Judul: Lectures on Calvinism (Ceramah – Ceramah Mengenai Calvinisme)
Penulis: Abraham Kuyper
Penerbit: Momentum
Tebal: 249 Halaman
Calvinisme adalah suatu sistem pemikiran yang sangat konsisten dan komprehensif untuk memahami seluruh aspek kehidupan di dunia ini, bahkan Abraham Kuyper menyebutnya sebagai suatu sistem kehidupan. Calvinisme muncul sebagai akibat dari Gerakan Reformasi yang mengembalikan kekristenan ke bentuk yang sebenarnya. Sistem pemikiran ini adalah satu-satunya sistem yang bisa mewakili kekristenan untuk bersaing dengan worldview lain. Calvinisme dipandang melampaui sistem Lutheran, Anabaptis, Methodist, dan lain-lain sebagai wakil dari kekristenan secara konsisten. Kuyper membagi sistem pemikiran utama[1] dunia ke dalam lima sistem pemikiran yaitu Islamisme[2], Romanisme[3], Paganisme[4], Modernisme[5], dan Calvinisme[6].
Bagi seorang calvinis, agama tidak dipandang sebagai potensi manusia untuk pencarian hal ultimat di luar dirinya seperti yang diungkapkan oleh ilmu modern, tetapi agama adalah konsekuensi logis seorang manusia karena manusia diciptakan sebagai gambar dan rupa Allah dengan sensus divinitatis[7]. Agama bukanlah hasil dari budaya melainkan budaya adalah hasil dari agama. Oleh karena itu, agama tidak boleh dikurung melainkan harus diwujudkan dalam segala aspek kehidupan. Calvinisme menaruh Tuhan pada posisi yang paling tinggi (theosentris), demikianlah agama seharusnya bukan untuk manusia tetapi untuk Tuhan. Konsep theosentris ini membuat calvinis sangat menekankan kedaulatan Allah. Calvinis juga percaya bahwa dosa telah masuk ke seluruh ciptaan, oleh karena itu regenerasi adalah keharusan dan bukan pilihan untuk memulihkan natur manusia. Gereja bukanlah bentuk abstrak sebagai pengantara tetapi manifestasi dari umat percaya – manusia berdosa yang telah diregenerasi, di mana setiap orang adalah imam dan bersekutu langsung dengan Tuhannya.
Berkenaan dengan aspek politik dan kenegaraan, meskipun calvinisme memisahkan wilayah otoritas gereja dan negara, tetapi calvinisme mempunyai natur yang sangat berbeda dengan Revolusi Perancis yang berlandaskan atheisme. Revolusi yang diusahakan Calvinisme adalah revolusi yang hadir untuk menjaga posisi kedaulatan Tuhan. Kedaulatan Tuhan dijadikan dasar seluruh sistem politiknya[8]. Ada dua sistem politik yang jelas-jelas menentang kedaulatan Allah yaitu: kedaulatan rakyat mutlak yang memutuskan rantai-rantai kekuasaan dan keteraturan; serta kedaulatan negara yang bersumber dari prinsip Panteisme Jerman di mana negara dipandang sebagai sesuatu yang sangat ideal.
Calvinisme percaya bahwa alam semesta adalah wahyu umum dari Tuhan yang disusun dengan struktur yang sangat kompleks di mana manusia sebagai gambar dan rupa Allah memiliki mandat untuk menaklukkannya sekaligus memeliharanya. Hal inilah yang menyebabkan munculnya ilmu pengetahuan[9]. Sebelum Calvinisme muncul, ilmu pengetahuan terperangkap ke dalam struktur-struktur yang dibuat manusia di mana unsur dosa di dalamnya sangat kental. Hal ini membuat ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang dengan bebas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Calvinismelah yang menjadi fondasi dan penyebab utama dari perkembangan sains modern[10]. Namun sekarang sains modern telah dirampas oleh golongan humanis materialis di mana mereka kembali merekonstruksi sains ke bentuk abstrak irasional.
Kreativitas adalah konsekuensi manusia sebagai gambar dan rupa Allah, oleh karena itu setiap manusia memiliki insting artistik dan mempunyai jiwa estetika[11]. Namun karena dosa, seni telah menjadi musuh Calvinisme pada abad ke-16 karena akhirnya kesenian telah berubah menjadi Iconoclasm[12]. Maka tidak heran bahwa Calvinisme telah dituduh menjadi musuh kesenian di zaman tersebut. Namun jika dilihat dengan seksama, Calvinisme justru membebaskan seni dari ikatan agama dan memberikannya wilayah kedaulatan sendiri. Calvin sendiri memberi posisi yang sangat tinggi yaitu melalui seni kita bisa memuliakan Allah dan kita juga bisa menikmati kekekalan. Calvinisme juga membebaskan seni dari belenggu dosa yang mengikatnya dan mengembalikannya ke tujuannya yang semula.
Jadi, kita bisa melihat bahwa Calvinisme adalah akar yang sangat kuat sebagai fondasi untuk membangun segala aspek kehidupan di atasnya. Calvinisme jelas mutlak diperlukan untuk masa depan dunia[13]. Kita sebagai kaum calvinis harus melihat urgensi untuk menerapkan sistem ini untuk mengembalikan seluruh tatanan dunia ke arah yang benar.
Hendrik Santoso Sugiarto
Pemuda GRII Singapura
[1] Menurut Kuyper, worldview harus mampu menjawab relasi antara Allah-manusia, manusia-manusia, dan manusia-ciptaan.
[2] Islamisme: mengisolasi Allah dari manusia, hubungan antar umat manusia menjadi proses penaklukan terhadap kaum kafir, ciptaan dipandang terlalu rendah.
[3] Romanisme: Allah berhubungan dengan ciptaan melalui gereja, hubungan antar manusia adalah hubungan yang hierarki, dan gereja cenderung menjauhkan diri dari dunia.
[4] Paganisme: membaurkan Allah dengan ciptaan, hubungan antar manusia menghasilkan kasta, dan sampai batas tertentu menjadi takut pada ciptaan.
[5] Modernisme: menolak Allah, perbedaan antar manusia dihapuskan, adanya kesetaraan antar ciptaan.
[6] Calvinisme: Allah memiliki persekutuan langsung dengan ciptaan, perbedaan antar manusia justru dipandang sebagai keunikannya, dunia dipandang sebagai ciptaan Allah sehingga harus dipelihara dan dikembangkan.
[7] Sensus divinitatis berarti adanya perasaan tentang Allah dalam jiwa manusia.
[8] dimana kedaulatan ini mempunyai supremasi rangkap tiga yaitu kedaulatan dalam negara, kedaulatan dalam masyarakat, dan kedaulatan dalam gereja.
[9] Mandat ini disebut juga mandat budaya, lihat Kejadian 1:28.
[10] Menurut Kuyper sedikitnya ada 4 peranan Calvinisme bagi pengetahuan. Menumbuhkan cinta akan ilmu pengetahuan, memulihkan wilayah bagi sains, memajukan kebebasan sains, menawarkan solusi bagi konflik iman dan pengetahuan.
[11] Ada banyak perbedaan tentang estetika, ada 3 mazhab yang diterima: Sensualistis, Empiris, Idealistis.
[12] Salah satu hal yang dilawan Calvin terhadap gereja Katolik adalah Ikonoklasme yaitu pengkultusan benda suci.
[13] Sangat besar kemungkinan Kuyper adalah postmillennialist karena optimismenya terhadap masa depan dunia. Meskipun posisi saya cenderung amillenalist (pesimistis), tetap saja ini adalah panggilan yang harus dijalankan meskipun kita tahu pada akhirnya unbeliever akan menang.