I, Isaac, take Thee, Rebekah: Moving from Romance to Lasting Love

Pengarang: Ravi Zacharias
Penerbit: Thomas Nelson Inc
Halaman: 176

Buku ini merupakan tulisan persembahan Ravi Zacharias kepada sepasang suami istri yang sudah menjalani hubungan pernikahan selama 60 tahun dan masih diberikan karunia untuk hidup. Sepasang suami istri itu adalah mertua dari Zacharias.

Buku ini dimulai dengan mengajak pembaca sekalian melihat realitas bahwa ada suatu subjek yang dulu begitu diperhatikan oleh setiap orang, tetapi seiring berjalannya waktu subjek itu mulai pudar dan tidak dibicarakan dengan semangat dan gairah yang sama. Apakah subjek itu? Subjek itu adalah cinta, roman, dan pernikahan.

Yang banyak dicari orang akhirnya bukanlah cinta yang murni, tetapi “seks tanpa ikatan dan pernikahan tanpa cincin.” Meskipun keadaan cinta manusia diserang oleh keadaan pragmatis yaitu tidak ingin ada masalah dalam rumah tangga, tetapi masalah cinta tetap ada. Lantunan musik cinta, dan kehausan manusia akan cinta dan hubungan seumur hidup ini tetap ada. Zacharias menceritakan bagaimana pentingnya pernikahan. Baginya,
Pernikahan adalah suatu hubungan yang luar biasa, suatu komitmen di mana Anda tidak akan berani bermain-main. Pernikahan menuntut pemeliharaan dan perhatian, dan seperti tunas yang lembut, semakin baik perawatan, semakin baik berkembangnya. Tetapi yang pasti ini adalah suatu kerja keras.”

Dan pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan dengan cara Allah, bukan cara manusia. Dengan cara Allah, pernikahan akan menuai banyak keuntungan. Dengan cara manusia, pernikahan akan merusak tujuan Allah dan membayar harga pernikahan.

Elemen yang Harus Ada dalam Cinta: Sama seperti kekuatan adalah daya tarik pria, demikianlah daya tarik adalah kekuatan wanita
Bagian ini dimulai dengan keingintahuan Zacharias mengenai prosesi pernikahan yang terjadi di India. Hal ini mendorongnya untuk memikirkan makna pernikahan. Pikiran dan hati Zacharias mulai bergejolak untuk menyelidiki hasrat di dalam hatinya mengenai pernikahan. Apakah hal itu nyata atau khayalan belaka? Sebab di dalam realitas, pernikahan memiliki maksud baik tetapi mengakibatkan lebih banyak duka daripada suka. Dia percaya bahwa pernikahan pada saat yang sama adalah ikatan terkuat dan hubungan yang paling disalahmengerti yang dapat kita alami.

Zacharias memberikan elemen penting yang ada dalam pikiran Allah ketika Ia meminta manusia untuk menikah dengan memulainya dari Kejadian 24. Kisah ini mengenai hamba Abraham (menurut tafsiran yaitu Eliezer) yang diminta mencari pasangan untuk anak tunggalnya, Ishak. Kisah ini menjadi menarik dan dapat dinikmati oleh setiap orang karena pada dasarnya hati manusia rindu untuk cinta dan romantisme.

Pada permulaan Allah membuat segala sesuatu dengan supranatural, yaitu menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Pada permulaan Allah juga memosisikan hubungan laki-laki dan perempuan dalam konteks yang unik. Setelah menciptakan Adam, Allah berkata bahwa tidak baik Adam sendirian. Zacharias mendefinisikan kesendirian manusia adalah halangan terhadap keutuhannya yang sempurna. Adalah menarik ketika Allah mengatakan manusia sendirian, padahal Allah ada bersama dia. Allah memang menciptakan manusia dengan kebutuhan tertentu yang merupakan bagian terdalam manusia, yang hanya dapat dipenuhi oleh sesama manusia. Meskipun Allah memakai pernikahan untuk mewakili hubungan Allah dengan Gereja-Nya, tetapi hubungan dengan Allah sendiri tidak identik dengan pernikahan.

Allah ciptakan Adam memiliki kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi oleh Hawa. Ini adalah hal yang unik. Adam tidak memiliki kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh Allah sendiri maupun laki-laki lain. Padahal jika kita memikirkan Allah, Allah adalah Yang Sempurna di mana cukup untuk memenuhi semua kebutuhan kita. Namun untuk mengkhususkan hubungan pernikahan ini, Ia memilih untuk membentuk sebuah hubungan yang dirancang begitu istimewa di mana hanya seorang perempuan yang dapat menyempurnakan ketidaksempurnaan seorang laki-laki. Laki-laki dan perempuan punya perbedaan yang terlihat, tapi memiliki saling ketergantungan yang tidak terlihat.

Pernikahan merupakan hal yang agung, di mana terjadi komitmen utama yang diucapkan secara gamblang oleh Allah sendiri, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24). Allah merancang pernikahan untuk kesatuan dan ikatan yang erat, dan inilah rumah tangga pertama dan keluarga pertama yang berada di lingkungan Taman Eden.

Kembali lagi ke kisah Abraham mencari pasangan untuk Ishak, adalah penting bagi seorang anak laki-laki memilih pasangan hidup dengan bimbingan orang tuanya. Bukan hanya melibatkan orang tua, tetapi juga sebenarnya adalah melibatkan Allah. Abraham berdoa, Eliezer diutus. Zaman sekarang adalah zaman yang berbeda, di mana Allah dan orang tua justru tidak dilibatkan dalam memilih pasangan hidup. Zacharias menasihati bahwa anak muda harus berhati-hati jika mengikrarkan hidup kepada seseorang lalu orang tua tidak bersimpati kepada keputusan itu, khususnya ternyata orang tua anak muda itu mengasihi Allah.

Kehendak untuk Melakukan: Jika kehendak ingin dibangkitkan, maka ia terlebih dahulu harus menuju ke salib
Dalam bagian ini Zacharias menceritakan bagaimana kisah pernikahan kakaknya sangat berkesan dalam hidupnya. Setelah melalui berbagai pemilihan, kakaknya memutuskan untuk berhubungan dengan seorang gadis di India, sedangkan mereka berada di Toronto, Kanada. Lewat hubungan jarak jauh, mereka sudah saling cocok dan memastikan tanggal pernikahan dan undangan pernikahan, sebelum bertemu satu dengan lainnya. Kalimat “Jika engkau mau untuk mencintai seseorang, engkau dapat melakukannya…”begitu bergema dalam hati Zacharias.

Tanpa kehendak, pernikahan adalah cemoohan; tanpa emosi, pernikahan adalah pekerjaan yang menjemukan. Anda membutuhkan keduanya. Setelah mengetahui makna pernikahan lebih dalam, Zacharias menceritakan bagaimana pengalaman pernikahannya dengan istri yang sudah dinikahinya selama 30 tahun. Dia mengatakan bahwa cinta adalah kerja keras. Sebelum menikah, dia tidak percaya pada kalimat yang dikatakan dosennya itu, tetapi setelah menikah, dia harus mengakui dosennya benar. Cinta adalah kerja keras. Manusia memperoleh tanggung jawab yang berlipat dan komitmen yang lebih besar melalui pernikahan.

Komitmen dalam pernikahan bukanlah hal yang mudah. Namun jika komitmen ditanggapi serius, maka akan mendatangkan sukacita. Alasan mengapa kita krisis dalam hubungan antar gender bukan karena kita telah diindoktrinasi secara budaya, tetapi karena kita lebih ingin dilayani daripada melayani. Kita lebih ingin jadi kepala daripada kaki. Padahal iman Kristen adalah iman yang unik, Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang, untuk melayani mereka. Pelayanan Anak Manusia ini dilakukan pada saat kita sangat tidak layak mendapatkan pengorbanan itu.

Zacharias kemudian memberikan definisi cinta. Cinta adalah suatu komitmen yang menuntut Anda untuk mengatasi hawa nafsu, keserakahan, kebanggaan, kekuatan, keinginan untuk mengendalikan, kemarahan, kesabaran Anda, dan setiap wilayah pencobaan yang dengan jelas dibicarakan Alkitab. Karena cinta demikian kompleksnya, dan pernikahan pun adalah sebuah hal yang tidak mudah dan perlu kerja keras, Zacharias menasihatkan bahwa jangan membuat keputusan dari diri sendiri karena perasaan romantis saja, melainkan carilah hikmat dari pendeta, orang tua, atau teman-teman. Hal yang paling penting adalah kita harus bersedia mati demi diri sendiri berulang kali. Mati setiap hari, sebab pernikahan perlu banyak pengorbanan.

Di dalam pernikahan, perlu mengendalikan kehendak. Caranya adalah dengan menyadari bahwa mematikan diri adalah tindakan dari kehendak. Langkah pertama adalah mematikan diri. Mati untuk kehendak sendiri harus didasari karena semua harga hukuman dosa telah dibayar oleh Kristus. Masa kita mau terus menghidupkan kehendak diri yang berdosa dan bukan mematikannya?

Pernikahan adalah keharmonisan dari Allah yang menyelaraskan dua kehendak dengan kehendak Bapa. Komitmen terhadap apa yang benar yaitu kehendak Bapa, harus lebih besar daripada komitmen kepada kehendak sendiri. Inilah yang diberikan salib, yaitu pengorbanan kehendak diri. Pernikahan dimulai dengan salib, dari sanalah ada kebangkitan.

Tindakan yang Hidup dari Diri yang Mati: Kebaikan adalah penciptaan investasi dengan hasil yang dituai dalam kepribadian
Dimulai dengan nasihat agar memiliki kerinduan melayani dan bukan hanya itu saja, tetapi melayani dengan cinta, Zacharias mengambil contoh bagaimana Ribka, dengan segala keramahan dan kasihnya, memberikan minum Eliezer dan sepuluh untanya. Memberi minum satu unta saja membutuhkan banyak sekali air. Tetapi Ribka, mau melakukan itu. Ribka sangat ramah.

Ada dua tema yang sering diulang dalam kisah Ribka ini. Pertama, mengenai perjanjian dalam kasih setia Allah, atau hesed. Hesed adalah pemberian Allah yang tanpa pamrih dan murah hati. Ini merujuk pada kisah Allah kepada Abraham dan Ishak kepada pengantinnya. Di dalam bahasa Yunani ada empat kata untuk kasih:
Agape, kasih murni berkenaan dengan Allah
Phileo, kasih persahabatan
Storge, kasih perlindungan
Eros, kasih romantik

Zacharias mengatakan pernikahan adalah satu-satunya hubungan yang memadukan keempat kasih itu. Meskipun demikian, keempat kata kasih ini harus dimulai dengan hesed dalam bahasa Ibrani yaitu kasih setia Allah.

Memiliki dan Menggenggam: Kenikmatan seksual tanpa kebenaran rohani merampas keduanya
Zacharias memperdalam makna mengenai manusia sebagai makhluk sosial. Waktu Eliezer mencari pasangan dan menemukan Ribka, dikatakan Ribka adalah “seorang perawan, belum pernah bersetubuh dengan laki-laki” (Kej. 24:16). Ini masalah kekudusan hidup. Kata “perawan” dalam bahasa Ibrani bukan hanya itu, melainkan dapat diterjemahkan sebagai seorang gadis muda. Maka penekanan penulis adalah dari masa mudanya, Ribka adalah seorang wanita yang tidak menganggap remeh masalah seksual, ia memperlakukan tubuhnya sebagai Bait Allah yang hidup.

Seks adalah pemberian Allah, yang harus diperlakukan dengan kekudusan. Kita menjaga seksualitas dari pelanggaran sama seperti mencegah pelanggaran terhadap ras. Manusia harus memandang seks yang diciptakan dan direncanakan Allah untuk tujuan khusus.

Ada kisah unik bagaimana Zacharias berterus terang menceritakan mengenai pencobaan seks. Dia menceritakan bahwa selama dia bertahun-tahun menjadi pembicara di kampus sekuler dan institusi Kristen, ternyata praktik dosa seksual tidak terlalu berbeda besar. Orang berpikir kalau pergi ke institusi theologi, itu “bebas pencobaan” dengan lingkaran halo di kepala mereka. Tetapi ternyata tidak, dia bercerita bahwa dia mendapat undangan ke institusi theologi menjadi pembicara selama lima hari pagi dan malam hari. Dia pikir di waktu senggang bisa menikmati waktu bersama istri, ternyata tidak, Tuhan menggerakkan hati mahasiswa untuk membuat janji dengannya. Sehingga makan siang bersama istri hanya satu kali, dan dia mengingat bahwa hanya ada satu mahasiswa yang menceritakan pergumulannya di luar pergumulan pencobaan seks.

Selanjutnya Zacharias menerangkan mengenai aspek pencobaan. Dalam Yakobus dijelaskan bahwa langkah pertama pencobaan adalah menjadi tampak seperti keinginan alami. Pencobaan adalah terang-terangan fisik dan manusiawi. Semakin berusaha menggenggam dunia, dunia itu justru menggenggam kehidupan kita. Kita tidak diminta untuk memiliki kerajaan dunia ini, tapi menaklukkannya. Kedua, langkah kedua pencobaan adalah lewat sentuhan. Sering kali di Barat, sangat mudah antara wanita dan laki-laki untuk bersentuhan, khususnya dalam tarian modern. Tetapi sebenarnya itu berbahaya jika dilanjutkan. Zacharias memberi peringatan bahwa, jika pasangan muda sedang pacaran, harus di dalam kondisi tidak sendirian, harus ada orang lain bisa melihat, dan paling penting adalah kehadiran Allah dalam pacaran.

Bersiap-siap untuk Berangkat: Pilihan-pilihan yang sangat penting tepat dilakukan ketika didahului oleh pemikiran yang panjang
Zacharias mengingatkan kembali bagaimana Ribka akhirnya harus mengambil keputusan untuk pergi dengan Eliezer menjadi istri Ishak. Keluarganya meminta sepuluh hari agar Ribka tinggal dulu, tetapi Eliezer tidak suka penundaan ini, sebab Sara sudah mati, dan Abraham sedang sakit. Di sini Ribka dengan tegas katakan, kalau itu memang kehendak Tuhan maka dia akan pergi kapan pun. Zacharias membandingkan respons Ribka dengan beberapa perempuan termasuk ibu Yesus. Waktu remaja, Maria melihat malaikat yang memberitakan rencana Allah baginya untuk menjadi ibu Yesus dan kedewasaan Maria begitu maju. Respons Maria begitu tenang dan dewasa dibandingkan di antara para remaja sekalian. Beberapa perempuan lainnya juga seperti Hana, Debora, Rut, Naomi, Elisabet, dan yang lain, mereka berani melakukan sesuatu asal itu kehendak Allah. Tokoh yang muda lainnya adalah Raja Yosia, ketika umur 16 tahun mulai mencari Allah, umur 20 memimpin kebangkitan rohani bangsanya.

Di budaya Timur, banyak sekali pernikahan yang menjadi persepakatan keluarga, bukan antara dua pribadi tersebut. Ibu Zacharias waktu mau menikah dengan tunangannya, dia hanya diberi tahu tanggal dan dengan siapa akan bertunangan. Lalu sepanjang hari berjalan dengan biasa bahkan tidak ada yang sibuk memikirkan perayaan pertunangannya tersebut, begitu ditanya, ternyata tunangannya sudah meninggal beberapa minggu karena kecelakaan.

Namun dalam kasus Ribka, dia diberi kebebasan memutuskan apakah mau tetap tinggal sepuluh hari atau langsung berangkat. Dalam kehidupan Zacharias, banyak pemuda yang meneleponnya dan putus asa atas perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya, bahkan sampai dengan ancaman ingin bunuh diri. Padahal sebenarnya orang tua tidak boleh memaksakan keputusan atas anak mereka, yang seharusnya mampu mengambil keputusan sendiri yaitu memilih pasangan hidup.

Keputusan untuk menikah merupakan keputusan yang perlu persiapan hati dan keinginan yang matang. Ribka sudah mempersiapkan dirinya untuk mengambil keputusan penting itu, secara naluriah, melalui kebiasaannya.

Ada tiga langkah untuk pemuda-pemudi dalam berespons dengan tepat terhadap kesempatan untuk menikah:
Sudah punya kedewasaankah untuk mengorbankan keegoisan demi tanggung jawab di depan? Mampukah berespons dengan baik terhadap pasangan? Siapkah menanggung tanggung jawab di dalam keluarga?
Mendapatkan bimbingan pranikah yang baik. Berbagian di dalam komunitas rohani dan tidak hanya menjadi penonton saja. Persekutuan kecil (KTB) berbeda dengan berjemaat. Berjemaat lebih ada variasi umur dan panggilan, sehingga kedewasaan kita dapat diuji dari setiap sudut.
Komitmen dalam menyelesaikan konflik. Di bawah satu atap, kita akan lebih banyak mengalami konflik. Pernikahan adalah “campuran”, bukan hanya secara tubuh dan rasa sayang, tetapi dua pribadi yang di dalam waktu yang sulit, dapat menimbulkan perpecahan.

Persiapan kita terhadap pernikahan adalah seperti persiapan ketika Gereja sebagai mempelai perempuan menunggu Kristus datang sebagai mempelai laki-laki. Alangkah indahnya ketika mempelai perempuan siap ketika mempelai laki-laki datang.

Pandangan Pertama, Ujian Terakhir: Seseorang berdiri paling tinggi sewaktu ia berada di lututnya
Dari manakah mulanya cinta? Zacharias membuka pikiran pembacanya untuk melihat beberapa pandangan awal mulanya cinta. Ada yang mengatakan bahwa pada pandangan pertama, ada juga karena persahabatan. Tapi orang tidak mungkin bisa cinta pada pandangan pertama karena tidak bisa kenal orang tersebut lebih dalam. Itu hanya daya tarik penampilan saja. Daya tarik yang membuat kita cinta kepada pribadi orang adalah dampak keseluruhan pribadi orang itu.

Sedangkan cinta yang timbul dari persahabatan adalah karena sudah mengenal lama dan pada titik tertentu berubah menjadi kesetiaan dan perasaan sayang yang menuntun ke pernikahan.

Di dalam kisah Kejadian 24:63-67, ada tema yang berulang-ulang yaitu hesed, kasih setia. Tema kedua adalah berdoa dengan tekun. Eliezer berdoa, Ishak berdoa.

Abraham sadar bahwa Tuhan memimpinnya sebagai suatu bangsa yang besar, maka dia harus mencarikan Ishak istri agar janji Tuhan terkabul. Demikian juga bahwa Abraham tidak mau yang menjadi istri Ishak adalah para penyembah berhala, sehingga meminta Eliezer untuk mencarikan perempuan dari kaumnya sendiri. Sangat berbahaya bagi Ishak dan keturunannya, jika Ishak menikah dengan orang tidak beriman.

Setidaknya ada tiga disiplin yang akan menabur bibit karakter dari keindahan yang sejati dan menjadikan karakter orang Kristen bertumbuh. Pertama, kehidupan pribadi yang disusun oleh doa sebagai komitmen setiap hari. Jangan melihat doa sebagai beban. Doa bukan juga pengganti tindakan, melainkan doa mendasari tindakan dengan kekuatan yang akan membuat perbedaan.

Kedua, mempelajari firman Allah dengan penuh disiplin. Di dalam Kitab Mazmur begitu banyak cerita tentang ketetapan dan perintah Allah, dan itu menjadi sukacita para pemazmur. Zacharias mengatakan bahwa memahami, belajar, dan menghafal firman itu adalah persembahan bagi jiwa kita. Hati-hati juga menyalahfungsikan firman Tuhan. Ada orang yang senang belajar Alkitab, mengutip ayat, hafal, digarisbawahi, tetapi tujuan utamanya yaitu untuk menyerang orang lain atau malah menyerang Allah sendiri.

Kehidupan tanpa doa dan firman adalah seperti 750 pohon yang tumbang di Inggris. Mereka tumbang karena sistem perairan mereka terlalu dekat dengan permukaan tanah, sehingga pohon-pohon itu tidak perlu kerja keras memperoleh makanan dan mengakibatkan akarnya pendek-pendek. Demikian juga gereja tanpa doa dan firman akan gugur dan hancur. Pernikahan tanpa doa dan firman juga akan gugur dan hancur.

Ketiga, peran aktif dalam gereja lokal/pelayanan. Di dalam pelayanan, banyak hal yang bisa membuat kita bertumbuh di dalam menyembah Allah di dalam komunitas Kristen.

Menghadapi Kenyataan dan Satu Sama Lain: Kehidupan memiliki bagasinya sendiri, tetapi Allah berjanji akan membawakannya untuk Anda
Zacharias menasihati pembaca agar berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Mengapa pernikahan sering kali gagal? Ada pasangan yang berbagi pengalaman terbaik, tetapi tidak sadar kelemahan dari dalam. Mulai tidak ada romantisme, rumah akan hanya jadi tempat tinggal. Bukan pengkhianatan atau ketidaksetiaan atau ingin pergi, tetapi seperti air dalam gelas yang sudah diminum habis tanpa sisa. Kelelahan romantis, bagaikan semua elemen sudah pada tempatnya, tapi tidak ada api.

Setiap orang harus berhati-hati menjaga relasi pernikahan. Ini bukanlah perjuangan yang mudah, tetapi perjuangan yang membutuhkan pengertian, cinta, dan doa. Zacharias mengingatkan bahwa ada seseorang mengatakan, “Agama adalah esensi dari kebudayaan dan kebudayaan adalah jubah dari agama.” Kebudayaan adalah hal yang kritis dalam pernikahan karena kebudayaan adalah ekspresi tindakan dari nilai, apresiasi, rasa, dan cara berelasi seseorang, baik dalam hal yang sederhana maupun serius dalam hidup. Ada budaya yang sangat jelek yaitu ketika para suami setelah bekerja dari kantor, mampir ke sebuah tempat di mana bisa berzinah dengan perempuan lain, baru mereka kembali ke keluarga mereka. Istri mereka belajar menerima hal tersebut karena menganut budaya patriarkat. Budaya seperti ini adalah budaya yang berdosa. Bagi beberapa orang, pernikahan bisa berakhir dengan bunuh diri, karena pernikahan tidak lepas dari pengaruh budaya masing-masing pribadi yang membentuknya.

Marilah kita mempersiapkan, membangun, melestarikan, serta menikmati pernikahan yang diberikan Allah kepada kita sebagai peta dan teladan-Nya di dunia ini.

Nathanael Marvin Santino
Mahasiswa STTRII