Nikodemus hanya memiliki satu kali kesempatan untuk berdialog dengan Tuhan Yesus. Setelah itu, dia tidak pernah mencari atau berdialog dengan Yesus lagi. Maka, jika kesempatan satu-satunya ini bisa membuahkan hasil yang baik, sungguh itu adalah anugerah Tuhan. Bukankah selama ini Tuhan Yesus memperlakukan para pemimpin agama Yahudi dengan tidak terlalu bersahabat? Mengapa malam itu Yesus mau menerima kedatangan Nikodemus? Di sini kita melihat bahwa Tuhan Yesus memandang Nikodemus sebagai seorang pemimpin agama yang berbeda dari yang lain, karena ia tidak munafik. Di antara sekian banyak pemimpin agama yang melawan Yesus, masih ada seorang yang sungguh-sungguh ingin mencari tahu kebenaran. Hal ini sangat Tuhan Yesus hargai.
Namun, bukan karena Tuhan Yesus menghargai Nikodemus maka Ia mengatakan hal-hal yang menyenangkan dia, atau yang dia inginkan. Sebaliknya, Tuhan Yesus justru menggunakan kesempatan satu-satunya ini untuk mengatakan apa yang harus Ia katakan. Inilah prinsip memberikan jawaban jujur untuk setiap pertanyaan yang jujur; suatu pernyataan yang jujur bagi mereka yang datang mencari kebenaran dengan jujur. Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika engkau tidak diperanakkan pula, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah.” Pernyataan yang sedemikian jujur dan benar dinyatakan dengan terus terang. Pernyataan inilah yang sangat diperlukan oleh kebudayaan Yahudi yang sudah begitu munafik. Mereka membutuhkan kebenaran sejati.
Orang yang paling kasihan di dunia adalah orang yang mengira dirinya sudah mengenal Tuhan, lalu bertindak terlalu jauh, melampaui orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Hal ini bisa kita lihat dari kelompok-kelompok esktrem seperti para teroris yang berbasis agama. Mereka menganggap membunuh orang identik dengan melayani Tuhan. Sungguh konsep yang sangat berbeda dengan sifat Tuhan yang penuh cinta kasih dan menginginkan manusia untuk bertobat.
Ketika orang-orang beragama sudah terpuruk sedemikian jauh, apakah Tuhan wajib mengakui mereka yang menyatakan diri sedang mencari Tuhan? Tidak! Oleh karena itu, jangan ada seorang majelis atau pendeta atau pelayan Tuhan yang mengharapkan ucapan terima kasih dari Tuhan. Sebaliknya, kalau hatimu tidak beres, sekalipun engkau memiliki jabatan pelayanan yang tinggi, mempunyai banyak pengikut yang setia, namamu harum di mata orang-orang yang kau pimpin, Tuhan tidak akan segan-segan menggesermu. Dia adalah Allah, Dia berhak membuang orang yang memandang dirinya cukup penting atau yang dianggap penting oleh orang lain, tetapi tidak dianggap penting oleh Tuhan. Itulah yang Allah katakan kepada Samuel, “Katakan kepada Saul, raja Israel, karena dia menghina Aku, maka Aku membuangnya.”
Yohanes melebihi Matius, Markus, dan Lukas, dalam hal ia adalah satu-satunya yang mencatat pernyataan Yesus kepada Nikodemus dalam Yohanes 3:7. Pernyataan ini adalah pernyataan yang dapat menyembuhkan dan memulihkan orang Yahudi dari kebobrokan mereka. Menurut orang Farisi, orang Israel harus berbakti kepada Tuhan melalui mereka, yaitu para guru agama yang sudah belajar secara akademis. Demikian juga banyak pendeta berpikir bahwa kalau dia tidak berkhotbah, maka dunia tidak akan bisa mengenal Tuhan. Itu sama sekali tidak benar. Tuhan ingin kita memelihara hati yang sungguh-sungguh jujur dan bersandar kepada-Nya dengan rendah hati. Suatu nasihat penting yang sangat dibutuhkan oleh orang Yahudi adalah “lahir baru”. Engkau harus dilahirkan kembali. Itu sebabnya Tuhan Yesus tidak memandang berapa tinggi pengetahuan theologi mereka, atau sudah berapa lama mereka menjadi rabi, Ia tetap menekankan, “Kamu harus diperanakkan pula!”
Diperanakkan pula adalah pengalaman hidup, bukan theologi. Setinggi apa pun seseorang belajar theologi, dia tetap dilahirkan oleh daging. Mereka yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan yang dari Roh adalah roh. Ini adalah dua dunia yang berbeda. Sekalipun seseorang berkata, “Tuhan, aku ini orang Kristen sekian generasi, pernah menjadi majelis, pernah mempersembahkan sekian miliar,” ia tetap perlu dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Jadi, betapa bodohnya orang yang tidak memiliki hidup baru, yang hanya memamerkan kehebatan dirinya yang memukau orang lain. Inilah yang Yesus katakan kepada Nikodemus.
Siapakah yang dimaksudkan dengan “kamu”? Jelas bukan hanya Nikodemus karena Nikodemus sedang mewakili budaya Yahudi dengan segala kehebatannya dalam mempelajari hukum Musa selama lebih dari 1.500 tahun. Sekalipun mereka sudah belajar Taurat begitu banyak dan mencapai prestasi akademis yang begitu tinggi, mereka tetap perlu diperanakkan pula.
Siapa Mengerjakan Kelahiran Kembali?
Seorang perlu diperanakkan pula oleh Roh Kudus. Maka, diperanakkan pula bukanlah pekerjaan manusia. Ini adalah inisiatif dan berdasarkan kedaulatan Allah. Tuhan Yesus mengatakan, “Bagai angin yang bertiup ke mana ia mau, demikian pula Roh Kudus akan memberikan anugerah lahir baru.” Kelahiran kembali bukanlah jasa manusia, melainkan anugerah Allah. Allah memberikan kelahiran kembali kepada orang yang mendapat belas kasihan-Nya. Sekalipun saat ini begitu banyak orang yang minta Roh Kudus, tetapi Alkitab menegaskan bahwa Roh Kudus diberikan kepada seseorang seturut kedaulatan-Nya. Tidak ada seorang pun dapat memaksa Allah untuk melakukan sesuatu. Kita hanya bisa taat kepada-Nya dan selalu menantikan belas kasihan-Nya. Yang penting adalah ketika angin Roh Kudus bertiup, janganlah engkau mengeraskan hati. Ketika terjadi tsunami di Aceh, sebuah kapal dengan berat lebih dari dua ratus ton, bisa bertengger di atas gunung yang jaraknya empat kilometer dari pantai. Ini membuktikan betapa besar kekuatan alam; kekuatan angin dan air yang melampaui kekuatan mesin buatan manusia. Itu sebabnya ketika Tuhan Yesus meredakan angin dan ombak, murid-murid yang kebanyakan adalah nelayan sadar betapa dahsyatnya kuasa Tuhan Yesus yang mengatur dan berdaulat atas semua kekuatan alam. Langsung mereka berlutut dan menyembah Tuhan Yesus. Demikian pula orang yang dilahirkan kembali. Itu bukan karena kekuatan atau kehebatan manusia, melainkan sepenuhnya berdasarkan anugerah dan kedaulatan Allah. Kalau bukan Tuhan yang menggerakkan hati kita, kita tidak mungkin bertobat. Tanpa anugerah Tuhan, iman kita akan tetap miskin.
Anugerah Tuhan diberikan barulah manusia bisa berespons. Inilah pernyataan Tuhan Yesus yang ditangkap dan ditegaskan oleh Theologi Reformed: Jika Tuhan tidak memberikan anugerah, tidak seorang pun memperoleh berkat-Nya. Jika Tuhan tidak memberikan kesempatan, tidak seorang pun dapat mendengar Injil. Tetapi Nikodemus menjawab, “Mana mungkin?” Ini menunjukkan Nikodemus tidak mengerti apa yang Yesus katakan kepadanya. Bukankah Nikodemus sudah belajar Taurat begitu mahir secara akademis? Ternyata, pengertian mendalam yang ia miliki hanyalah pengertian agama. Itu sebabnya, saya ingin setiap mahasiswa theologi menyimak dengan baik, meskipun engkau mampu menghafal, bahkan menjawab semua soal ujian dengan benar, itu tidak menjamin engkau memiliki kerohanian yang tinggi, karena pengertian yang engkau kuasai sebenarnya sangatlah dangkal, kecuali Roh Kudus memberikan pengalaman yang lebih mendalam, yaitu kelahiran kembali, yang mendahului pengertianmu.
Jadi, pengertian theologi adalah langkah susulan, untuk mencari tahu apa itu diperanakkan pula; di mana pengalaman yang lebih besar, yaitu kelahiran kembali, telah engkau alami terlebih dahulu. Dengan demikian orang tersebut dapat menjelaskan dengan benar kepada orang lain pengalaman yang ia terima dari Tuhan. Kita sangat perlu menyadari bahwa yang harfiah tidak pernah bisa berubah menjadi pengalaman. Misalnya, lagu “Malam Kudus” bisa kita analisis secara akademis, dari struktur notasinya, kalimatnya, dan lain-lain, tetapi kita tidak bisa menggubah sebuah lagu yang mutunya sama seperti lagu “Malam Kudus”. Keindahan, harmoni, dan nuansa yang dimunculkan telah menyentuh hati berjuta-juta manusia di segala tempat, di sepanjang zaman, yang tidak bisa diselesaikan oleh analisis akademis. Maka, sekalipun Nikodemus telah belajar begitu tinggi dan begitu banyak, Tuhan Yesus tetap menuntut dia untuk dilahirkan kembali oleh Roh Kudus.
Apa Pentingnya Roh yang Ada di dalam Diri Kita?
Tanpa roh, kita hanyalah onggokan daging dengan tulang, darah, saraf, dan berbagai organ yang tidak berbeda dari binatang. Manusia dinyatakan hidup jika ia masih bernapas. Ketika ia sudah tidak bernapas lagi, ia telah menjadi jenazah. Maka setelah Tuhan menciptakan Adam dari debu tanah, Ia menghembuskan napas ke dalam hidungnya, barulah Adam menjadi manusia hidup yang dapat berdiri, bergerak, berpikir, dan menjalin hubungan dengan Tuhan. Jadi, rohlah yang membuat dia menjadi orang yang hidup. Demikian pula orang Kristen yang sudah diperanakkan pula, dia dapat melihat hidup yang suci, mencintai jiwa sesamanya, bergairah mengabarkan Injil. Ini semua bisa terjadi karena Roh Allah bekerja di dalam dirinya. Hal ini yang sering dipalsukan oleh roh-roh yang bukan dari Tuhan, yang membuat orang Karismatik mengklaim dirinya dipenuhi Roh Kudus, tetapi tidak menjalankan hidup yang suci dan tidak mengkhotbahkan kebenaran firman Tuhan.
Pernyataan “Engkau harus dilahirkan kembali” dicatat oleh setan. Maka ia mengganti Roh yang sejati dengan roh palsu. Kita harus selalu ingat bahwa yang membuat manusia hidup bukanlah roh dunia, melainkan Roh Allah. Roh Allah adalah Roh yang suci, Roh yang kudus, Roh Kebenaran, Roh yang tulus, Roh Hikmat, yang penuh pengertian. Ini mengindikasikan bahwa ketika Roh Kudus memenuhi seseorang, hidup orang tersebut akan berubah total.
Bagaikan napas (Ibrani: nephes, ru’ah; Arab: nafas, ruh; Yunani: pneuma) yang Allah hembuskan ke dalam hidup Adam, bisa diartikan sebagai “angin hidup” yang dihembuskan ke dalam hidup Adam. Roh yang ada di dalam diri manusia adalah roh yang dicipta; sedangkan Roh Kudus adalah Roh Pencipta, Roh Allah, Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal. Dalam bahasa Latin, Pribadi pertama dari Allah Tritunggal disebut Patris, Pribadi kedua disebut Filii, dan Pribadi ketiga disebut Spiritus Sancti. Ketika Allah mencipta, Dia memberikan roh yang dicipta kepada Adam yang dicipta, dan jadilah Adam manusia yang hidup. Tetapi, pada saat roh itu keluar dari dirinya, dia mati. Ketika itu, sekalipun secara lahiriah dia masih tetap utuh, masih memiliki rambut yang indah, hidung yang mancung, mulut yang mungil, wajah yang ganteng, kulit yang halus, tetap ada hal yang kurang. Ia sudah mati, sudah menjadi mayat. Maka Yakobus berkata, “Tubuh tanpa roh mati adanya.” Tubuh yang memiliki roh yang dicipta disebut hidup, tetapi tubuh yang memiliki Roh Pencipta disebut dipenuhi Roh Kudus, dan dia dimampukan untuk menjalankan kehendak Allah.
Adam memiliki roh yang dicipta, sementara Yesus menjanjikan Roh Pencipta. Di sini kesalahan para Saksi Yehuwa yang mengatakan bahwa roh yang hilang di dalam Adam, kita dapatkan kembali di dalam Kristus, sehingga kita menjadi orang Kristen. Ini salah! Yang hilang di dalam Adam adalah roh yang dicipta, sementara yang Kristus janjikan bukan memberikan roh yang dicipta, melainkan yang lebih tinggi, yaitu Roh Allah sendiri, Roh Kudus, untuk tinggal di dalam dirinya. Maka orang yang dipenuhi Roh Allah, Roh Pencipta, dapat mengerti kebenaran-Nya dan menjalankan kehendak-Nya, berjalan di dalam pimpinan-Nya dan menyatakan kemuliaan-Nya. Ketika Allah berinkarnasi, Ia tidak mengatakan bahwa Ia akan menghidupkan kita kembali dan mengembalikan kita seperti pada keadaan Adam sebelum berdosa. Tetapi Yesus berjanji, “Aku akan memberikan kepadamu sesuatu yang lebih dari yang Adam miliki ketika ia belum berdosa.” Sekalipun Adam hidup suci, ia hanya hidup suci secara natural dengan kesucian yang ada di dalam dunia ciptaan. Tetapi yang Yesus janjikan bukanlah roh yang dicipta, melainkan Roh Suci, Roh Allah sendiri. Dia yang akan mendampingi dan memimpin engkau. Ia akan memimpin cara kerjamu, cara pikirmu, cara hidupmu, jauh lebih tinggi dari keadaan Adam sebelum jatuh ke dalam dosa. Engkau dapat betul-betul berjalan bersama Tuhan. Itu sebabnya, engkau harus dilahirkan kembali. Ketika Allah menciptakan Adam, Ia memberinya nephes (napas kehidupan). Tetapi setelah Yesus bangkit, Ia menghembus murid-murid-Nya sambil berkata, “Terimalah Roh Kudus.” Dengan itu Kristus mau menyatakan bahwa Ia tidak memberikan roh yang dicipta seperti yang diberikan kepada Adam, tetapi memberikan Roh Kudus.
Bagaimana kita menyikapi Benny Hinn yang ikut-ikut meniup dan orang berjatuhan? Benny Hinn jelas bukan meniupkan Roh Kudus, karena itu hanya bisa dikerjakan oleh Allah Pribadi Kedua, yaitu Kristus. Tidak ada manusia yang bisa meniupkan Roh Kudus. Dan yang perlu kita perhatikan, di Alkitab, setiap orang yang menyembah Allah jatuh tersungkur ke depan, bukan terjengkang ke belakang seperti yang terjadi pada tiupan Benny Hinn. Jika Anda percaya pada perbuatan-perbuatan seperti itu, maka engkau tidak mengerti prinsip Alkitab. Orang yang tidak mengerti, menganggap apa yang dilakukan Benny Hinn hebat. Ia telah tertipu oleh permainan setan. Kita perlu peka membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Seorang kolektor harus hati-hati membedakan antara guci yang asli dengan yang palsu. Demikian juga ada ijazah yang asli dan ijazah yang palsu.
Orang yang dipenuhi Roh Kudus bukan hanya mendapatkan kembali roh yang dicipta, melainkan menerima Roh Sang Pencipta. Tandanya, ia memiliki kesucian dan kebenaran, dua hal yang tidak mungkin dapat dipalsukan. Jika seorang pendeta mengklaim dirinya penuh dengan Roh Kudus, jangan engkau terlalu cepat gemetar dan takut akan klaim tersebut. Coba kita perhatikan apakah dia betul-betul hidup suci. Orang yang banyak membicarakan Roh Kudus di atas mimbar, tetapi di bawah mimbar mencari pelacur, dia bukan orang yang mempunyai Roh Kudus, karena Roh Kudus pasti akan memimpin orang untuk hidup suci. Sebaliknya, roh setan yang memalsukan Roh Kudus pasti tidak bisa menghasilkan hidup suci. Iblis tidak mungkin menghasilkan kesucian Allah, karena kesucian Allah hanya bisa dihasilkan oleh Allah sendiri. Mengajarkan tentang Roh Suci mudah, tetapi hidup suci tidak mudah.
Jika kita perhatikan sembilan aspek buah Roh Kudus, tidak ada kata suci atau kesucian. Ini karena kesucian merupakan sifat dasar yang harus mewarnai kesembilan aspek buah Roh Kudus tersebut. Maka kita harus mengerti sebagai: kasih yang suci, damai yang suci, sukacita yang suci, dan seterusnya. Dengan demikian kesucian tidak perlu menjadi salah satu elemen dalam buah Roh Kudus. Roh Kudus juga adalah Roh Kebenaran, sehingga selain memimpin seseorang untuk hidup kudus, juga akan membawa setiap orang mengerti kebenaran firman Tuhan. Orang yang penuh Roh Kudus tidak akan khotbah sembarangan. Jadi, kalau ada orang yang mengaku penuh Roh Kudus, tetapi hidupnya tidak kudus dan khotbahnya mengawur, maka dia sedang menunjukkan bahwa dirinya bukan dipenuhi Roh Kudus.
Engkau harus diperanakkan pula. Pada saat Roh Kudus memperanakkan engkau, seperti angin yang bertiup, engkau tidak tahu dari mana datangnya dan ke mana perginya. Kita dapat membayangkan, ketika mendengar kalimat seperti itu, Nikodemus menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata, “Kok bisa ya, ternyata masih ada hal yang begitu penting yang tidak aku mengerti.” Maka, Tuhan Yesus menegur dia dengan terus terang, “Nikodemus, engkau adalah pengajar orang Israel, mengapa engkau tidak mengetahui hal ini?” Nikodemus sudah membaca Perjanjian Lama dan sudah menjadi guru bagi banyak orang, tetapi ternyata ia sendiri belum tahu apa yang diungkapkan oleh Kitab Suci. Di hadapan kaumnya, Nikodemus dipandang sebagai orang hebat yang menjadi guru besar yang dihormati karena kehebatannya, tetapi di hadapan Yesus, ia tidak ada apa-apanya. Tuhan Yesus ingin menyingkirkan hati yang sudah membatu dan menggantikannya dengan hati yang taat, yang lembut, yang terbuat dari daging. Hati yang keras akan Ia buang, dan Ia akan mencangkokkan hati yang lembut ke dalam dirimu. Itulah diperanakkan pula. Yesus kemudian berkata, “Aku mengajarkan tentang hal-hal dunia dan engkau tidak mengerti. Bagaimana engkau bisa mengerti hal-hal rohani?” Tuhan Yesus mau mengarahkan pembicaraan ini kepada iman. Bagaimana seseorang bisa beriman jikalau ia tidak pernah diajar mengenai hal-hal sorgawi? Yesus memisahkan antara hal sorgawi dan hal duniawi secara kualitatif. Jika engkau sudah dapat mengerti kedua hal ini, engkau baru dapat mengerti apa itu “perbedaan kualitatif” (qualitative difference). Dengan demikian, engkau akan selalu mengetahui dengan jelas bahwa seluruh Injil Yohanes memisahkan antara hal sorgawi dan hal duniawi. Puncaknya bagaimana “yang dari sorga” berbicara tentang hal sorgawi, sementara “yang dari dunia” berbicara tentang hal-hal dunia. Kiranya kita boleh semakin bertumbuh dalam iman yang sorgawi. Amin.