Lukisan "Creation of Adam" karya Michelangelo

Creation or Evolution (Bagian 3)

Pada tahun 1859, buku “The Origin of Species”, yang dicetak dan diedarkan di London, menimbulkan kegemparan. Seperti telah dibahas sebelumnya, untuk kedua kalinya kekristenan mendapatkan tantangan besar yang bersifat revolusioner. Kekuatan ini mampu menggoncangkan agama Kristen secara mendasar dan secara global. Pada waktu Darwin mengeluarkan “Theory of Natural Selection”, para pemimpin Kristen tidak siap dan tidak mempunyai kesanggupan untuk menjawab tantangan teori tersebut. Saat itu, evolusi dianggap cukup ilmiah dan berbobot untuk melawan kekristenan yang dianggap kurang akademis. Semua pemimpin gereja yang tidak mau belajar, hanya bersikap angkuh dan tidak mau berubah. Akibatnya, justru mereka digeser oleh dunia. Reformed theology mengajarkan bahwa pemimpin gereja dan orang-orang yang mengajar kebenaran Alkitab harus mengerti relasi antara wahyu Tuhan secara khusus (Alkitab dan Kristus) dengan wahyu Tuhan secara umum (sejarah, alam, dan hati nurani). Reformed theology adalah satu-satunya theology yang membedakan general revelation dengan special revelation. General revelation menjadi suatu wilayah di mana manusia, melalui potensi sebagai ciptaan Allah, sanggup menemukan segala kebenaran di dalam dunia yang dicipta. Tetapi ada wilayah lain, di mana manusia dengan potensinya sebagai ciptaan tidak mampu menemukannya, yaitu rencana keselamatan Tuhan Allah dan tujuan Tuhan menciptakan manusia dan segala sesuatu bagi manusia, yaitu supaya manusia mengagumi ciptaan Tuhan dan mengembalikan kemuliaan hanya kepada Tuhan. Ketika manusia yang hanya berkualifikasi di dalam wilayah wahyu umum berusaha melampaui dan mencoba melawan Tuhan, ia akan hancur sendiri. Kecuali Allah rela memberikan keselamatan, tidak ada orang bisa mendapatkan keselamatan.

Di dalam Evolusi, manusia menjelajah di dalam wahyu umum, tetapi sangat curiga kepada wahyu khusus. Pada waktu menyelidiki biologi, manusia sedang menyelidiki wilayah ciptaan Tuhan. Akhirnya, kesimpulan yang diberikan yaitu bahwa semua itu bukan ciptaan, tetapi hasil evolusi yang berkembang sendiri tanpa penciptaan. Di sini wahyu umum berusaha mengganggu wahyu khusus. “Wilayah kewajiban manusia“ sedang berusaha melawan ”pewahyuan Tuhan Allah.“ Maka timbullah benturan antara yang disebut ilmiah dengan wahyu yang berasal dari Tuhan Allah. Jika evolusi boleh mengabaikan wahyu Tuhan, artinya kita hanya memerlukan yang alamiah dan tidak lagi memerlukan yang disebut supra-alamiah. Sejak zaman Immanuel Kant (1724-1804) sampai abad ke-19, ada bibit yang bertumbuh yang tidak diperhatikan oleh para pemimpin gereja. Mereka telah mengabaikan aspek supranatural. Bidang metafisika sudah tidak dianggap penting lagi. Metafisika dalam bahasa Grika terdiri dari dua kata, yaitu ta meta dan ta physika, artinya dunia atau alam yang melampaui alam fisik ini, segala sesuatu yang tidak pernah kita lihat, yang melampaui dunia kelihatan ini.

Kalau dunia ini adalah akibat, di belakang dunia ini ada penyebab yang tersembunyi, tetapi mengakibatkan dunia yang kelihatan ini. Aristotle mengatakan, “Tidak bisa tidak, harus ada penggerak yang pertama, yang sendirinya tak digerakkan, yang ada di belakang dunia yang bergerak ini, yang tak terlihat, tetapi menjadi penyebab utama semua hal yang menjadikan dunia seperti sekarang ini.” Penggerak pertama itu sendirinya tidak boleh bergerak. Kalau ia adalah penggerak pertama, sementara ia sendiri digerakkan, maka ia bukan penggerak utama. Metafisika yang mempelajari dunia di belakang dunia fisik mulai ditolak pada abad ke-18. Itu sebabnya filsafat Immanuel Kant membedakan dua dunia, phenomenal world dan noumenal world. Dunia phenomena adalah dunia yang bisa kita lihat, ukur, nilai, dan pelajari. Tetapi Kant mengatakan ada dunia yang bukan phenomena, jadi bagaimanapun pandainya, tidak mungkin bisa dimengerti dengan tuntas. Itulah dunia noumena. Bagi Kant, di dalam dunia noumena ada tiga unsur (Allah, imortalitas, dan kebebasan). Menurut Kant kita tidak bisa mengerti Allah, imortalitas, dan kebebasan. Kant mengatakan bahwa ketiga hal ini tidak bisa dicapai melalui rasio murni manusia.

Sejak Immanuel Kant, dunia phenomena dan noumena dipisahkan. Apa yang kita bisa lihat dan ketahui adalah dunia yang kelihatan, di luar itu tidak bisa. Itu sebabnya berhentilah penyelidikan terhadap dunia noumena. Dampaknya dari dunia filsafat ke theology adalah wahyu Allah dianggap tidak perlu. Wahyu Tuhan dianggap hanya konsensus, pengalaman beragama. Saat ini banyak pemimpin gereja Protestan di Indonesia yang sudah kena racun Liberalisme, sehingga gereja mereka tidak bisa maju lagi. Mereka tidak lagi percaya wahyu Tuhan di dalam hati, tetapi tidak berani mengatakannya. Jemaat hanya mendengarkan khotbah yang pada dasarnya tidak lagi percaya kepada wahyu Tuhan. Alkitab dianggap hanya sebagai inspirasi manusia, tetapi konsep pewahyuan, kebenaran, dan kekekalan, semua ditolak. Ketika saya membandingkan semua gelombang dan arus dari dunia pengetahuan abad ke-19, saya merasa takut, karena seolah-olah ada arsitek yang mengatur munculnya semua itu, sehingga akar pondasi kekristenan mau dihancurkan. Jangan kira dunia ini berkembang sendiri. Ada perencana di belakang layar. Yang satu adalah Tuhan, yang lain adalah setan. Tuhan memelihara gereja-Nya. Orang Kristen yang beriman kepada-Nya, berjalan di dalam jalur yang benar bersama Tuhan. Tetapi setan berusaha menyelewengkannya. Inilah satu drama universal di dalam dunia rohani yang orang biasa tidak melihatnya. Orang Reformed harus teliti, berdiri tegak, dan tidak digoncangkan oleh Iblis.

Ketika Darwin mengambil keputusan untuk menjelajah dari wilayah wahyu umum menyerang wahyu khusus, ia telah memasukkan diri ke dalam kesulitan yang sangat besar. Itu sebabnya, ia harus menggunakan lebih dari 1100 kali kata-kata “mungkin”, “kita bayangkan”, “kira-kira”, dan lain-lain. Di sini terlihat otoritas dan kapasitas untuk mendapatkan satu kebenaran fakta sudah tidak bisa dikejar lagi. Maka, Darwin sendiri tidak berani mengatakan hipotesanya sebagai kebenaran. Ia hanya mengatakan itu sebagai hipotesa atau asumsi.

Pada halaman dan paragraf terakhir “The Origin of Species”, ada kalimat: “Kita boleh membayangkan Allah yang menghembuskan nafas pertamanya ke dalam bentuk yang paling sederhana di dalam hidup. Maka hidup pertama berasal dari hembusan nafas Allah sebagai pencipta, dan berkembang terus melalui evolusi, akhirnya menjadi dunia yang begitu variatif, dan terakhir, muncul manusia yang begitu agung.” Akan tetapi sayang sekali, di buku terjemahan paling baru, ada perubahan sedikit. Kata Allah diganti dengan sang Pencipta dan tidak dikatakan “menghembuskan”, tetapi dikatakan “memberikan hidup”. Edisi pertama “The Origin of Species” menulis, “the first life must be from God Himself as the Creator, who breathe and give life to the simplest form.”

Pada tahun buku ini diterbitkan, langsung dimasukkan ke dalam Library of British Museum. Pada tahun kedua, Karl Max, seorang muda Jerman yang berdarah Yahudi, membaca buku itu. Ia sangat terkejut dan merasa mendapatkan tunjangan. Teori Karl Max (Bapak Komunisme) berusaha mengambil beberapa sudut teori-teori untuk menjadi satu sistem, mulai dari sistem ekonomi, sistem perkembangan masyarakat, dan sistem perkembangan sejarah. Ia menemukan Monisme di dalam sejarah. Sejarah yang berkembang melalui Monisme, menjadikannya harus memakai teori Materialisme Mekanis dari d’Holbach[1] dan meng­gabungkannya lagi dengan dialektika metode perkembangan dari Hegel. Ia juga memakai sistem kapitalisme dan perkembangan masyarakat di dalam asumsinya sebagai Komunisme. Setelah ia menggabungkan ketiga pemikiran besar ini, ia masih kekurangan satu hal untuk menjelaskan asal mula dunia. Ketika ia menemukan buku Darwin, ia merasa inilah teori keempat untuk menjadikan teorinya makin kuat. Langsung ia menulis surat kepada Darwin, ia berterima kasih kepada Darwin karena teori natural selection Darwin di dalam buku “The Origin of Species” yang telah memberikan tunjangan untuk menyempurnakan teori Komunismenya. Sebagai tanda terima kasihnya, ia berjanji mengirimkan satu set buku Das Kapital kepada Darwin. Darwin memang tidak pernah menjadi ateis, tetapi buku itu sudah diperalat menjadi penunjang yang mengokohkan Komunisme yang ateis. Mempelajari hal seperti ini, kita belajar, apa yang ingin kita kerjakan, karena kurang bijaksana, akhirnya apa yang kita kerjakan diperalat oleh orang jahat. Itu namanya side effect overshadows the original effect. Efek samping yang tidak kita kehendaki akhirnya malah melampaui efek positif asli yang kita harapkan, dan itu mengakibatkan dampak yang tidak bisa dikontrol lagi. Ketika Darwin mendapat surat dari Marx, ia sangat terkejut, karena teorinya telah dipakai oleh Komunisme. Darwin tidak percaya Komunisme, maka ia segera membalas surat Marx: “Terima kasih atas suratmu. Karena saya tidak setuju dengan apa yang kau katakan, maka maafkan, jangan kirim buku Das Kapital kepada saya. Saya tidak menerima hadiah ucapan terima kasih darimu.” Saya percaya Darwin tidak mau teorinya mendukung teori Komunisme yang melawan Tuhan Allah. Barangsiapa yang percaya evolusi, secara tidak sadar, ia telah terjerumus kepada beberapa side effect yang lain.

Efek Samping Evolusi

Pertama, ia harus percaya natural selection (seleksi alam) sebagai arah sejarah. Arah sejarah tidak ditentu­kan oleh kuasa Allah yang Maha Kuasa, tetapi yang menguasai arah sejarah adalah bahwa yang kuat yang menang dan yang lemah digeser. Natural selection memihak kepada mereka yang kuat. Profit dan kemenangan menentukan hari depan, tetapi siapa benar dan salah tidak perlu dipersoalkan. Ini adalah side effect dari natural selection—manusia terjerumus ke dalam ketidakadilan hanya karena menerima evolusi. Jadi menerima evolusi bukan hanya masalah kebebasan mau percaya teori atau filsafat yang mana, tetapi keharusan menerima natural selection menjadi penentu sejarah.

Kedua, ia juga harus setuju kepada Kolonialisme dan Imperialisme sebagai implikasi menerima survival of the fittest (yang kuat yang hidup). Imperialisme berusaha mengembangkan kekuatan militer untuk menaklukkan bangsa yang kecil dan lemah serta merampas habis sumber alamnya. Ini adalah prinsip survival of the fittest. Tidak lama setelah Evolusionisme berkembang, maka Imperialisme dan Kolonialisme dari Perancis, Jerman, dan Inggris semakin merajalela di seluruh dunia.

Ketiga, barangsiapa menerima evolusi, ia akhirnya menjadi ateis yang melawan iman Kristen, dan memihak Komunisme. Semua Komunisme menerima evolusi. Perang Dunia I dan II didukung oleh orang-orang yang menerima filsafat evolusi. Hipotesa evolusi banyak merusak orang Kristen. Bagi orang-orang Kristen seperti ini timbul pemikiran dualisme—di dalam gereja percaya Tuhan, tetapi di dunia perdagangan memakai prinsip survival of the fittest, memakai natural selection, memakai segala cara yang tidak etis. Ini adalah schizophrenic iman Kristen yang banyak tidak disadari oleh banyak orang Kristen yang pikirannya terjerat oleh teori-teori itu. Bukan itu saja, barangsiapa yang percaya bahwa uang, modal, kapital, yang menjadi penentu untuk perubahan masyarakat, secara tidak sadar ia adalah penganut Darwinisme.

Darwin sendiri tidak menyatakan teorinya sebagai suatu kebenaran, ia hanya memaparkan suatu hipotesa. Di masa tuanya, ia banyak membaca Alkitab. Dalam pertemuannya dengan Lady Hope, misionaris dari Skotlandia, Darwin berkata, “I was a young man with unformed ideas. I threw out queries, suggestions, wondering all the time over everything, and set up the theory of natural selection. And to my astonishment the ideas took like wildfire. People made a religion of them.” Kalimat-kalimat ini ditulis di dalam suatu buku “Voices from the Edge of Eternity”. Tetapi kini keturunan Darwin menyangkal hal tersebut. Wajar kalau anak dan cucu Darwin mendukung Darwin, tetapi saya juga percaya, waktu Darwin mengatakan hal tersebut, dia tidak memanggil anak-cucunya terlebih dahulu. Saya percaya Lady Hope mengatakan hal yang benar. Dalam satu buku Inggris yang berjudul “The Earth Uphill”, ada kalimat Darwin yang ditujukan kepada seorang profesor di Oxford University. Darwin mengatakan bahwa teori natural selection ini harus dihentikan dulu, karena sampai hari itu, ia sendiri pun tidak mempunyai bukti untuk menyaksikan teori itu. Kalimat itu ditulis pada tahun 1862, tiga tahun setelah Darwin menulis “The Origin of Species”.

Fosil Manusia dan Evolusi

1. Java Man

Dalam hipotesa evolusi ada bukti-bukti yang berasal dari penemuan fosil-fosil. Ini adalah cara membuktikan teori itu benar adanya. Salah satu fosil terpenting yang ditemukan adalah Java Man yang replikanya ada di Museum Gajah di Jakarta. Java Man ditemukan oleh orang Belanda bernama Eugène Dubois di daerah Trinil, Bengawan Solo, tahun 1891. Sebagai pendukung evolusi, ia mengatakan tulang itu adalah bukti evolusi dan bahwa orang Jawa zaman dulu tidak sama dengan orang Jawa sekarang. Sebenarnya tengkorak dari Java Man dan gigi-giginya ditemukan di tempat yang berbeda dengan jarak 50 meter, sehingga banyak yang meragukan apakah tengkorak dan gigi itu berasal dari mahluk yang sama. Juga, bagaimana membuktikan bahwa fosil tersebut adalah nenek moyang orang Jawa. Ini adalah loncatan-loncatan asumsi yang sama sekali tidak ada dukungannya. Suatu kali Dubois mempresentasikan fosil tersebut di Eropa dalam suatu konferensi, tetapi ia ditertawakan oleh orang-orang Jerman. Ia marah dan lalu menyimpan fosil-fosil tersebut. Sampai 25 tahun kemudian fosil itu baru dikeluarkan, tetapi tidak ada yang bisa memastikan bahwa fosil-fosil tersebut berasal dari satu makhluk.

2. Peking Man

Ditemukan di daerah Choukoutien dekat Beijing oleh suatu ekspedisi Perancis yang dikirim dari Paris. Di daerah Choukoutien, ditemukan tengkorak manusia kuno bersama dengan alat-alat yang mereka gunakan pada zamannya. Yang menemukan Peking Man, salah satunya adalah orang Perancis yang adalah juga seorang pastor Katolik, yang bernama Pierre Teilhard de Chardin. Ia menulis beberapa buku, salah satunya adalah “The Phenomenon of Man dan The Divine Milieu”. Di dalam tulisannya, ia berusaha mengutarakan pengertiannya akan arkeologi dengan Kitab Suci, dan mengkombinasikan antara penciptaan dan evolusi. Ia adalah salah satu orang di abad ke-20 yang mempunyai kreatifitas dan inovasi pikiran yang luar biasa. Ia menganggap sejarah itu ada Alpha dan Omega point. Alpha point adalah penciptaan oleh Tuhan Allah, Omega point adalah kesuksesan evolusi. Alpha point is the creation by God; Omega point is the complete evolution of Man. Di tengah-tengah sejarah adalah inkarnasi Kristus ke dunia, untuk merepresentasi the Alpha and Omega point. Akan tetapi ia mengetahui, sebagai pastor Katolik, kalau ia mengatakan bahwa Tuhan menggunakan evolusi untuk menjadikan dunia seperti sekarang ini, ia akan dikucilkan. Itu sebabnya, ia tidak mau tulisannya dibukukan pada waktu ia masih hidup. Setelah mati, barulah tulisan-tulisannya dicetak dan diterbitkan. Idenya adalah mengkombinasikan teori penciptaan dengan teori evolusi. Akan tetapi Peking Man ini hilang. Saat itu kebudayaan Tiongkok mendapatkan kecelakaan besar pertama kali pada tahun 1901 ketika Cina diserang oleh koalisi negara Eropa. Orang-orang Eropa yang dipengaruhi evolusi merasa sebagai pihak yang kuat dan berhak menjajah semua negara. Pada waktu mereka masuk ke dalam istana raja Yuan Ming Yuan (tempat raja bermain) yang sangat besar dan indah, mereka menjarah banyak sekali barang antik yang indah. Yang kedua kali, tahun 1948, adalah saat Chiang Kai Sek meninggalkan Tiongkok. Karena takut komunis akan menghina kebudayaan Tiongkok, semua barang antik bersejarah yang paling penting dibawa dari Beijing ke Taiwan. Tapi akhirnya dari 3600 truk yang mengangkut barang-barang itu, 1000 peti hilang. Kali ketiga, tahun 1966-1976, terjadinya Cultural Revolution (Revolusi Kebudayaan), saat orang-orang komunis menganggap zaman itu sebagai zaman yang baru, barang-barang kuno dari zaman dulu dianggap tidak berarti dan tidak bernilai. Mereka menghancurkan barang-barang antik yang penting di museum. Sebelum dihancurkan, para curator menyembunyikan dan mencuri banyak dari barang-barang antik tersebut. Dan sebelum mereka dihukum oleh pemerintah Cina, barang-barang tersebut dijual, sehingga sekarang beredar di beberapa tempat, seperti Macau, Taiwan, dan beberapa tempat yang lain. Fosil Peking Man pada tahun 1941 (zaman peperangan dengan Jepang) berusaha dikirim ke Amerika untuk diamankan. Tapi sayangnya hilang dalam perjalanan ke Qin Huang Dao dan sampai hari ini tidak ditemukan. Yang ada saat ini hanya tiruannya yang dibuat berdasarkan foto. Pemerintah Tiongkok, baik dari pihak Chiang Kai Sek, maupun dari pihak Mao Zedong, mengirim surat ke seluruh dunia, demi kebudayaan orang Cina, supaya barangsiapa mengetahui informasi mengenai keberadaan fosil Peking Man, dapat menghubungi pemerintah Tiongkok, mereka akan memberikan hadiah. Surat itu diedarkan, tapi sampai sekarang tidak mendapatkan informasi yang benar.

3. Cro-Magnon

Fosil ketiga yang seringkali dianggap sebagai bukti evolusi adalah Cro-Magnon Man. Ditemukan di Perancis oleh Louis Lartet tahun 1868, tengkorak Cro-Magnon Man cukup besar, sehingga mereka menganggap Cro-Magnon Man sudah dekat dengan manusia modern. Di satu buku yang berjudul “After Its Kind” yang ditulis oleh Nelson, ditulis bahwa volume otak dari tengkorak Cro-Magnon itu mungkin lebih dari 1600 cc. Sedangkan volume otak orang biasa kira-kira hanya 1500 cc, kalah besar dari orang Cro-Magnon. Maka kalau manusia Cro-Magnon punya otak yang besar, tapi tidak pintar seperti orang modern, itu melawan dalil evolusi.

4. Piltdown Man

Fosil keempat adalah Piltdown Man, yang disebut sebagai the first English man. Di kota kecil yang bernama Piltdown, pada awal abad ke-20, ada yang yang menemukan fosil-fosil tengkorak, yang kemudian dianggap sebagai fosil manusia kuno di Inggris. Fosil Piltdown Man kemudian dimasukkan ke dalam British Museum. Pada tahun 1953 ada tiga orang ilmuwan Kristen yang minta izin untuk meneliti fosil Piltdown Man. Hasil penelitian membuktikan bahwa fosil tersebut adalah hasil pemalsuan, kemudian akhirnya dikeluarkan dari British Museum.

5. Beberapa Fosil Lain

Fosil kelima adalah Heidelberg Man. Keenam adalah Neanderthal Man. Ketujuh adalah East African Man. Kedelapan adalah Tanzanika Man. Menyusul penemuan-penemuan baru sampai hari ini. Baru-baru ini di Asian Newsweek, di Johor, Malaysia, ditemukan jejak kaki manusia yang panjangnya 17 inch. Lalu mereka mengembangkan teori manusia kuno di Malaysia. Kita melihat, ada orang-orang yang mencari fosil-fosil untuk membuktikan adanya nenek moyang manusia yang hidup ratusan ribu, bahkan jutaan tahun yang lalu. Mereka menggunakan metode Karbon 14 untuk mengukur umur dari fosil-fosil yang ditemukan. Ternyata asumsi ini sekarang sangat diragukan kebenarannya.

Fosil tengkorak Neanderthal Man mempunyai volume otak yang kecil, jadi mereka berasumsi ini pasti lebih kuno dari manusia kuno yang lain. Di dalam buku “The Origin of Species”, mereka beranggapan bahwa otak kecil lebih bodoh dari yang berotak besar. Jadi orang yang lebih kuno adalah orang yang otaknya lebih kecil, sedangkan yang makin modern, otaknya semakin besar. Akan tetapi, fakta mengatakan bahwa Jendral Lafayette, salah satu jendral Perancis yang memimpin peperangan dengan luar biasa, IQ-nya tinggi sekali namun memiliki otak yang volumenya lebih kecil sedikit dari Neanderthal Man. Menurut hipotesa evolusi, maka Jendral Lafayette lebih bodoh dari Neanderthal Man. Ini membuktikan teori evolusi mengenai volume otak itu tidak benar. Semua cerita mengenai fosil manusia kuno ada kelemahannya, yaitu semua fosil ini tidak memiliki tempat untuk tali suara. Jadi, mereka hanyalah makhluk yang pernah hidup, tetapi tidak bisa bicara. Tali suara manusia dan binatang lain sekali. Makhluk yang bisa berbahasa hanyalah manusia. Tali suara itu perlu agar manusia bisa mengutarakan makna dan kebenaran melalui bahasa. Maka dari fosil-fosil yang ditemukan tidak terbukti bahwa itu adalah fosil nenek moyang kita.

Kiranya kita semakin sadar bahwa cara terbaik bagi manusia adalah meninggalkan semua asumsi yang palsu dari pemikiran evolusi dan kembali kepada Alkitab. Tidak ada jalan yang lebih baik bagi manusia, yang lebih rasional, yang lebih bijaksana dan lebih pandai, kecuali kita taat kepada Allah dan kebenaran-Nya. Amin.


[1] Baron d’Holbach (1723-1789) adalah seorang utilitarian, ateis, dan filsuf Materialisme dari Perancis. Ia menekankan bagaimana moralitas harus menunjang kebahagiaan. Teorinya adalah morality is happiness.