Jesus Christ and Nicodemus, painted by Matthias Stom, between 1640 and 1650 Source: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Matthias_Stom_-_Christ_and_Nicodemus.jpg

Nikodemus Menemui Yesus (Bagian 13)

Yohanes 3:16 adalah ayat yang sangat terkenal dan populer di sejarah dunia. Saya percaya, hampir tidak ada orang Kristen yang tidak tahu ayat ini, bahkan banyak yang menghafalkan ayat ini. Tetapi saya ingin Anda mengerti satu hal, yaitu ayat ini muncul setelah dialog Tuhan Yesus dengan Nikodemus, tokoh agama yang merasakan ada sesuatu yang kurang di dalam agamanya. Dan Rasul Yohanes mendapatkan satu prinsip yang baru tentang hubungan Allah dan manusia.

Tuhan Yesus mengakhiri pembicaraan-Nya dengan Nikodemus dengan mengangkat peristiwa orang-orang yang diselamatkan karena melihat ular tembaga yang ditinggikan. Kita melihat bahwa Tuhan Yesus di sini mengangkat peristiwa di Perjanjian Lama, yang merupakan pusaka orang Yahudi, sebagai satu-satunya bangsa yang menerima wahyu Allah. Tidak ada satu pun agama saat itu yang mengaku menerima wahyu dari Allah. Dimulai dari bapa leluhur Abraham hingga Tuhan Yesus, selama dua ribu tahun orang Ibrani menerima hak istimewa dari Allah, yaitu wahyu, kebenaran Tuhan yang sempurna. Baru di kemudian hari orang Islam mengaku menerima wahyu dari Tuhan. Bedanya, ada puluhan orang Yahudi yang menerima wahyu Perjanjian Lama; ada belasan orang Kristen yang menerima wahyu Perjanjian Baru; tetapi di Islam hanya ada satu orang yang menerima wahyu. Di dalam Kitab Suci, ada dalil bahwa kebenaran tidak boleh menggunakan saksi tunggal. Dalil ini berasal dari Allah dan Allah sendiri juga yang menjalankannya. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ditulis oleh empat puluh orang yang menerima wahyu dari Allah. Jadi, kita hanya menerima Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diwahyukan oleh Allah.

Orang Yahudi mempelajari Taurat yang Tuhan wahyukan kepada Musa tentang apa yang harus mereka perbuat. Setelah 1.500 tahun, mereka justru menjadi congkak, menganggap diri satu-satunya bangsa yang mengenal Allah, bahkan sudah mempelajari, menghafal, dan menguasai Taurat. Maka mereka yakin bahwa perbuatan baik mereka pasti Tuhan perkenan dan mereka akan diselamatkan. Tetapi di akhir dialog Tuhan Yesus dan Nikodemus, Dia menyinggung peristiwa yang terjadi di zaman Musa, yaitu banyak orang yang mati karena digigit ular berbisa, tidak peduli sebaik apa pun kelakuannya. Pada saat itu sepertinya tidak ada cara untuk melepaskan diri dari bisa ular yang menggigit mereka. Tetapi mereka diselamatkan jika mereka menuruti perintah Allah yang disampaikan oleh Musa, yaitu dengan cara memandang ular tembaga yang ditinggikan, bukan dengan melakukan hukum Taurat. Inilah prinsip yang sudah lama sekali bangsa Yahudi lupakan atau abaikan. Maka, hari itu Tuhan Yesus kembali mengangkat prinsip ini, yaitu mereka terluput dari maut bukan karena melakukan Taurat, melainkan memandang ular tembaga yang ditinggikan.

Prinsip ini bertentangan dengan pengertian orang Yahudi, yang percaya orang diselamatkan karena melakukan perbuatan baik, mirip seperti hampir semua agama, yang bersifat antroposentris, di mana kelakuan manusia menjadi penentu seseorang diselamatkan atau tidak. Mereka percaya kalau menjalankan syariat Taurat, maka mereka diselamatkan. Tuhan Yesus menegaskan bahwa mereka diselamatkan karena memandang ular tembaga, dan ular tembaga ini melambangkan diri-Nya. Ini menunjukkan bahwa sekalipun orang Yahudi mempelajari Kitab Suci, mereka tidak menemukan hal yang terpenting yang tersimpan di dalam Perjanjian Lama, sehingga mereka tetap beranggapan bahwa mereka diselamatkan karena melakukan Taurat. Betapa kasihannya orang yang membaca Kitab Suci tetapi tidak menemukan Injil. Di akhir dialog-Nya dengan Nikodemus, Yesus menyodorkan paradigma lama yang sama sekali baru bagi Nikodemus, yaitu engkau harus sadar bahwa orang sekalipun berbuat baik, akan mati terpagut ular berbisa. Hanya mereka yang memandang ular tembaga akan tetap hidup.

Orang Israel terus menantikan kedatangan Mesias, mengharapkan Kerajaan Allah terwujud, karena mereka berpikir jika Mesias datang, semua akan beres. Alkitab justru menyatakan bahwa orang yang mengikut Yesus harus menyangkal diri dan memikul salib. Jadi, mungkin orang percaya akan hidup lebih susah daripada orang non-Kristen. Hanya saja, kita mempunyai Tuhan yang mati dan bangkit bagi kita, yang memberi pengharapan hidup kekal. Jadi, sekalipun hidup kita di dunia mungkin mengalami banyak masalah, Dia memberikan sejahtera, sentosa, dan damai bagi kita, yang jauh melampaui apa yang dapat diberikan oleh dunia.

Yohanes Pembaptis juga pernah ditanya oleh para pemimpin Yahudi yang mempelajari Perjanjian Lama, “Apakah engkau Mesias?” “Apakah engkau Elia?” “Apakah engkau salah seorang nabi?” Yohanes menjawab, “Bukan.” Mereka marah, “Jika demikian, siapa engkau dan mengapa berani berseru-seru seperti itu?” Yohanes menjawab, “Akulah suara (orang) yang berseru-seru di padang belantara.” Ini adalah nubuat di Perjanjian Lama, tetapi mereka tidak menemukan rahasia ini. Itu disebabkan karena mereka sudah memiliki pra-anggapan bahwa ketika Mesias datang, semua akan jadi beres. Pandangan seperti ini masih terus ada hingga saat ini. Banyak orang berpandangan bahwa asal percaya kepada Tuhan maka semua urusan jadi beres. Atau asal menikah dengan orang Kristen semua pasti oke. Padahal ada banyak orang non-Kristen yang hidupnya lebih beres, sayang mereka belum menjadi Kristen. Sementara ada banyak orang Kristen yang hidupnya lebih bobrok dari orang non-Kristen, tidak mengetahui kehendak Tuhan dan tidak menemukan hal-hal penting di Alkitab. Saya tidak mau mengumbar janji palsu, tetapi sebaliknya saya akan mengajak kita semua untuk menggali Kitab Suci, menemukan setiap prinsip dan hal-hal penting yang sudah dilalaikan oleh orang Kristen. Dengan demikian, kita bisa menemukan betapa limpah, indah dan sempurnanya kehendak Allah, jauh melampaui semua makrifat manusia yang terbatas. Bukan berarti di sini saya mengatakan bahwa orang yang baik tidak membutuhkan Tuhan, karena setiap orang, betapa baiknya dia, tidak dapat menyelamatkan diri dengan perbuatan baiknya. Ia tetap membutuhkan penebusan Kristus. Maka, kata Yesus, “Sama seperti Musa meninggikan ular tembaga, Anak Manusia juga akan ditinggikan, supaya barang siapa yang percaya kepada-Nya beroleh hidup kekal.” Jadi, bukan karena jasa atau agresivitas pengorbananmu di dalam syariat agama yang membuat engkau masuk sorga, tetapi anugerah Allah yang mengirim Kristus mati menggantikan kita di kayu salib, itulah satu-satunya jalan keluar.

Saya percaya setiap kalimat yang Yesus katakan pada malam itu telah membuat Nikodemus goncang, karena sama sekali berbeda dari semua pengertian epistemologi dan agama yang ia pelajari selama ini. Meskipun ia adalah seorang guru agama, tetapi Yesus memandang dia sebagai seorang yang tidak mengetahui apa-apa. Bahkan Yesus mengatakan, “Engkau adalah guru, engkau mengajar Taurat, tetapi engkau sendiri tidak mengerti?” Perkataan Yesus di sini begitu tegas, berani mengonfrontasi pemimpin agama di zaman-Nya yang sudah melupakan banyak hal terpenting dan terus sibuk dengan urusan tidak penting. Di dunia, memang banyak orang yang ketika menghadapi kematian, baru menyadari bahwa selama hidupnya telah mengerjakan banyak hal yang tidak berarti, tetapi ia sudah tidak mempunyai kesempatan lagi.

Apakah selama ini kita sudah menunaikan tugas yang Tuhan perintahkan, sehingga kita tidak masuk ke kekekalan dengan membawa penyesalan? Kita perlu mengoreksi diri dan berharap firman Tuhan boleh mencerahkan hati kita. Saya percaya jika semua orang Yahudi di zaman itu mendengar dan merenungkan dialog Nikodemus dan Tuhan Yesus, tentu banyak di antara mereka yang akan berubah. Sayangnya, mereka merasa tidak perlu, karena mereka sudah menganggap diri mereka cukup baik dan sudah benar. Sebaliknya, malah mereka mengkritik Yesus, bahkan menyalibkan-Nya. Mereka tidak cukup rendah hati untuk mau menyimak ajaran Tuhan Yesus. Akibatnya cukup fatal, yang bersalah telah menghakimi yang benar; yang harus dihakimi menghakimi Hakim yang paling benar dan agung; yang sementara mendakwa yang kekal; yang berdosa menghancurkan Dia yang datang menanggung dosa manusia. Dunia memang sudah terbalik, yang normal dianggap tidak normal, sementara yang tidak normal menganggap diri normal.

Ketika Michael Jackson meninggal, banyak orang menangisi kepergiannya. Bulu kuduk saya berdiri, apa yang dipikirkan manusia? Bukankah dia adalah seorang yang hidupnya hampa, perlu dikasihani, dan bukan dijadikan idola?

Nikodemus tahu bahwa ia butuh Yesus dan bukan Yesus butuh dia. Barang siapa yang menganggap gereja butuh uangnya, dia tidak mungkin menjadi orang Kristen yang baik. Barang siapa memberi persembahan lalu ingin jadi boss bagi Yesus karena merasa cukup pandai, cukup berbakat, berpengetahuan, beruang, dan sanggup menopang kebutuhan gereja, ia akan ditumbangkan oleh Tuhan. Tetapi orang-orang yang punya kekayaan, kepandaian, bakat, pengetahuan, dan kesempatan, namun selalu merasa tidak layak, dia akan menjadi orang Kristen yang baik. Semakin kita merasakan anugerah Tuhan dan bertanggung jawab terhadap setiap hak yang Tuhan beri, kita akan semakin menuntut diri menjalankan hidup yang berarti di hadapan Tuhan. Di antara banyak orang Yahudi yang menganggap dirinya hebat, hanya Nikodemus seorang yang malam itu datang menemui Yesus. Yesus memberi isyarat kepadanya, bahwa bukan dengan melakukan hukum Taurat, tetapi dengan memandang ular tembaga yang ditinggikan, yang melambangkan bagaimana Tuhan Yesus akan disalibkan dan ditinggikan.

Ular beberapa kali dipakai sebagai lambang setan. Kitab Kejadian menyebut ular sebagai binatang yang lebih licik dari semua ciptaan Tuhan. Itu menunjukkan sifat Iblis. Ketika Yudas menerima roti yang Yesus berikan, setan masuk ke dalam hatinya, maka Yudas menjadi dikuasai setan, kehilangan kemurnian hatinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, waspadailah motivasimu, peliharalah kesucianmu, jangan biarkan Iblis menabur benih jahat di dalam hatimu. Perhatikan, Tuhan tidak suka orang banyak bicara tentang setan. Maka, kalau seorang pendeta suka berkhotbah tentang setan, saya meragukan cintanya kepada Tuhan. Suatu hari di seminari ada seorang pendeta dari Jerman datang menguraikan tentang setan kepada sekitar 200 mahasiswa. Banyak orang kagum karena topik ini jarang dibahas. Setelah waktunya habis, ia meminta tambahan tiga puluh menit. Rektor tidak mengizinkan. Ketika saya tanyakan kenapa ia tidak mengizinkan, dia menjawab bahwa orang itu terlalu banyak mempropagandakan setan. Orang yang berbicara tentang setan lebih banyak dari berbicara tentang Yesus adalah pembawa propaganda setan. Kita sering kali membanggakan sesuatu, yang tanpa sadar kita telah dipakai menjadi alat propaganda dan iklan dari apa yang kita banggakan. Kita menjadi iklan gratis dari merek-merek tertentu tanpa kita sadari. Tuhan meminta kita menjadi saksi-Nya. Di Alkitab kata “setan” hanya muncul empat kali di seluruh Perjanjian Lama dan itu pun untuk memaparkan kejahatannya, bukan memuliakan dia. Bahkan di Kejadian 3, tidak muncul istilah “setan”. Istilah “ular” muncul di Kejadian, dan juga ketika Musa melakukan mujizat di mana banyak orang Israel mati digigit ular berbisa. Tuhan memerintahkan Musa meninggikan ular tembaga supaya orang yang memandangnya tidak mati. Istilah “ular” muncul kembali di Kitab Mazmur, menyatakan “lidah orang yang berbohong bagai ular berbisa”. Di Perjanjian Baru, istilah “ular” muncul di khotbah Yohanes Pembaptis yang menunjuk kepada para orang Farisi dan ahli Taurat, “Hai kamu keturunan ular beludak.” Di dalam Roma 3, kata-kata yang jahat diidentikkan dengan bisa ular berbisa. Di Kisah Para Rasul, setelah kapal yang Paulus tumpangi dihantam gelombang besar dan karam, mereka menghangatkan diri di depan api unggun. Lalu ada ular berbisa keluar dan menggigit Paulus. Ia menghempaskan ular itu dan dia tidak mati. Terakhir, istilah “ular” yaitu naga besar muncul di Kitab Wahyu. Banyak kali istilah “ular” dipakai untuk melambangkan si jahat, Iblis. Tetapi di dalam bagian ini, Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan ular tembaga.

Kita harus perhatikan bahwa Yesus tidak mengibaratkan diri-Nya dengan ular berbisa, melainkan ular tembaga yang tidak berbisa. Ular itu jahat, tetapi Yesus adalah Sang Kudus yang masuk ke dunia yang najis. Anak Allah yang sementara menjadi Anak Manusia, Dia yang tidak berdosa rela mengenakan peta teladan orang berdosa (Rm. 8:3). Akibatnya, di dalam 1 Petrus 2:24 dikatakan, “Dia menanggung dosa kita di atas tubuh-Nya; dipaku di atas kayu salib.” Dialah Domba Allah yang membebaskan kita dari bisa ular yang mematikan. Pernyataan Yesus itu menghantar orang di Perjanjian Lama masuk ke Perjanjian Baru. Di sini, Yesus menegaskan bahwa Taurat tidak dapat menyelamatkan. Yesus memberimu paradigma yang baru yaitu “Diselamatkan dengan memandang kepada Kristus”.

Tidak mungkin seseorang bisa diselamatkan karena melakukan Taurat, karena memang secara fakta tidak ada satu pun manusia yang mampu menjalankan tuntutan Taurat dengan sempurna, kecuali Kristus sendiri. Apalagi perbuatan yang kita anggap baik sungguh tidak terhitung apa-apa di mata Tuhan. Yesaya 64 menggambarkan hal itu sebagai “pakaian yang compang-camping”. Bahkan di dalam Roma 3 ditegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang baik, tidak ada seorang pun mencari Tuhan. Pernyataan Alkitab ini sangat mengejutkan dan sangat berbeda dari konsep agama-agama yang mengajarkan orang berbuat baik untuk bisa masuk sorga. Manusia adalah manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, maka yang ia pikirkan selalu mengarah kepada hal yang melawan keinginan Tuhan dan aturan-aturan Tuhan. Itu sebabnya kita tidak dapat diselamatkan dengan menjalankan Taurat, kecuali dengan memandang kepada Kristus.

Yesus mengakhiri dialog-Nya dan tidak ada catatan kapan Nikodemus meninggalkan Yesus. Malam itu dia datang dengan sungguh-sungguh rendah hati, mengakui Yesus memiliki sesuatu yang tidak dimiliki olehnya maupun semua orang Farisi atau para ahli Taurat lainnya, yaitu disertai Allah. Yesus memiliki kuasa ilahi untuk menyembuhkan orang sakit, melakukan mujizat. Tetapi setelah mendengar Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika seorang tidak dilahirkan kembali ia tidak akan melihat Kerajaan Allah,” “Jika seorang tidak diperanakkan oleh air dan Roh Kudus, dia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah,” “Angin bertiup sesuai dengan keinginannya…, demikian juga orang yang dilahirkan kembali…,” Nikodemus menjadi bingung. Seluruh dialog berikutnya semakin menunjukkan bagaimana ia sebagai guru orang Yahudi, ternyata tidak mengetahui apa-apa yang begitu penting. Dia tidak mendebat atau menghina Tuhan Yesus. Ini semua menunjukkan bahwa ia memang berbeda dari semua orang Farisi lainnya yang menganggap dirinya hebat. Setelah dialog selesai, Alkitab tidak memberikan kesimpulan apakah Nikodemus bertobat atau tidak. Tetapi, paling tidak malam itu ia telah mendengarkan pernyataan-pernyataan sangat penting bagi hidupnya, yang tidak mungkin dia dengar dari orang lain. Pernyataan-pernyataan itu telah merangsang pikirannya, sekalipun ia tidak segera mengambil keputusan.

Beberapa belas tahun lalu, ketika saya berkhotbah di Wisconsin, ada tiga profesor dari Beijing University datang mengikuti kebaktian saya. Setelah selesai, salah satu mereka berkata bahwa mereka ingin menjadi Kristen tetapi ada masalah dengan teori evolusi. Lalu saya katakan bahwa engkau tahu dalil entropi, di mana dunia ini semakin lama semakin merosot bukan semakin maju, sementara teori evolusi mengajar kita semua menjadi semakin baik. Jadi, jelas teori evolusi bukan teori yang benar. Para profesor tersebut terkejut dan segera menyadari bahwa mereka telah menemukan Kristus adalah kebenaran. Mereka menyatakan bahwa mereka mau menjadi Kristen dan mau mengandalkan Kitab Suci sebagai kebenaran bagi hidup mereka. Saya bertanya karena mereka adalah profesor dari salah satu universitas terpenting di Tiongkok, apa jadinya jika mereka mengalami penganiayaan ketika kembali? Apakah siap? Jawaban mereka sangat mengejutkan, “Kalau saya tahu Alkitab adalah kebenaran, dianiaya seberat apa pun saya tetap akan setia kepada kebenaran.” Saya mendoakan dia agar Tuhan memberkati dia menjadi orang Kristen dan memberikan pengaruh kepada mahasiswa yang dia didik.

Seorang intelektual yang memiliki pengetahuan dan kedudukan tinggi, yang dihormati dan dikenal masyarakat, memang sangat sulit mengambil keputusan. Banyak orang mendengar khotbah saya juga tidak segera mengambil keputusan. Tetapi setelah mereka menjadi orang Kristen, mereka setia luar biasa. Sementara di dalam kebaktian yang derajatnya lebih rendah, mungkin lebih banyak orang yang mengambil keputusan, misalnya dalam kebaktian anak-anak, bisa 95% anak maju ke depan. Saya berharap setiap kali orang mengambil keputusan, mereka bisa bersungguh-sungguh dan setia sekalipun mengalami banyak penderitaan dan aniaya akibat imannya.

Yohanes 3 berbeda dengan Yohanes 4. Di dalam Yohanes 3 dicatat Nikodemus seorang Farisi mencari Yesus, sementara di Yohanes 4 dicatat Yesus mendatangi wanita yang tidak beres. Di Yohanes 3 orang yang berdialog adalah pria, sementara di Yohanes 4 adalah wanita. Di Yohanes 3 yang datang adalah orang terpelajar, pemimpin agama, sementara di Yohanes 4 adalah orang biasa. Di Yohanes 3 yang datang adalah orang Israel, sementara di Yohanes 4 adalah orang Samaria. Dua penginjilan pribadi yang Yesus lakukan memiliki prinsip dan sifat yang bertolak belakang. Yesus menginjili orang intelektual, tetapi juga menginjili orang dari kalangan bawah. Paulus berkata, “Aku berhutang Injil kepada orang Yahudi dan juga orang Yunani, orang terpelajar dan juga orang barbar.” Dengan kalimat ini, Paulus mau menyatakan bahwa ia siap melayani semua lapisan masyarakat, karena dia merasa berhutang Injil kepada setiap orang, semua bangsa, semua lapisan masyarakat. Saya senang mengabarkan Injil kepada kaum intelektual, tetapi saya juga sering melayani supir taksi dan orang miskin. Bagaimana dengan Anda?

Saya percaya Yohanes 3:16 adalah bukan pernyataan yang Yesus ucapkan, melainkan tulisan Yohanes untuk memperkenalkan dan menyimpulkan dialog Tuhan Yesus dan Nikodemus, yaitu “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia (manusia) ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, agar mereka yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Amin.