,

Takdir

Pernah mendengar nama Pangeran Diponegoro, dong? Saya mengangkat tema ini salah satu alasannya karena baru saja mengajarkan tentang Perang Jawa yang dipimpin sang pangeran. Perang ini penting dalam sejarah negeri ini karena perang ini memisahkan era tradisionalisme dengan kolonialisme Belanda. Terkait hal itu tentunya tokoh yang terpenting dalam peristiwa tersebut adalah Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro adalah tokoh yang unik dalam sejarah Indonesia menurut 3 hal berikut yang dapat ditemukan dalam dirinya. Jika tertarik untuk lebih mengenal tokoh ini, Prof. Peter Carey telah melakukan riset selama 40 tahun untuk disertasinya yang diterbitkan menjadi buku berjudul “Takdir”. Hal pertama yang unik dari Dipanegara atau Diponegoro adalah identitas diri yang jelas. Ia menyadari betul keberadaan dirinya sebagai pangeran Jawa yang beragama Islam. Pangeran sangat mengusung budaya Jawa dan sistem kerajaan yang mendukungnya. Kedua, ia memiliki visi dan panggilan yang jelas. Menurut M. C. Ricklefs, pengalaman-pengalaman spiritual yang dialaminya sekitar tahun 1805-8 membuatnya yakin bahwa dirinya merupakan calon Raja Jawa yang ditunjuk secara supranatural. Bukan hanya itu, ia merasa dirinya bukan sembarang raja, tetapi mengklaim dirinya sebagai Erucakra, Ratu Adil, yang akan akan menyucikan negerinya melalui peperangan melawan kolonial Belanda. Ketiga, adalah kemampuannya dalam berelasi dengan semua kalangan. Masih menurut M. C. Ricklefs, ia memiliki relasi yang unik dengan komunitas Jawa lainnya. Ia tidak hanya dapat menjalin hubungan dengan para bangsawan, tetapi juga kaum ulama dan rakyat desa. Oh ya, ketiga hal tentunya tidak meniadakan kelemahan-kelemahan sang pangeran, khususnya terhadap perempuan. Namun saya kurang berminat untuk membicarakan hal itu di sini, karena ketiga aspek di atas harusnya membuat kita sebagai orang Kristen tertegun dan perlu memikirkan ulang hal-hal di atas dalam hidup kita sendiri.

Salah satu aspek yang paling menarik adalah pengalaman spiritual yang dialami Diponegoro. Peter Carey mengatakan bahwa sang pangeran menunggu selama hampir 20 tahun setelah pengalaman spiritualnya itu untuk mendapatkan waktu yang baik. Pengalaman inilah yang tampaknya menjadi visi yang meneguhkan panggilannya untuk menjalankan takdir sebagai Erucakra dan membayar harga yang mahal untuk itu. Menarik sekali, bukan?

Sebagai umat Tuhan, kita semua mengalami pengalaman spiritual yang tiada bandingnya saat Kristus dibangkitkan dari antara orang mati. Mengapa? Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (1Kor. 15:22). Bahkan pengalaman rohani ini mencapai puncaknya ketika Roh Kudus dicurahkan di Hari Pentakosta.

So, jika seorang pangeran Diponegoro bisa melihat dengan jelas kaitan pengalaman spiritualnya dengan panggilannya (lepas dari urusan apakah itu benar atau salah menurut iman Kristen), bukankah sebagai umat Allah kita harusnya lebih mengerti apa yang menjadi panggilan kita dan rela membayar harganya? Kiranya Tuhan menolong kita!

Vik. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin