Renungan Mingguan Khusus Pillar Online
Toleransi adalah sikap yang sangat banyak ditekankan baik di dalam pendidikan maupun sosial-politik. Keterbukaan terhadap perbedaan dijunjung tinggi. Wacana untuk mengusung nilai toleransi ini begitu merata dan sering, sehingga kita akan malu jika hidup di zaman ini sebagai orang yang intoleran, rasis, dan diskriminatif. Orang yang dianggap baik di zaman ini adalah orang yang menghormati multikulturalisme, diversitas, dan menerima perbedaan di dalam aspek apa pun. Sebagai anak-anak Allah, bagaimana orang Kristen seharusnya menghidupi sifat Allah di dalam konteks zaman ini?
Pertama, kita perlu menyadari bahwa keberagaman adalah cerminan dari hikmat dan kelimpahan Allah. Oleh karena itu, warna kulit, sifat-sifat, cara berpikir, gaya berbicara, karakter, dan kebudayaan manusia yang berbeda-beda harus kita hargai dan syukuri. Merefleksikan kekayaan ciptaan Tuhan dapat membuat kita makin menikmati dan memuliakan-Nya. Makin sempit hati manusia, makin kecil juga matanya dapat terbuka terhadap kemuliaan dan kelimpahan Allah.
Namun, berikutnya kita perlu mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang pencemburu (Kel. 20:5). Allah menuntut kita untuk hanya menyembah Dia dan tidak menyembah allah lain. Sifat kesucian-Nya juga tidak menoleransi dosa. Dengan keadilan-Nya, Dia akan mengadili dan menghakimi seluruh dunia ini.
Akan tetapi, kata Yesus Kristus, “karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Jika orang intoleran tidak dapat menerima dan merendahkan, atau bahkan ingin membinasakan pihak yang berbeda, bagaimana sikap Allah yang tidak toleran terhadap dosa? Dia tidak mengirimkan tentara untuk membumihanguskan dunia yang telah jatuh ke dalam dosa, melainkan Dia mengirimkan Anak-Nya yang tunggal untuk mati bagi dunia dan bangkit kembali untuk memenangkan mereka, dan jangkauan kasih Allah adalah seluas seluruh dunia ini.
Toleransi orang Kristen harus didasarkan pada sifat Allah yang suci ini. Orang Kristen tidak mengatakan bahwa tidak ada yang namanya dosa, yang hanya ada perbedaan. Namun, panggilan orang Kristen bukan mengisolasikan diri dari dunia, juga bukan melebur dengan dunia, tetapi menjadi terang dan garam, menjadi wujud kasih yang menjangkau ke luar dan memberi dampak untuk membawa seluruh dunia kembali kepada Tuhan supaya mereka diselamatkan dan memperoleh bagian di dalam Kerajaan Allah.
Apa dasar keluasan hati orang Kristen? Jawabannya ada di dalam doa Paulus berikut ini: “Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Ef. 3:18-19).
Agustus 2019
Silakan memberikan tanggapan, saran ataupun komentar di bawah.
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak untuk tidak menampilkan ataupun mencabut komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah ataupun berisi kebencian.
1. Bersyukur untuk Sidang Tahunan Sinode (STS) GRII yang diadakan pada tanggal 28-30 Desember 2020. Berdoa kiranya melalui STS ini, setiap cabang GRII dapat mengerti visi dan misi Gerakan Reformed Injili dan dimampukan Tuhan untuk bekerja sama satu dengan yang lainnya demi mencapai visi dan misi tersebut. Berdoa untuk setiap pemimpin Gerakan Reformed Injili, kiranya Roh Kudus mengurapi mereka dalam memimpin dan melayani zaman ini dengan kepekaan dan pengertian akan kehendak dan isi hati Tuhan.