Judul: Iman, Rasio dan Kebenaran
Penulis: Pdt. Dr. Stephen Tong (Transkrip)
Penerbit: Institut Reformed
Tebal: iv + 102 halaman
Cetakan: Pertama, Mei 1996
Banyak yang menganggap kalau kita beragama, kita tidak perlu memakai rasio, cukup percaya saja. Sedangkan di pihak lain, banyak kaum cendekiawan yang sangat terpelajar menolak dan menghina agama karena mereka berpikir agama itu bertentangan dengan rasio dan menganggap rasio itu lebih tinggi, yang bisa menghakimi segala sesuatu. Manakah pandangan yang tepat?
Di tengah dua arus besar inilah, Pdt. Dr. Stephen Tong yang kerap dipanggil Pak Tong memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai hubungan antara Iman, Rasio, dan Kebenaran secara tuntas. Pak Tong memulai pembahasan dengan menjelaskan bahwa manusia sadar atau tidak sadar, adalah makhluk rasional. Manusia berbeda dari semua binatang karena ia mempunyai rasio. Itu menurut Aristoteles yang mewakili dunia barat. Sedangkan menurut Mensius yang mewakili dunia Timur, yang menjadi titik pangkal perbedaan manusia dari binatang adalah karena ia mempunyai hati nurani. Lalu apakah yang dikatakan oleh firman Tuhan? Manusia adalah peta teladan Allah yang artinya manusia mempunyai rasio, moral, dan sifat hukum. Jadi rasio adalah salah satu hal yang sangat penting yang diberikan Tuhan, yang membedakan kita dari semua binatang.
Di bab kedua, Pak Tong memaparkan hubungan antara rasio dan agama. Ternyata tegangan hubungan di antara keduanya bukanlah hal yang baru, karena ternyata: “Setiap zaman memang mendapatkan serangan yang berbeda, tetapi memiliki dasar esensi yang sama, yaitu konflik antara iman dan rasio.” (hlm. 15) Apakah iman dan rasio tidak dapat berjalan beriringan? Di bagian selanjutnya kita menemukan bahwa Pak Tong mulai menganalisa dengan tajam bahwa iman dan rasio dapat berjalan sejajar, dan iman haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, tetapi yang melampaui itu adalah iman mutlak harus menempati tempat yang utama. “Iman, yang menyebabkan kita dapat berdiri di hadapan Tuhan. Tetapi orang yang berdiri di hadapan Tuhan juga harus berdiri di hadapan manusia…. Dengan iman kita berdiri di hadapan Tuhan, dengan pengetahuan kita mengerti kita berdiri di hadapan Tuhan.” (hlm. 17)
Di bab ketiga yang berjudul ‘Rasio dan Iman’, Pak Tong menjelaskan dasar epistemologinya yang berdasar pada Ibrani 11:3 yaitu: “Karena iman kita mengerti”. Kita dapat mengerti karena kita beriman, bukan karena kita mengerti dulu baru kita beriman. Namun demikian, buku ini memberikan pandangan yang seimbang bahwa kita sebagai orang beriman, tidak boleh meniadakan rasio tetapi juga tidak boleh memperilah rasio. Orang Kristen harus menggunakan rasio sebaik mungkin dan rasional, tetapi tidak jatuh menjadi seorang rasionalis.
Bagaimanakah relasi antara iman, rasio, dan kebenaran? Pertanyaan yang sulit tersebut dirangkum menjadi satu kalimat yang pendek namun mempunyai arti yang begitu dalam pada halaman 29: “Iman adalah pengembalian rasio kepada kebenaran.” Pengertian yang begitu dalam tersebut dijelaskan lebih lanjut dengan memakai ilustrasi yang mudah dimengerti sekaligus juga contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari yang membuat kita lebih meresapi arti dari iman yang mengarahkan rasio kepada kebenaran.
Kenapa rasio harus kembali kepada kebenaran? Di bab 4 yang berjudul ‘Keterbatasan Rasio’, pertanyaan tersebut dibahas dengan mendalam dan menyeluruh. Iman harus kembali kepada kebenaran karena natur rasio adalah created, limited, and polluted. Di bagian inilah juga kita dapat melihat kerinduan terdalam dari Pak Tong dalam mandat budaya: “Bagaimana mendidik orang Kristen agar dapat mengetahui tugas mereka sebagai orang Kristen yang memancarkan Firman di bidang mereka masing-masing. Saudara harus menjadi ilmuwan Kristen, dokter Kristen, profesor Kristen yang baik, sesuai dengan profesi masing-masing. Selama menjadi orang Kristen sampai hari ini, berapa banyakkah terjadi perubahan mutu kekristenan saudara di bidang saudara masing-masing? Jikalau hal ini belum terjadi, maka saudara belum mencapai kesanggupan mengintegrasikan rasio dengan iman, profesi dengan agama di dalam mempermuliakan Allah dalam kebenaran yang diwahyukan.” (hlm. 40)
Relasi antara iman dan rasio kembali diangkat di bab berikutnya, namun kali ini Pak Tong membahas dari sisi yang berbeda, kali ini Ia membahas kaitan keduanya melalui hidup seorang bapak gereja yang sangat berpengaruh yaitu Agustinus. Dalam pergumulan hidup Agustinus, yang awalnya menolak gereja dan tercengkeram oleh filsafat dunia karena ia mempunyai daya pikir yang tajam sekali, akhirnya berbalik menjadi salah seorang pemikir Kristen terbesar sepanjang sejarah kekristenan. Ia mengerti bahwa iman kepercayaan tidak meniadakan fungsi rasio, melainkan justru menggali, memimpin kembali, menjernihkan, dan mengarahkan fungsi rasio. Dan dari dia pulalah kita mendapatkan prinsip integrasi percaya dan mengerti: “Aku percaya, maka aku mengerti; dan agar aku bisa mengerti aku harus menetapkan aku percaya.”
Kalau kaitan antara iman dan rasio sudah dibahas secara mendalam di bab-bab sebelumnya, maka bab terakhir dikhususkan untuk membahas tentang hal ketiga: Kebenaran. Sebelum orang mengembalikan rasio kepada kebenaran, ia akan selalu menganggap dirinyalah kebenaran itu, oleh karena itu ia akan selalu menganggap dirinyalah yang benar dan yang lain salah. Tetapi manusia bukanlah kebenaran. Satu-satunya Pribadi dalam sejarah yang sah mengatakan Diri-Nya adalah Kebenaran hanyalah Kristus (Yoh. 14:6). Bab terakhir ini kemudian ditutup dengan pesan untuk tetap setia kepada Kebenaran karena iman berarti setia kepada Kebenaran. Pesan ini begitu penting untuk tetap kita ingat karena Martin Luther mengatakan bahwa rasio itu pelacur. Rasio selalu melacur diri, mencari alasan untuk mendukung apa yang telah ia tetapkan terlebih dahulu. Rasio yang melacur tersebut harus dituntun dan diarahkan setia kembali kepada Sang Mempelai yang Agung yaitu Tuhan yang adalah Kebenaran.
Pembahasan tema yang besar ini hanya dirangkum dalam 102 halaman saja dan mungkin sekali masih banyak pertanyaan yang terbersit di dalam benak kita. Tetapi mungkin saja pertanyaan kita tersebut sudah akan segera mendapatkan jawabannya karena di akhir buku ini dimuat juga bagian tanya-jawab. Ada 33 pertanyaan sangat tajam yang berkisar tentang tema dan dijawab dengan begitu baik. Buku ini merupakan buku yang wajib dibaca oleh setiap kita karena kita hidup di tengah dunia yang memiliki polaritas antara mengagungkan rasio lalu membuang iman, atau menerima iman dan membuang rasio. Dan buku inilah yang memberikan pengertian tuntas tentang hubungan yang seharusnya antara iman, rasio, dan kebenaran kepada kita. Biarlah melalui pembahasan yang singkat di buku ini mendorong kita mempergunakan rasio kita sebaik mungkin untuk menjalankan mandat budaya, menaklukkan setiap inci dunia serta segala ilmunya bagi kemuliaan Tuhan semata.
Heruarto Salim
Redaksi Pelaksana