Dosa dan Kebudayaan

Judul : Dosa dan Kebudayaan
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit : Penerbit Momentum (Institut Reformed/STEMI)
Tebal : iv + 80 halaman
Cetakan : Ke-4 (2007)
Transkrip dan Terjemahan: Eunice Liauw

Seberapa jauhkah kita mengerti akan fakta kejatuhan dalam kebudayaan manusia? Siapakah sebenarnya manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah itu? Selain mandat Injil, apakah panggilan orang Kristen dalam kebudayaan? Inilah yang dibahas dalam buku ”Dosa dan Kebudayaan”. Buku ini ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti dan bersifat mengajak pembaca untuk berpikir serta menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diungkapkan sehubungan dengan manusia, dosa, dan kebudayaan. Diharapkan setelah membaca buku ini, pembaca benar-benar menyadari nilai dirinya sebagai manusia dan bertekad bersandar pada kuasa Roh Kudus untuk mengembalikan segala kemuliaan kepada Allah.

Manusia berbeda dengan binatang, karena manusia memiliki sifat budaya dan sifat agama. Kedua sifat ini bukan produk alam karena budaya bersifat menaklukkan alam dan agama bersifat melampaui alam. Kedua sifat ini berasal dari Allah karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan dengan demikian hanya manusialah yang dapat berespon kepada Allah. Manusia berespon secara ekternal terhadap wahyu umum Allah melalui aktivitas budaya dan secara internal melalui aktifitas agama. Manusia berkewajiban (i) selain mengontrol dan mengatur alam tetapi juga untuk memperbaiki alam; (ii) melimitasi diri sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap alam, diri sendiri, orang lain dan Allah; (iii) beribadah dan takut kepada Allah.

Manusia, di dalam keberdosaannya, berusaha untuk mendefinisikan apa itu manusia, misalnya manusia adalah seperti apa yang dimakannya, manusia adalah apa yang dipikirkannya, manusia adalah apa yang dikatakannya, manusia adalah apa yang diperbuatnya. Namun manusia sebenarnya adalah gabungan dari rancangan yang di dalam dirinya, yang memimpin seluruh aktifitasnya dan kehidupan yang di luar dirinya, merupakan ekspresi tingkah laku etika dan aktifitasnya. Penulis memberikan contoh perbedaan gaya hidup orang Timur dan orang Barat. Kota-kota di Timur banyak debu karena mereka menghilangkannya dengan menyapu, memindahkan debu dari tempat sendiri ke tempat lain, dengan pemikiran yang penting rumah sendiri bersih, tidak peduli orang lain. Namun kota-kota di Barat tidak banyak debu karena mereka menghilangkan debu dengan cara disedot lalu dibuang ke pembuangan, dengan pemikiran debu harus dibersihkan dengan tuntas. Pemikiran ini dipengaruhi oleh kekristenan, Tuhan Yesus datang untuk menanggung dan menyelesaikan dosa bukan memindahkan dosa ke tempat lain. Ini menunjukkan bahwa rancangan, yang internal, menentukan jalan, yang eksternal.

Fakta kejatuhan (fall) dalam kebudayaan sangatlah jelas. Jika kita melihat sejarah kehidupan manusia dari Barbarianisme menuju masyarakat yang ”berbijaksana”, kemudian dikuasai politikus yang memanfaatkan orang-orang bijaksana untuk mencapai ambisinya, namun berakhir dengan kehancuran dan kembali ke Barbarianisme. Demokrasi yang diharapkan menjadi solusi hanyalah bentuk lain dari Barbarianisme modern. Perkembangan manusia yang luar biasa saat ini dalam bidang kebudayaan, ilmiah, dan teknologi ternyata tidak mampu mencegah manusia untuk tidak merusak alam, hal ini dapat dilihat antara lain dengan adanya ancaman perang nuklir, penyakit AIDS, pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya. Seberapapun majunya suatu kebudayaan, (i) tidak mampu menjelaskan masalah yang sesungguhnya tentang sumber dan arah manusia. Alvin Toffler, Naisbitt, dan Herman Kanh yang adalah futurologis terkenal hanyalah menduga-duga apa yang akan terjadi dari fenomena-fenomena yang ada; (ii) tidak mampu memperlihatkan masalah standar yang mutlak. Hal-hal yang dijunjung tinggi dalam suatu kebudayaan, mungkin saja merupakan suatu hal yang dikutuk dalam kebudayaan lain; (iii) tidak mampu melepaskan manusia dari kekacauan pengetahuan. Pengetahuan adalah di level terendah dan pengenalan akan Tuhan adalah di level tertinggi. Namun manusia modern memutarbalikkan hal ini menjadi: yang dibuktikan oleh ilmiah itulah yang dapat dipercaya sedangkan perkataan gereja tidak dapat dibuktikan sehingga tidak dapat dipercaya; (iv) tidak mampu membawa manusia menemukan posisi yang sebenarnya dalam alam semesta. Allah lebih tinggi dari manusia, manusia lebih tinggi dari materi. Kalau kita berdoa, sering untuk memperalat Tuhan agar kita memperoleh materi, maka ini suatu kekacauan; (v) tidak mampu memberitahukan pusat dan makna hidup. Abad ke-19 menghasilkan evolusi, eksistensialisme, komunisme, positifisme logika dan dikembangkan di abad ke-20. Namun di akhir abad ke-20 manusia menemukan banyak spekulasi dalam evolusi, besarnya ancaman eksistensialime terhadap eksistensi individu, banyaknya pembunuhan atas orang yang tidak bersalah karena komunisme, banyaknya kesalahan dalam Scientific Positivisme. Kebudayaan kembali memperlihatkan fakta bahwa manusia telah jatuh dalam dosa, manusia gagal hidup sebagai gambar dan rupa Allah. Hanya Yesus Kristuslah satu-satunya yang secara utuh menjadi manusia yang segambar dan serupa dengan Allah, yang merupakan puncak manifestasi rancangan dan jalan Allah dalam sejarah manusia.

Apakah pengaruh kekristenan di abad ke-21? Selain mandat Injil, kita juga memiliki mandat budaya, yaitu Kristus menjadi yang utama dalam segala hal. Dalam setiap lapisan maupun bidang, misalnya dalam dunia bisnis, pendidikan, politik, kedokteran, orang Kristen harus mewakili terang Kristus. Antara mandat budaya dan keberhasilan kebudayaan terdapat perbedaan yang sangat besar. Oleh karena itu, kita harus menyadari terlebih dahulu bahwa dosa adalah suatu fakta dalam kebudayaan, menyelesaikan masalah dosa dengan tuntas (kesadaran bahwa dosa bukan dibangun atas tradisi atau makna yang sempit melainkan kehilangan kemuliaan Allah) serta menjalankan fungsi kenabian dengan menunjukkan arah jalan di depan kepada seluruh umat manusia.

Di bab terakhir, penulis memaparkan gerakan yang penting dalam 1.000 tahun terakhir, yaitu (i) Renaissance, yang berpendapat bahwa manusia seharusnya adalah pusat alam semesta. Rasio adalah satu-satunya perangkat untuk memahami kebenaran serta alam merupakan sasaran yang dicari; (ii) Reformasi, jalan Allah lebih tinggi dari jalan manusia dan rancangan Allah lebih tinggi dari rancangan manusia, Sola Scriptura, Sola Fide, dan Sola Gratia; (iii) Enlightment, mirip dengan Renaissance, namun kini manusia sudah dewasa, tidak memerlukan Tuhan, rasio diabsolutkan. Di akhir abad ke-20, manusia menantikan datangnya New Age Movement yang mengharapkan kesatuan seluruh semesta. Semua agama adalah sama, manusia merelatifkan yang mutlak, tiap individu adalah allah dan karenanya kembangkanlah potensi yang tidak terbatas dalam dirimu, manusia tidak memerlukan Allah. 

Kebudayaan akan terus berkembang di dalam keberdosaan kita, apakah kewajiban kita? Marilah bergumul dengan sifat kebudayaan yang Tuhan berikan untuk membawa keberhasilan dalam kebudayaan dan kemuliaan bagi seluruh umat manusia, dan terpenting adalah mengembalikan semua kemuliaan kepada Allah, Pencipta alam semesta.

Yana Valentina

Pemudi GRII Pusat