The Enemy Within (Musuh dalam Diriku)

Judul: Musuh dalam Diriku

Judul asli: The Enemy Within

Pengarang: Kris Lundgaard

Penerbit: Momentum

Tebal:176 halaman

Cetakan: ke-1 (2004)

Siapakah di antara kita yang tidak pernah bergumul dengan dosa? Siapakah di antara kita yang tidak merindukan kemenangan bebas dari dosa? Setiap kita yang sudah ditebus pasti mengalami kesinambungan pergumulan peperangan melawan dosa. Dan sering kita mengeluh, menyesali kejatuhan dalam dosa-dosa yang seharusnya bisa tidak kita lakukan. Untuk memperlengkapi kita dalam peperangan ini, di dalam bukunya berjudul “The Enemy Within” (Musuh dalam Diriku), Kris Lundgaard mengupas mengenai natur dosa dalam diri kita. Musuh  itu adalah diri kita sendiri!

Mengambil dari dua buku karangan seorang tokoh Puritan, John Owen, berjudul “Indwelling Sin” dan “The Mortification of Sin,” Kris memaparkan mengenai kedagingan diri dan bagaimana mengalahkannya dengan bahasa kontemporer yang mudah dicerna oleh zaman ini.

Bagian pertama buku ini dimulai dengan mengidentifikasi apakah kuasa dosa itu, esensi, dan sifatnya. Mengambil dari Roma 7:21, dijelaskan bahwa kuasa dosa dalam diri kita itu adalah sebuah hukum, hukum dosa. “Rasul Paulus menggunakan kata ‘hukum’ sebagai suatu kiasan. Ia memerlukan suatu cara untuk menunjukkan kuasa, otoritas, paksaan, dan kontrol yang digunakan oleh dosa dalam hidup kita” (hal. 7). Selanjutnya di bab ketiga, dipaparkan mengenai ‘rumah’ tempat hukum itu berkuasa, yaitu hati kita. Kris menjelaskan bahwa hati kita terdiri dari empat unsur, yaitu akal budi, kehendak, afeksi, dan hati nurani. Hati begitu licik dan tidak terselami seperti yang tertulis dalam Yeremia 17:9, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu.” Bahkan orang percaya pun sering teperdaya olehnya.

Bagaimanakah kedagingan kita bekerja? Di bagian kedua buku ini diulas mengenai bagaimana dosa merayu kita untuk mengabulkan keinginannya. Hal yang begitu penting yang ditekankan di sini adalah bagaimana dosa mengambil alih hati kita. Akal budi sebagai penjaga jiwa adalah langkah awal dosa masuk melalui pencobaan (Yak. 1:14-15). Akal budi diseret oleh tipuan dosa, kebenaran diputarbalikkan seperti pada waktu kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 3). Kemudian afeksi dipikat dan dijerat sehingga kehendak memberikan persetujuan untuk membuahkan dosa aktual.

Bertolak dari situlah, kita diajak untuk berjaga-jaga dengan menggunakan meditasi dan kehidupan doa pribadi sebagai alat untuk melindungi akal budi dari tipu daya kedagingan. “Meditasi dan doa yang saya maksudkan adalah yang dirancang khusus untuk menghancurkan kedagingan. Di dalam meditasi dan doa ini kita membandingkan hati kita dengan Alkitab, membandingkan hidup kita dengan apa yang kita temukan di sana.” (hal. 76).

Di bab-bab selanjutnya, buku yang terdiri dari 13 bab ini membahas bagaimana akal budi tertipu di dalam tujuan semula untuk menyenangkan Tuhan (bab 7) dan afeksi terkait melalui pikiran/imajinasi yang menyimpang dari perkara-perkara sorgawi (bab 8), yang selanjutnya berbuah kejahatan atas persetujuan kehendak  (bab 9).

Buku yang komprehensif ini juga menerangkan bagaimana kuasa dosa menggerogoti kasih kita yang mula-mula, perlahan-lahan memadamkan api kebangunan rohani di dalam hidup anak-anak Tuhan.

Selain sebagai bacaan pribadi, buku ini juga diperuntukkan untuk bahan kelompok diskusi dengan disertakannya pertanyaan-pertanyaan diskusi di setiap akhir bab. Melalui diskusi kelompok ini kita juga boleh belajar bersama-sama, berjuang, dan saling mendoakan di dalam satu komunitas.

Akhir kata, di tengah zaman di mana kekudusan tampak seperti tema yang memudar di kalangan orang Kristen, buku ini sangat baik untuk mengisi kebutuhan dalam mengingatkan kita akan betapa hebatnya kuasa dosa  yang bekerja dalam diri. Hal ini mengimplikasikan seberapa besarnya kita perlu berwaspada dan berlutut menyerahkan diri ke dalam kuasa anugerah Tuhan, serta makin bertekun dalam mempelajari Firman Tuhan yang memperlengkapi kita untuk mengerti kehendak Tuhan, dan patuh dalam pimpinan-Nya. Sekali lagi ditekankan (bab 13) bahwa kunci kemenangan bukan oleh pengalaman atau pengertian kita akan cara-cara mengalahkannya, tapi oleh anugerah Tuhan melalui iman dalam darah Anak-Nya yang kudus, Yesus Kristus, Juruselamat kita.

Roma 7:24-25, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita….”

Chrisnah J. Ruston
Pemudi GRII Singapura