,

Teacher’s Prayer

Dear God,
Help me to see each of my children as uncut diamond;
needing only enough pressure to knock off the rough edges
so that the brilliance You have placed in each of their hearts will always shine through.

Sebelum menjadi seorang guru, saya menemukan doa di atas tertulis di sebuah pembatas buku. Pikir saya waktu itu, alangkah indah doa ini. Maka saya membeli pembatas buku itu dan menyelipkannya di dalam Alkitab. Ternyata hari ini saya telah menjadi seorang guru dan doa di atas menjadi bagian dari doaku.

Doa tersebut adalah doa yang sulit. Beberapa kesulitan yang ada di dalamnya adalah: Bagaimana melihat setiap anak sebagai uncut diamond ketika mendapati seorang anak tidak suka belajar, sulit berkonsentrasi, sering ribut di kelas, dan kerap kali lupa mengerjakan pe-er. Tidak hanya itu, nilainya buruk meski sudah ada remedial dan seterusnya. Untuk melihat setiap anak yang memiliki sejumlah masalah sebagai uncut diamond,  seorang guru hanya bisa berharap kepada pertolongan Gurunya yang agung, Yesus Kristus.

Menjadi seorang guru membutuhkan iman, pengharapan, dan kasih. Bagaimana terus memercayai adanya anugerah Tuhan atas setiap anak. Bagaimana terus memiliki pengharapan melihat anak yang bermasalah. Dan kemudian bagaimana terus memiliki cinta kasih kepada anak yang sering tidak menghargai gurunya.

Hal kedua yangg dihadapi dari doa indah di atas adalah bagaimana memberi tekanan yang cukup kepada seorang anak agar keindahan yang Tuhan berikan di dalam dirinya boleh terpancar keluar. Memberi tekanan adalah suatu pekerjaan yang tidak enak. Seorang guru bisa menjadi tidak populer dan dicap sebagai guru galak bahkan kejam. Memberi tekanan pada seorang murid juga menjadi tekanan dalam hati seorang guru yang mengasihi muridnya. Karena jauh di dalam hatinya ia tidak tega melakukannya, tapi ia harus melakukannya demi keindahan Tuhan dinyatakan.

Dalam memberi tekanan yang cukup juga mengandung kesulitan lain yaitu bagaimana membedakan tekanan yang cukup untuk seorang anak yang satu dengan anak yang lain. Tiap anak memiliki ‘rough edges’nya sendiri. Seorang guru harus memiliki kepekaan dalam mengenali tiap anak untuk dapat memberi tekanan yang cukup dalam mengasah anak tersebut. Kepada yang seorang harus diberi tekanan yang lebih keras, sedang kepada yang lain lebih lembut. Bagaimana dapat membedakannya? Melalui relasi dengan Tuhan dan hidup yang bersandar pada pertolongan Allah Roh Kudus.

Masalah lain lagi adalah tidak hanya seberapa besar tekanan yang harus diberikan tetapi juga berapa lama waktu yang harus diberikan. Tiap anak seperti halnya berlian memerlukan waktu yang berbeda dalam proses pengasahannya. Ada anak yang memerlukan waktu lama, ada yang hanya sebentar. Dalam hal ini guru dituntut kesabarannya sekaligus kasihnya akan tiap anak. Seorang guru dapat terjebak dalam aspek ini karena secara alami akan lebih mengasihi mereka yang cepat diasah. Karena itu, sekali lagi, anugerah dan kekuatan dari Tuhan sangat diperlukan untuk menghindari keberpihakan yang terlalu tajam.

Akhirnya seorang guru harus menyadari bahwa dirinya juga adalah seorang murid. Murid dari Guru Agung yaitu Yesus Kristus. Dalam panggilannya sebagai guru, ia harus terus belajar di bawah kaki sang Guru. Meminta hikmat dari-Nya. Meminta kekuatan dari-Nya. Meminta lebih banyak iman, kasih, dan pengharapan dari-Nya.

Tugas seorang guru adalah panggilan mulia, panggilan yang dimulai oleh Tuhan dan digenapi oleh Tuhan. Itu sebabnya ketika seorang anak yang telah diasah mulai memancarkan keindahannya, tidak ada seorang guru pun yang berhak mengklaim jasanya. Seorang guru hanya dapat mengatakan: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Lukas 17:10).

Jadi, siapkah Anda menerima panggilan untuk menjadi seorang guru? Sudahkah Anda menjadi murid dari Guru Agung?

Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat
Kepala SMAK Calvin