Renungan Mingguan Khusus Pillar Online
Apabila kita mempelajari sejarah, ada dua jenis kebudayaan yang melukiskan kehidupan manusia. Kehidupan yang nomaden dan sedenter (settled). Di dalam kebudayaan Timur, di Tiongkok juga ada yang disebut kebudayaan kuda dan kebudayaan sapi. Kebudayaan kuda cenderung nomaden dan berperang sedangkan kebudayaan sapi cenderung sedenter dan damai. Di dalam kebudayaan Barat, kontras antara kehidupan peperangan dan damai juga dilukiskan dengan baik oleh Leo Tolstoy di dalam novelnya yang berjudul War and Peace.
Demikianlah kehidupan manusia. Kehidupan yang penuh pergumulan dan kecamuk yang merindukan kedamaian. Selama manusia hidup di dunia, dia tidak bisa lepas dari keadaan ini. Persis seperti apa yang Pengkhotbah 3:8 katakan, "Ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai."
Apabila suatu negara tidak mengalami peperangan secara fisik dan rakyatnya damai, itu tidak menjamin bahwa rakyatnya tidak pernah lepas dari pertarungan kekuatan antara satu sama lain, baik di dalam dunia kerja, rumah tangga, bahkan dalam kehidupan bermasyarakat seperti dalam gereja, masjid, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, secara pribadi, tiap manusia itu pasti pernah bergumul di dalam nuraninya antara suara yang menuduh dan membela. Ada kecamuk di dalam hati yang merindukan kedamaian. Jadi, mulai dari hati setiap pribadi, sampai kepada pergumulan keluarga, dunia kerja, masyarakat, dan kehidupan berbangsa dan bernegara, manusia selalu bergumul antara War and Peace. Dan di dalam kehidupan bernegara, fakta ini juga telah dilihat oleh Soekarno puluhan tahun lalu, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." Belakangan ini memang kita melihat Setya Novanto yang harus mundur dari posisi ketua DPR dan diadili karena kasus “papa minta saham”.
Apakah respons kita? Yesus Kristus datang ke dalam dunia sebagai Raja Damai karena itu malaikat berkata, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi bagi orang yang berkenan kepada-Nya." Tuhan Yesus Kristus akan disebut, Sang Kudus, Anak Allah. Dia adalah Anak Allah yang mahatinggi. Apakah Raja Damai ini telah memerintah hati kita sehingga hati kita berdamai dengan Tuhan dan sesama kita? Di dalam keluarga, dunia kerja, dan kehidupan bermasyarakat seperti gereja misalnya? Dan dari sini kita sungguh berharap bahwa negara juga akan menjadi lebih damai karena orang-orang yang takut akan Tuhan, yaitu yang berkenan kepada-Nya, yaitu yang membawa damai. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Desember 2015
Silakan memberikan tanggapan, saran ataupun komentar di bawah.
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak untuk tidak menampilkan ataupun mencabut komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah ataupun berisi kebencian.
1. Bersyukur untuk Sidang Tahunan Sinode (STS) GRII yang diadakan pada tanggal 28-30 Desember 2020. Berdoa kiranya melalui STS ini, setiap cabang GRII dapat mengerti visi dan misi Gerakan Reformed Injili dan dimampukan Tuhan untuk bekerja sama satu dengan yang lainnya demi mencapai visi dan misi tersebut. Berdoa untuk setiap pemimpin Gerakan Reformed Injili, kiranya Roh Kudus mengurapi mereka dalam memimpin dan melayani zaman ini dengan kepekaan dan pengertian akan kehendak dan isi hati Tuhan.