggerogoti demi memuaskan hasratnya yang cinta akan uang. Politik tidak lagi dapat dipercaya dengan segala manipulasi dan janji gombal yang ditawarkan. Hukum yang dipermainkan dan tidak lagi menegakkan keadilan. Dan yang paling mengerikan adalah agama yang diperalat demi kepentingan kelompok maupun pribadi yang jauh dari nilai-nilai kebenaran. Kondisi hidup yang sangat menyesakkan yang membawa keputusasaan. Lalu di tengah-tengah kondisi yang mengerikan tersebut tebersit suatu janji yang sejak dahulu terus diperbincangkan sekaligus menjadi sebuah harapan akan datangnya seorang Penyelamat, seorang Pemimpin, seorang Raja, yang akan merevolusi atau mengubah total situasi tersebut menjadi keadaan yang jauh lebih baik. Janji yang bukan hanya menentukan nasib suatu kelompok atau bangsa tetapi nasib seluruh umat manusia.

Di dalam kondisi seperti ini sudah pasti ekspektasi atau harapan akan seorang yang dijanjikan ini sangatlah besar. Kita akan membayangkan bahwa orang ini adalah seorang tokoh yang hebat dan memiliki karisma dan kemampuan yang besar. Ia akan dengan berani dan tegas menyatakan kebenaran dan keadilan dan mengikis habis semua kerusakan dan akhirnya membangun kondisi kehidupan yang baik, adil dan membawa kedamaian bagi semua orang. Orang seperti ini sudah pasti bukan orang biasa, ia akan memiliki hidup yang tidak biasa dibandingkan orang-orang lainnya.

Peranan yang begitu penting tidak bisa dijalankan oleh orang sembarangan. Ia harus memiliki kemampuan dan kompetensi yang tinggi. Maka, jauh lebih mudah untuk memercayai bahwa orang seperti ini lahir dari jajaran orang penting. Kelahiran seorang raja lebih masuk akal kalau terjadi di sebuah istana. Tetapi siapa yang menyangka kalau Sang Raja dan juga Juruselamat ini lahir dari keluarga tukang kayu. Siapa yang dapat percaya kalau seorang yang dijanjikan ini lahir di kadang binatang dengan beralaskan palungan. Bahkan keluarganya sendiri pun tidak memercayai bahwa Ia adalah Mesias. Jalan seperti inilah yang Kristus jalani. Ia bisa saja memilih jalan yang jauh lebih enak tetapi jalan yang sederhana seperti inilah yang Ia pilih. Sebagai seorang yang memegang peranan penting bagi seluruh umat manusia memilih untuk lahir di kandang binatang bukan di kastil yang megah, memilih untuk hidup dalam keluarga tukang kayu bukan keluarga bangsawan.

Bukan hanya itu, menjadi manusia pun merupakan jalan kerendahhatian yang Allah pilih. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan, “A good content needs a good container.” Wujud fisik manusia bukanlah container yang memadai untuk Allah. Hal ini bukan berarti fisik manusia atau kedagingan itu bersifat jahat seperti yang dipercayai oleh gnostiksisme atau docetisme. Fisik manusia adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang baik tetapi dosalah yang merusaknya. Dalam konteks ini yang menjadi sorotan adalah Pencipta memilih untuk mengambil rupa sebagai ciptaan. Allah yang tidak terbatas memilih untuk membatasi diri-Nya. Di dalam keterbatasan-Nya sebagai ciptaan, Ia mengalami haus, lapar, lelah seperti yang dialami ciptaan lainnya. Bukan hanya keterbatasan fisik tetapi Ia juga mengalami emosi yang dialami oleh manusia lainnya. Kesedihan, kegembiraan, marah, dan sebagainya, Ia rasakan. Maka kita dapat melihat begitu besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh Kristus.

Kita sering berpikir bahwa untuk memiliki pengaruh yang luas, kita harus memiliki kedudukan yang tinggi. Untuk memiliki kekuasaan, kita harus memiliki kekayaan yang besar. Atau ada juga yang mengandalkan relasi atau jaringan kenalan untuk membantu membangun pengaruh kita. Tetapi kalau kita melihat pada kehidupan Kristus, jalan yang Ia pilih bukan jalan yang bersandarkan pada takhta dan harta tetapi jalan yang bersandarkan pada kehendak Allah dan menjalankan pekerjaan ini dengan berkhotbah keliling dan melayani orang-orang dari kota-kota besar hingga ke daerah-daerah yang kecil. Jalan yang terlihat sederhana ini justru memiliki pengaruh yang jauh lebih besar daripada jalan yang selama ini kita pikir paling efektif. Tetapi khotbah atau pengajaran yang Kristus berikan di dalam pelayanan-Nya bukanlah hal yang biasa. Sewaktu Ia masih kecil, pengetahuan-Nya sudah membuat takjub orang-orang yang mendengarkan-Nya. Dalam pelayanan-Nya, tidak sedikit peristiwa yang mencatat bagaimana pengajaran yang diberikan Kristus memiliki hikmat dan kebijaksanaan yang melampaui semua pengajaran yang pernah diberikan. Penafsiran yang Kristus berikan dalam membaca Perjanjian Lama memberikan pengertian yang kembali pada maksud yang sesungguhnya dari tulisan-tulisan tersebut. Bahkan Ia menjadi Penggenap janji-janji yang pernah diberikan Allah melalui nabi-nabi-Nya. Terlebih lagi, pengajaran Kristus bukan hanya memberikan kebijaksanaan dan hikmat yang baru tetapi dicatat dalam Alkitab bahwa pengajaran Kristus memiliki kuasa yang mengubah hati orang yang percaya untuk kembali kepada Allah.

Dalam mengajar, Kristus tidak memandang bulu. Setiap kebenaran Ia ungkapkan secara langsung maupun tidak langsung (melalui perumpamaan). Ia tidak takut kepada siapa pun pendengar-Nya, kebenaran dinyatakan dengan gamblang dan keberdosaan ditegur dengan tegas. Sifat pengajaran Kristus inilah yang menjadikan-Nya tokoh “kontroversial”. Orang-orang yang menyadari dan benar-benar mengerti apa yang Kristus ajarkan, mengikuti-Nya dengan sepenuh hati hingga berani mengorbankan nyawanya. Tetapi orang-orang yang membenci-Nya, sampai akhir hidupnya selalu berusaha untuk menghancurkan Kristus. Cara pengajaran seperti ini bukanlah cara pengajaran yang disarankan, bahkan dijauhi oleh dunia yang tidak berani mengemukakan kebenaran dan menegur dosa.

Selain pengajaran, Kristus melakukan banyak mujizat mulai dari yang sederhana hingga yang mengejutkan banyak orang yang melihatnya. Misalnya saja, mulai dari mujizat mengubah air menjadi anggur pada pernikahan di Kana yang hanya diketahui oleh  beberapa orang saja pada saat itu hingga mujizat yang diketahui secara massal seperti peristiwa Yesus membangkitkan Lazarus.  Semua mujizat yang Kristus kerjakan memiliki makna dan maksud untuk menunjukkan siapakah Kristus dan misi apa yang sedang Ia kerjakan di dalam dunia ini. Oleh karena itu, mujizat yang dikerjakan oleh Kristus bukanlah fokus utama, tetapi makna yang Ia ingin sampaikan yang menjadi fokus utama. Kristus sangat selektif dalam melakukan mujizat-Nya sehingga tidak seperti cara berpikir kita yang mengeksploitasi suatu kelebihan atau kespektakuleran sehingga akhirnya hal itu menjadi biasa dan tidak bermakna. Kristus melakukan mujizat yang berkaitan dengan seluruh misi hidup-Nya sehingga menjadi sangat bermakna. Suatu pola pikir yang dianggap bodoh oleh dunia yang suka memamerkan kehebatan mereka tetapi nihil akan makna.

Hal lain yang dapat kita lihat dari kehidupan Kristus adalah masa Dia melakukan pelayanan-Nya yang begitu singkat tetapi memiliki pengaruh yang paling besar. Seperti yang berkali-kali dikemukan oleh Pdt. Stephen Tong, bahwa di antara semua pendiri agama yang ada di sepanjang sejarah, Kristus adalah satu-satunya pendiri yang masa pelayanan-Nya paling singkat. Ia menyebarkan berita mengenai Kerajaan Allah hanya di dalam periode 3,5 tahun. Bahkan Ia mengakhiri hidup-Nya dengan cara yang paling kejam yang pernah ada di dalam sejarah yaitu melalui penyaliban. Walaupun singkat dan akhir hidup yang mengenaskan, pengajaran yang Ia sampaikan memiliki pengaruh yang paling luas hingga saat ini. Bahkan pengaruh-Nya bukan hanya pada area spiritual dan moral saja tetapi juga menjadi pemicu bagi majunya pemikiran di bidang studi lainnya. Banyak tokoh besar dunia percaya kepada berita kebenaran yang Kristus sampaikan.

Dari perbandingan ini, maka kita dapat melihat bahwa cara atau jalan yang Yesus kerjakan di dalam dunia ini, kalau kita pandang dari kacamata “kelaziman” yang dikerjakan orang besar pada umumnya, maka cara Kristus sangatlah tidak lazim bahkan sangat remeh. Tetapi justru cara yang sangat remeh ini memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan orang lain. Hal ini dapat terjadi karena apa yang Yesus kerjakan tidak terlepas dari siapa pribadi Kristus dan juga motivasi serta tujuan setiap pekerjaan yang Ia lakukan.

Sebagai Allah Pribadi Kedua yang juga adalah pencipta dunia ini, Kristus memiliki kuasa yang tidak terbatas. Ia bisa menjadikan sesuatu dari ketidakadaan menjadi ada maupun sebaliknya. Ia juga menentukan jalannya sejarah, bahkan menopang pergerakan sejarah. Semua hal yang ada di dalam ciptaan bergantung kepada Dia, bahkan tindakan-tindakan jahat pun bergantung kepada Dia (Cornelius Van Til menggambarkan hal ini seperi seorang anak kecil yang menampar wajah orang tuanya sementara anak tersebut sedang digendong oleh orang tuanya). Ia adalah sepenuhnya Allah. Di dalam Filipi 2:5-8,

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan  diri-Nya sendiri , dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia . Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”

Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa Kristus bukan hanya sepenuhnya Allah tetapi Ia juga berinkarnasi sehingga Ia adalah sepenuhnya manusia. Inilah yang kita kenal sebagai dwinatur Kristus. Segala kuasa yang Ia miliki dan Ia kerjakan di dalam dunia tidak terlepas bahwa Ia memiliki dwinatur. Oleh karena itulah banyak hal yang kita anggap sebagai hal yang biasa bisa menjadi hal yang begitu mengherankan karena Kristus yang kerjakan. Hal-hal yang sering kali kita anggap sebagai kemustahilan untuk dikerjakan menjadi mungkin bahkan berhasil dikerjakan karena Kristus yang mengerjakan.

Di dalam kutipan Filipi 2 tersebut, kita juga bisa melihat bagaimana Kristus menjadi hamba yang taat sepenuhnya hingga mati di kayu salib. Seorang Raja di atas segala raja yang begitu agung menjadi hamba yang sepenuhnya taat kepada kehendak Bapa di sorga. Inilah yang menjadi kunci utama mengapa cara pelayanan Kristus yang terlihat biasa ternyata memberikan dampak yang begitu besar. Itu dikarenakan Ia taat sepenuhnya kepada Allah. Setiap hal yang Kristus kerjakan tidak pernah terlepas dari kehendak Allah. Bahkan Alkitab menggambarkan bagaimana Kristus bergumul di Taman Getsemani dalam menjalankan kehendak Allah dengan mengesampingkan kehendak diri. Kalau kita melihat lanjutan dari perikop Filipi yaitu di Filipi 2:9-11, kita akan mendapatkan penjelasan bagaimana cara Kristus yang merendahkan diri-Nya walaupun Ia adalah Raja yang agung, justru menyebabkan Allah sangat meninggikan Kristus. Inilah paradoks ketaatan kepada Allah dengan keagungan. Semakin kita taat kepada kehendak Allah maka apa yang kita kerjakan memiliki nilai yang agung dan menjadi berkat bagi banyak orang.

Dari kerendahan hati Kristus dalam menjalankan misi hidup-Nya, kita dapat mempelajari beberapa hal untuk kehidupan kita. Pertama, yang harus menjadi fokus utama dalam menjalankan hidup adalah kehendak Allah dan ketaatan kita kepada-Nya. Inilah kunci utama dalam membangun misi hidup yang menjadi berkat dan memberikan pengaruh kepada orang lain. Yang menjadi catatan di dalam taat kepada kehendak Allah adalah kerelaan hati kita untuk menanggung segala konsekuensinya. Mulai dari mengesampingkan keinginan pribadi hingga kesulitan dan penderitaan yang harus kita tanggung dengan taat kepada Kristus. Bahkan kesiapan hati kita untuk tidak melihat secara langsung hasil dari apa yang kita kerjakan. Bahkan kesiapan hati kita untuk tidak pernah merasakan buah dari apa yang kita kerjakan. Tetapi hal ini bukan berarti kita mengerjakan pekerjaan yang sia-sia. Tuhan memiliki kebijaksanaan-Nya sendiri dalam menggenapkan setiap pekerjaan yang Ia lakukan dan kita sebagai alat-Nya hanya menjalankan semuanya dengan penuh ketaatan. Inilah yang dikerjakan oleh Kristus hingga akhir hidup-Nya di kayu salib. Kalau kita melihat dengan kacamata orang dunia maka yang Ia kerjakan semuanya berakhir dengan kesia-siaan. Tidak ada kerajaan yang baru, tidak ada perubahan pada kondisi yang sudah bobrok. Tetapi kalau kita benar-benar taat kepada Tuhan, cepat atau lambat kita pasti akan menyadari bahwa pekerjaan Tuhan tidak pernah gagal. Hanya saja Ia bekerja dengan cara yang tidak pernah kita kira. Terkadang dalam ketersembunyian, terkadang dalam hasil yang begitu signifikan terlihat. Tetapi inilah yang harus kita pegang dalam misi hidup kita, yaitu taat kepada Allah seperti Kristus juga taat kepada Allah dengan kerelaan menyangkal diri dan memikul salib.

Hal yang terakhir adalah mengenai paradoks kerendahan hati untuk taat dengan keagungan. Di saat kita memilih untuk taat kepada Allah, itu berarti kita siap untuk mengesampingkan segala pride diri kita. Mungkin kita berpikir bahwa dengan mengerjakan pekerjaan yang besar atau pekerjaan yang signifikan maka kita akan memiliki popularitas yang disegani orang. Memang kalau kita melihat tokoh-tokoh Kristen yang besar seperti John Calvin, mereka disegani karena hasil karya mereka yang begitu besar dan signifikan. Tetapi kesombongan tidak pernah ada dalam kehidupan mereka, melainkan kerendahan hati mengerjakan pekerjaan Tuhan. Di sinilah letak paradoks itu. Semakin kita mengesampingkan pride diri dan menghambakan diri kita kepada kehendak Allah, semakin kita dihormati orang. Tetapi itu bukan karena usaha kita melainkan karena anugerah Tuhan. Sebaliknya jikalau kita mengerjakan pekerjaan Tuhan dengan motivasi demi kehormatan diri maka semakin kita akan direndahkan.

Belajarlah dari Kristus yang memilih untuk mengesampingkan segala hak yang Ia miliki dan memilih untuk taat kepada Bapa serta mengerjakan pekerjaan yang dianggap sepele oleh dunia. Tetapi justru di balik semua itu Allah memakai karya Kristus menjadi karya yang terbesar dan memiliki makna kekal. Belajarlah dari Sang Raja Agung yang rela turun merendahkan diri menjadi seorang hamba yang setia hingga mati menggenapkan seluruh kehendak Allah.

Simon Lukmana
Pemuda GRII Bandung