Raja di Atas Keledai

Pernahkah Anda marah ketika mendapat hukuman atas perbuatan Anda? Anda mengetahui
adanya suatu peraturan dan Anda melanggarnya entah karena kelalaian atau kesengajaan yang
bodoh, lalu yang berotoritas menjatuhkan hukuman kepada Anda dan Anda marah? Anda
menjalani hukuman itu karena tidak ada jalan lain. Namun di dalam hati, Anda tidak rela dan
sebaliknya tumbuh kebencian karena merasa hukuman itu tidak sepadan dengan pelanggaran
yang Anda lakukan. Tetapi yang berotoritas tidak pernah meminta pendapat Anda bagaimana dia
membuat peraturan. Selanjutnya Anda akan mengingat dan berhati-hati untuk tidak melakukan
pelanggaran itu lagi. Anda akan taat terhadap peraturan tetapi dengan terpaksa bahkan mungkin
dengan kebencian. Obedience which comes from fear of punishment. Akan tetapi, mungkin
juga kita melakukan hal yang sama, dalam skala yang lebih kecil, misalnya sebagai bos di kantor,
guru di kelas, orang tua di rumah, majikan di rumah, dan lain sebagainya.

Kitab Zakharia mengatakan, “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-
sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut
dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. … busur perang akan
dilenyapkan, dan ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya …
sampai ke ujung-ujung bumi” (Zak. 9:9-10). Itulah nubuat yang digenapi ketika Tuhan Yesus
dielu-elukan di Yerusalem dan orang banyak berseru, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia
yang datang dalam nama Tuhan, hosanna di tempat yang mahatinggi” (Mat. 21:9).

Tuhan Yesus datang sebagai raja Israel. Bagaikan seorang raja yang begitu mencintai rakyatnya
sampai ia rela mengorbankan dirinya sendiri agar rakyatnya beroleh keselamatan. Sudah pasti
rakyatnya akan menaati sang raja dengan kecintaan. Kita, dahulu pelanggar-pelanggar hukum
Allah, yang seharusnya mati tetapi telah beroleh keselamatan karena pengorbanan Tuhan Yesus.
Ketika kita masih berdosa, Tuhan Yesus mati bagi kita. Dia yang tidak berdosa rela dijadikan
dosa untuk menerima hukuman kita dan sebaliknya kita dijadikan benar oleh karena kesalehan-
Nya. Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika
kita masih berdosa (Rm. 5:8). Allah membuat Yesus yang tidak berdosa menjadi dosa karena
kita, supaya kita dibenarkan oleh Allah (2 Kor. 5:21).

Marilah kita taat kepada Tuhan bukan karena takut hukuman melainkan karena kita mencintai-
Nya. Let our obedience comes from love. Biarlah kita juga boleh meneladani pola yang sama
ketika kita menjalankan otoritas kita terhadap orang lain.