Latar Belakang
Dalam Alkitab terdapat banyak kata yang kedengarannya negatif sekali, seperti: kutuk, sundal, celaka, dan lain-lain. Firman hidup dan yang menghidupkan ini mengapa banyak berisi kata-kata yang bersifat negatif? Sungguh Tuhan ingin membentuk kita dengan cara yang seringkali tidak kita mengerti. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan” (Yesaya 55:8).
Seperti kita ketahui, dalam Perjanjian Baru banyak disinggung mengenai elit-elit agama dan bahkan mereka sendiri memiliki kelompok-kelompok tersendiri, seperti: orang Farisi, Saduki, Zelot, ahli-ahli Taurat, dan lain-lain. Dalam perikop ini (Matius 23:1-36) khusus disinggung orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.
Ahli-ahli Taurat tersebar di Yudea dan Galilea sebagai guru-guru yang mengajar anak-anak di dalam Taurat dan juga mengajar orang-orang dewasa. Mereka adalah cendekiawan-cendekiawan Yahudi yang dilatih untuk mengembangkan ajaran Taurat, mengajar murid-murid baik melalui lisan maupun tulisan dan menerapkan hukum Taurat dalam lingkungan orang Yahudi. Mereka mempelajari dan menafsirkan hukum Taurat dengan teliti. Mereka memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan menjadi anggota dari Sanhedrin (mahkamah agama) di samping imam besar dan tua-tua.
Farisi berarti “yang memisahkan diri”; jumlah mereka sekitar 6000 orang dan tersebar di seluruh Yerusalam, walaupun ada sebagian yang bermukim di daerah pinggiran. Mereka mengajar dan juga menafsirkan Taurat menurut tradisi secara turun temurun. Mereka mengajar di synagogue (rumah-rumah ibadah), menjadi panutan bagi orang awam dan mengangkat diri sebagai pelestari dan pelindung hukum Taurat. Orang-orang Farisi beranggapan bahwa tafsiran dan ketetapan yang diturunkan dari tradisi memiliki otoritas yang sama dengan hukum Taurat. Sebenarnya mereka lebih mementingkan etika dan ritual-ritual keagamaan.
Pendahuluan
Dalam Injil Matius, khotbah Tuhan Yesus dimulai dengan berkat (Khotbah di Bukit) dan menjelang khotbah tentang Akhir Zaman diakhiri dengan “celaka” terhadap pemimpin-pemimpin agama. Pada masa itu, orang-orang Yahudi mengalami tekanan yang berat dari orang-orang Farisi dengan hukum-hukum yang kaku dan ketat.
Dalam pasal 23 ini, pendengar pada saat itu adalah murid-murid Tuhan Yesus, orang-orang awam dan juga tidak tertutup kemungkinan pemimpin-pemimpin agama.Tuhan Yesus membiarkan mereka meninjau dari sisi penyimpangan agama dan menghendaki mereka untuk berhati-hati.
Dalam ayat 3, Tuhan Yesus meminta orang banyak dan murid-muridnya untuk menuruti dan melakukan segala sesuatu yang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ajarkan tetapi dalam Matius 16:6, Tuhan Yesus memperingatkan murid-muridnya untuk berhati-hati terhadap ragi orang Farisi dan Saduki. Kelihatannya ayat-ayat ini saling bertolak belakang. Apakah Tuhan Yesus tidak konsisten dengan perkataan-Nya? Ataukah Tuhan Yesus menyetujui ajaran mereka? Dalam ayat ke-2 dikatakan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa (menjadi pewaris hukum Taurat), menjadi pemegang Firman Tuhan. Ini jelas menggambarkan bahwa Tuhan Yesus bukan setuju dengan ajaran ahli-ahli Taurat maupun orang-orang Farisi, melainkan sekali lagi Tuhan Yesus meneguhkan Firman Tuhan yang yang justru disimpangsiurkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Firman Tuhan sendiri berotoritas, tanpa harus didukung dengan wibawa manusia, dan juga Firman Tuhan tidak akan luntur sekalipun itu keluar dari mulut seorang munafik. Sehingga dengan demikian, jelas bagi kita bahwa Tuhan Yesus bukan setuju dengan ajaran “mereka”, melainkan ajaran Firman Tuhan yang mereka ajarkan.
Selanjutnya disinggung untuk tidak menuruti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan tetapi tidak melakukannya. Membahas sampai kepada bagian ini, menjadi suatu introspeksi bagi setiap kita. Sering sekali kita merasa lebih siap untuk mengajarkan kebenaran Firman Tuhan, daripada melakukannya.
Menurut kebiasaan orang Yahudi, hirarki dan pengaruh sosial sangat dijunjung tinggi. Biasanya di synagogue, tempat duduk menentukan posisi seseorang. Karena jika seseorang berkedudukan rendah, ia tidak mungkin berani duduk di tempat terdepan yang menghadap gulungan-gulungan kitab. Orang yang duduk di tempat tersebut akan terlihat jelas oleh semua orang.
Kecaman-kecaman
Kecaman ke-1 – Matius 23:13
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.”
Dalam beberapa ayat di pasal 23 ini, kita dapat melihat Tuhan Yesus mencela ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang munafik. Munafik dalam bahasa Yunani berarti “memainkan peran”—menutupi motivasi mereka yang sesungguhnya dengan mengenakan pakaian keagamaan, persembahan, doa yang panjang, dan lain-lain.
Dalam ayat 13, dikatakan mereka menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga. Sungguhkah mereka memiliki kuasa untuk menutup dan membuka pintu Kerajaan Sorga? Di sini Tuhan Yesus menggunakan gaya bahasa hiperbola untuk menggambarkan bahwa mereka berada pada kedudukan keagamaan yang penting. Dalam Lukas 11:52 dikatakan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi memegang kunci pengetahuan, yaitu Hukum Allah. Merekalah yang seharusnya menuntun orang untuk bisa memasuki Kerajaan Allah. Ironisnya, mereka salah menafsirkan hukum Taurat sehingga menyebabkan pondasi teologi mereka salah; mereka selalu beranggapan Kristus (Ibrani: Mesias) tentulah seseorang yang membawa dampak yang sangat besar di bidang politik dan militer. Tetapi kenyataannya, Yesus yang mereka lihat tidak memiliki kriteria-kriteria tersebut. Mereka dengan berani mengajar doktrin yang mereka pegang kepada orang-orang Yahudi yang lain dan kepada orang-orang kafir (Matius 23: 15).
Yesus dengan tegas mengatakan bahwa mereka sendiri tidak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Suatu teguran yang sangat keras, terutama kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang merupakan orang-orang yang terhormat di kalangan orang-orang Yahudi. Mereka sendiri tidak masuk ke dalam Kerajaan Allah, karena mereka menolak kesempatan yang diberikan kepada mereka dan bahkan tanpa mereka sadari, mereka menolak keselamatan.
Mereka menggelapkan pikiran orang dengan doktrin-doktrin yang mereka pegang, sehingga menghalangi orang untuk masuk ke dalam kerajaan Allah. Mereka meracuni orang Yahudi pada masa itu dengan konsep Mesias yang salah, sehingga mereka juga tidak melihat Yesus sebagai Mesias; mereka hanya mengganggapnya sebagai Rabi (guru).
Matius 23:14
[Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.]
Ayat ini tidak ditemukan pada naskah lebih awal (sehingga dalam terjemahan LAI, diberi tanda kurung siku) tetapi terdapat dalam Injil Markus 12:40 dan Lukas 20:47
Di ayat ini dikatakan mereka “menelan rumah janda-janda”; kata “menelan” di sini menggambarkan pemimpin-pemimpin agama dengan mudah mengeksekusi segala tuntutan mereka tanpa ada yang menintervensi. Pada zaman itu, anak yatim dan janda adalah golongan yang lemah. Karena mereka dianggap rendah dalam masyarakat, hak mereka sering diabaikan. Sehingga tidak mengherankan dalam Perjanjian Lama, Allah menghendaki bangsa Israel untuk memperjuangkan hak dari tiga jenis golongan, yaitu: anak yatim, janda-janda, dan orang-orang asing.
Di Ulangan 26:12, mereka diminta untuk memberi makan kepada para janda, tetapi nyatanya mereka bukan saja mengabaikan perintah tersebut, mereka bahkan menindas para janda dengan ketetapan-ketetapan yang berat. Untuk menutupi perbuatan jahat mereka, mereka tidak segan-segan memberi perpuluhan, menanjatkan doa-doa yang panjang, puasa dan kegiatan keagamaan lainnya. Sehingga self-righteousness ditegakkan. Dengan segala usaha yang kelihatan ini mereka berusaha untuk mengelabui orang banyak, dan tentunya beranggapan dapat mengelabui mata Tuhan. Sikap self-righteous di hadapan Tuhan membuat para pemimpin agama mengusahakan yang “baik”. Suatu kemunafikan yang diselubungi dengan perbuatan yang “baik” menyebabkan Yesus mengatakan: ”Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”
Kecaman ke-2 – Matius 23:15
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk menobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.”
Dalam ayat ini, Tuhan Yesus tidak melihat semangat berkobar-kobar untuk menobatkan orang sebagai suatu hal yang salah. Bahkan Paulus dalam Roma 10:2 mengatakan bahwa dia yakin akan kesungguhan mereka (orang Yahudi) untuk Allah, tetapi zeal mereka tidak didasari dengan pengertian yang benar. Ini menyebabkan mereka begitu giat sampai “mengarungi lautan dan menjelajah daratan”. Dalam Kisah Para Rasul, tercatat mereka pernah menjelajah hingga ke Roma, Antiokhia dan tempat-tempat lainnya.
Adalah hal yang baik jika mereka memiliki suatu zeal untuk menobatkan orang, karena menobatkan seseorang dari bangsa kafir adalah suatu hal yang tidak mudah. Tetapi “sesudah mereka ditobatkan”, mereka justru diperlihatkan perbuatan-perbuatan yang menyimpang, yang menjadikan petobat-petobat itu lebih celaka dari mereka. Dalam ayat ini ditulis: “menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat”, artinya lebih terikat kepada neraka dibandingkan dengan mereka. Mereka sendiri memegang doktrin yang salah, dan justru membawa orang untuk memasuki kebahayaan yang lebih besar—keadaan yang jauh lebih menakutkan daripada tidak ditobatkan.
Kecaman ke-3 – Matius 23:16-22
Pada masa itu, orang-orang Yahudi masih menjalankan sumpah. Sumpah dijalankan untuk menguji kejujuran seseorang. Sumpah pada masa itu sudah berbeda arti dan tujuannya dengan yang diterapkan dalam Perjanjian Lama, di mana sasaran sumpah bukan ditujukan kepada Tuhan lagi, agar dapat menghindari diri dari hukuman jika mereka mengingkari sumpah tersebut. Sebagai gantinya, mereka bersumpah demi Bait Suci, mezbah, sorga, tahta Allah, dan lain sebagainya.
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi juga membuat peraturan sumpah bagi semua orang Yahudi. Mereka membedakan sumpah yang mengikat dan sumpah yang tidak mengikat. Mereka lebih menghargai emas dari Bait Suci dan persembahan dari mezbah, karena emas dan persembahan menjadi sesuatu yang bisa dijadikan pegangan. Jika bersumpah demi Bait Suci dan mezbah, kelihatannya kurang terjamin, karena setiap orang dapat bersumpah seenaknya saja.
Tuhan Yesus menegur dengan keras tindakan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan sindiran “hai pemimpin-pemimpin buta”. Tuhan Yesus menghendaki kita untuk selalu berkata jujur tanpa harus terikat oleh apapun. “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
Dalam ayat 20-22, Tuhan Yesus meluruskan kembali pemikiran mereka kepada “sumber yang sebenarnya”. Barang siapa bersumpah demi sorga, bersumpah demi tahta Allah dan juga Dia yang bersemayam di atasnya. Semuanya berpusat kepada Allah. Dalam ayat ini bukan berarti Tuhan Yesus mengajak kita bersumpah, tetapi menyadarkan kita untuk menjaga kekudusan nama Tuhan.