Judul : Waktu dan Hikmat
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1994
Tebal : 61 halaman
“Time is money.” “Waktu adalah uang.” Betapa sering kita mendengar dan juga mengucapkan perkataan ini. Inilah pandangan orang-orang dunia pada umumnya tentang waktu. Tetapi, apakah konsep ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan? Benarkah waktu adalah uang?
Banyak orang Kristen sebenarnya juga tidak sadar bahwa mereka terjebak dalam pandangan-pandangan yang salah tentang waktu atau bahkan tidak memiliki konsep waktu sama sekali. Akibatnya, mereka menggunakan waktu sesuka hati mereka. Pdt. Stephen Tong dalam bukunya “Waktu dan Hikmat” membahas prinsip waktu yang Alkitabiah dan menyadarkan kita akan konsep waktu yang salah, serta bagaimana seharusnya waktu dapat digunakan secara bertanggung jawab.
Buku ini merupakan sebuah tantangan yang diberikan oleh Pdt. Stephen Tong supaya kita menggunakan waktu dengan sebijaksana mungkin. Bab-bab awal buku ini membahas mengenai Musa dan doanya dalam Mazmur 90:12, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Seperti yang dikemukakan dalam Bab Pendahuluan, “… Mazmur ini [Mazmur 90] memberikan secara ringkas arti hidup dan makna eksistensi manusia di dunia, [yang] ditulis oleh Musa, seorang pemimpin masyarakat, politik, militer, dan agama.”
Dalam bab selanjutnya, kita diajak melihat bagaimana orang-orang dunia menggunakan waktu. “Kehidupan orang-orang di kota-kota besar seperti New York, Paris, London dan Tokyo sepertinya tidak ada waktu untuk santai; mereka mengejar-ngejar waktu dan terus-menerus sibuk bekerja luar biasa seperti mesin-mesin atau robot-robot.” Orang-orang dunia menyetarakan nilai waktu dengan uang; Time is money. Mereka menghabiskan waktu untuk mengejar uang, mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Buku ini menantang kita untuk memikirkan kembali konsep ini. Nilai waktu tidak sama dengan nilai uang; waktu kita adalah harta yang sangat penting dan sangat berharga yang ada dalam diri kita. Seperti yang dituliskan, “… mereka kehilangan waktu yang ada dalam diri mereka untuk mendapatkan sesuatu yang nilainya kurang daripada waktu… menghamburkan waktu yang penting untuk hal yang tidak bernilai kekal. Uang memang penting dan kita perlukan, tetapi uang tidak pernah menjadi lebih penting daripada hidup kita.” Melalui buku ini, beliau menunjukkan dan menyadarkan kita akan kesalahan-kesalahan dari pandangan banyak orang tentang waktu.
Lalu, apakah waktu itu menurut Alkitab? Beliau menegaskan bahwa konsep waktu dapat kita mengerti dengan jelas ketika kita hidup dengan kesadaran eksistensi menghadap Tuhan Allah. Dalam Bab IV yang berjudul “Pandangan Tentang Waktu,” beliau memberikan beberapa butir penting mengenai definisi waktu dan juga bagaimana orang Kristen seharusnya memandang waktu, yaitu waktu adalah hidup, waktu adalah kesempatan, dan waktu adalah catatan, sehingga konsep kita tentang waktu boleh dibangun kembali dengan konsep yang sesuai firman Tuhan.
Sambil membandingkan dengan filsafat dunia yang menggabungkan kebijaksanaan, moral, dan kebahagiaan, beliau menganalisa perkataan Paulus dalam Kolose 4:5 dan Efesus 5:16 yang mengaitkan waktu dengan kebijaksanaan dan etika. “Seorang yang bijaksana adalah seorang yang mengenal kesucian Tuhan Allah dan takut akan Dia, seorang yang mengetahui bagaimana menegakkan hidup yang beretika dan hidup suci di hadapan Tuhan. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang mengetahui bagaimana menggunakan waktu dengan baik untuk memuliakan Tuhan. Seorang yang menghargai dan mencintai waktu adalah seorang yang mengisi waktu (hidup)-nya dengan etika yang sesuai dengan sifat Ilahi. Dan seorang yang mengenal Tuhan adalah seorang yang mengetahui bahwa kesementaraannya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Allah yang kekal.” Melalui ini, kita boleh belajar bahwa Alkitab memberikan pandangan filsafat yang lebih tinggi dari filsafat dunia.
Beliau juga menganalisa kaitan antara waktu kita yang sementara di dunia dengan kekekalan. Perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur diberikan Tuhan Yesus untuk memberikan pengertian hubungan antara kesementaraan dengan kekekalan. Inilah inti dari apa yang ingin diajarkan beliau melalui bagian ini, yaitu bagaimana kita menyimpan kekekalan di dalam kesementaraan, dan bagaimana membawa kesementaraan ke dalam kekekalan.
Pertama-tama kita dibuat mengerti bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan di dalam kesementaraan dengan dibubuhi esensi kekekalan. Dan bagaimana setelah manusia jatuh ke dalam dosa, kesementaraan dan kekekalan tidak lagi mempunyai kaitan yang normal. Dalam buku ini dituliskan, “Kekekalan yang dicipta oleh Tuhan sudah tidak mempunyai arah setelah manusia jatuh ke dalam dosa, tetapi kekekalan setelah ditebus oleh Yesus Kristus mempunyai arah yang tidak pernah berubah.” Ketika kita menerima Yesus Kristus di dalam hati kita, saat itulah kita memiliki kekekalan dengan arah yang benar di dalam kesementaraan. Dan setelah kita menerima Kristus, biarlah kita menggunakan waktu kita yang sementara di dunia untuk mempersiapkan kekekalan. Pdt. Stephen Tong mengajak kita untuk memusatkan pikiran serta tenaga kita untuk mengerjakan hal-hal yang bernilai kekal, yaitu kehendak Allah.
Menutup buku ini, di dalam bab terakhir Pdt. Stephen Tong mengajak kita merenungkan Efesus 5:16 di mana Rasul Paulus berkata, “Tebuslah waktu ….” (KJV, “Redeeming the time ….”) Motto “Time is Money” mengindikasikan seolah-olah waktu bisa dibeli dengan uang, terutama pada zaman sekarang, di mana kita bisa menggunakan uang untuk mengejar atau menghemat waktu, sehingga kita mendapat gambaran seolah-olah waktu bisa ditebus dengan harta. Tetapi Pdt. Stephen Tong menyatakan, “… penebusan waktu yang dimaksudkan di dalam Alkitab jauh lebih tinggi daripada arti penebusan semacam itu.” Beliau memberikan langkah-langkah yang dapat kita ambil dan usahakan untuk kita menebus waktu.
Kekuatan dari buku ini adalah karena teladan yang diberikan oleh Pdt. Stephen Tong sendiri dalam menggunakan waktunya dengan berbijaksana. Kita boleh melihat bagaimana dalam pelayanannya yang tidak kenal lelah, beliau tidak membuang-buang waktu untuk menjalankan kehendak Tuhan atas hidupnya. Sehingga ketika membaca kalimat-kalimat beliau dalam buku ini, kita akan merasakan kuasa Tuhan yang menegur hati kita. Beliau mengatakan, “Jikalau hari ini kita harus berjumpa dengan Tuhan, dan kita harus mempertanggungjawabkan di hadapan-Nya hari-hari yang diberikan kepada kita, siapkah kita? Sudahkah kita mempersembahkan waktu-waktu kita, harta, tenaga, talenta, pikiran, kekuatan, kesehatan, dan segala milik kita di atas mezbah Tuhan?”
Melinda
Pemudi GRII Pusat