Jesus Christ and Nicodemus, painted by Matthias Stom, between 1640 and 1650 Source: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Matthias_Stom_-_Christ_and_Nicodemus.jpg

Nikodemus Menemui Yesus (Bagian 2)

Kita telah membicarakan tentang pertemuan antara orang Farisi dan Tuhan Yesus sebagai suatu peristiwa yang langka, karena orang-orang Farisi adalah orang yang terikat oleh sistem tertutup, di mana mereka menutup diri dari hal-hal yang paling penting, bahkan ketika Firman datang ke dunia. Sebenarnya, Tuhan memberikan Taurat kepada bangsa Yahudi bukan untuk mereka menyombongkan diri, memonopoli keselamatan, melainkan agar mereka menyadari bahwa semua manusia, termasuk mereka, telah meleset jauh dari target yang Tuhan tetapkan (Rm. 2:1). Istilah bahasa Yunani: hamartia (yang berarti: dosa), sebenarnya pengertiannya adalah meleset dari target. Kita tidak boleh mengartikan dosa sebagai perbuatan jahat, melanggar peraturan yang berlaku dalam masyarakat, seperti yang didefinisikan oleh dunia. Sayang sekali orang Yahudi, sebagai penerima Taurat, telah salah menanggapi maksud Allah tersebut. Akibatnya, mereka menganggap diri lebih tinggi dan menghina bangsa lain. Dengan latar belakang pengertian ini, saya memandang bahwa orang yang sudah belajar theologi, tetapi tidak menjalankan firman Tuhan, lebih berdosa ketimbang orang atheis yang tidak mau mengerti Allah, berani melawan dan menghujat Dia. Itu sebabnya, jangan sombong. Kita yang Kristen tidak boleh menghina mereka yang non-Kristen. Ketika Yesus datang ke dunia, Tuhan Yesus malah menjauhi para orang Farisi yang menganggap diri benar, tetapi justru menyebut pemungut cukai sebagai kawan-Nya. Padahal orang Farisi menganggap para pemungut cukai sebagai orang berdosa yang tidak layak dekat dengan Tuhan. Dengan itu Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya lebih dekat dengan orang berdosa yang merasa tidak layak, ketimbang dengan orang Farisi yang merasa dirinya benar dan layak. Menganggap diri layak dan benar adalah dosa yang tidak tampak. Jadi, mungkin saja ada orang Kristen yang menganggap dirinya lebih rohani dari orang lain karena ia adalah seorang majelis atau aktivis gereja. Ada orang merasa sudah lebih rohani karena sudah membaca Kitab Suci sekian kali. Bagi saya semua itu tidak berarti apa-apa. Sesungguhnya, saat seseorang makin mempelajari firman Tuhan, ia makin menyadari bahwa Tuhan itu begitu suci, adil, dan baik. Dan sebaliknya, ia makin menyadari bahwa dirinya kurang suci, kurang adil, kurang baik. Dan itulah tujuan semula Tuhan memberikan Taurat.

Di dalam bab pertama buku Institutes of the Christian Religion, John Calvin menuliskan pernyataan yang sama dengan Agustinus, yaitu: Seumur hidupku, aku hanya ingin mengenal dua hal, yaitu a) mengenal Allah dan b) mengenal diri. Jika kita semakin berusaha untuk mengenal Allah dan mengenal diri, maka kita akan belajar juga melihat kebaikan orang lain, karena semakin kita mengenal Allah, kita akan semakin suka melihat kebaikan orang dan belajar darinya. Orang-orang Yahudi menutup diri mereka karena mereka merasa bahwa mereka memiliki Allah dan firman-Nya, sementara bangsa-bangsa lain tidak. Bangsa-bangsa lain dianggap anjing, hanya mereka sendiri saja yang manusia.

Tuhan muak melihat sikap orang Israel seperti itu, karena mereka tidak mengerti isi hati Tuhan dan target yang Dia tetapkan. Maka sebenarnya, dengan munculnya Yohanes Pembaptis yang berseru-seru di padang gurun dan bukan di Bait Allah, sudah mengindikasikan bahwa Tuhan Allah telah membuang kebudayaan Yahudi yang arogan. Tuhan sudah jenuh dengan perayaan Sabat dan jijik dengan korban-korban persembahan yang mereka berikan. Mereka menyembelih lembu, domba, tetapi bukan untuk mengakui dosa mereka, melainkan memandangnya sebagai jasa. Maka mereka melakukan korban sambil membanggakan diri.

Janganlah kita membanggakan diri dengan pelayanan yang kita lakukan dan bersungut-sungut ketika ada kesulitan yang harus kita hadapi dalam pelayanan. Pelayanan sebenarnya adalah anugerah dan kesempatan yang Tuhan berikan, yang tidak mungkin kita dapatkan di tempat lain. Biarlah kita mengamini dari kedalaman hati kita dan tidak bermain-main dengan setiap pelayanan yang Tuhan karuniakan kepada kita. Jika Ia tidak lagi mau memakai kita, sekalipun kita berlutut, menangis, atau memukul dada, kita tidak akan mendapat kesempatan seperti itu lagi. Anugerah dan kesempatan tidak Tuhan berikan kepada semua orang ataupun seturut keinginan kita. Ketika Yudas melihat Maria memecahkan botol minyak narwastu dan menuangkan isinya ke kaki Tuhan Yesus, lalu menyeka dengan rambutnya, ia marah sekali. Ia menuduh Maria terlalu boros dengan memecahkan minyak narwastu itu ke kaki Tuhan Yesus. Mengapa tidak menjualnya dan memberikan hasilnya sebagai persembahan untuk orang miskin? Di zaman Tuhan Yesus, harga sebotol minyak narwastu sangat mahal. Itu setara dengan upah utuh seorang pekerja selama satu tahun. Dengan kata lain, Maria harus bekerja setahun penuh tanpa menikmati hasil kerjanya demi membeli minyak tersebut. Itulah pernyataan cintanya kepada Kristus yang telah mencintainya. Allah rela menjadi manusia, menyerahkan nyawa-Nya bagi orang berdosa. Maria mengasihi Yesus, maka ia pecahkan botol itu, dan tidak seperti lazimnya orang perbuat, ia membawa pulang botol kosong untuk dijadikan kenang-kenangan mengingat apa yang pernah ia lakukan untuk Yesus. Maria tidak menginginkan imbalan balik, seperti kebanyakan orang yang sekarang memberikan persembahan. Itulah seharusnya yang menjadi sikap orang yang memberikan persembahan kepada Tuhan, yaitu tidak mengharapkan Tuhan akan mengembalikannya berlipat ganda. Tetapi Yudas menegur Maria. Mungkin saat itu banyak orang yang sependapat dengan Yudas, menganggap bahwa Maria mengikut Yesus sampai menjadi tidak waras dengan menghamburkan uang begitu mahal untuk mengurapi kaki-Nya, dan tidak memberikannya kepada orang miskin. Ada orang yang memprotes mengapa saya mendirikan gedung gereja yang besar dan tidak memberikan uang kepada orang miskin saja. Saya bukan tidak tahu dan bukan tidak melakukan pelayanan untuk mereka juga, tetapi kita harus mengutamakan Tuhan bukan mengutamakan orang miskin. Bukankah Tuhan lebih layak mendapatkan pelayanan kita?

Memang ketika Yudas berkata demikian, tidak ada seorang pun yang tahu motivasi di balik teorinya. Apalagi jika di sana ada pengemis atau orang miskin, tentu orang itu akan menyetujui komentar Yudas. Pendapat Yudas mungkin akan mendapat dukungan banyak orang, sementara Maria, mungkin setelah memberi persembahan malah dicaci maki banyak orang. Sungguh suatu keadaan yang menyakitkan. Tuhan Yesus sangat mengerti situasi ini.

Ia adalah Raja, Imam, dan Nabi; tiga jabatan yang harus mendapatkan urapan, namun Ia tidak pernah menerima urapan, padahal saat kematian-Nya sudah begitu dekat. Tetapi jika kita perhatikan, ketika Tuhan Yesus dibaptis, Roh Kudus turun ke atas-Nya dan ada suara dari langit. Ini adalah urapan. Selain itu Tuhan tidak memakai orang Yahudi yang bergelar theologi di Yerusalem untuk mengurapi-Nya. Ia memakai Maria, bahkan Maria sendiri tidak tahu bahwa ia adalah orang yang dipakai Allah untuk mengurapi Tuhan Yesus.
Banyak orang tidak menganggap suatu pemborosan jika menggunakan uangnya untuk membeli berlian atau saham, karena akan menghasilkan keuntungan bagi dirinya. Sementara persembahan dianggap sebagai pemborosan. Maria sadar, Kristus perlu dimuliakan. Maka, dia menggunakan uangnya untuk membeli minyak narwastu murni. Tetapi Yudas mengkritik hal itu sebagai tindakan pemborosan.

Yudas memang orang yang cukup genius. Dia bagaikan doktor ekonomi yang sedemikian kreatif. Ketika dia membutuhkan uang, dengan begitu tenangnya dia bukan menjual barang, tetapi menjual gurunya. Tanggapan Tuhan Yesus sangat mengejutkan, “Orang-orang miskin selalu ada bersamamu, tetapi Aku tidak selalu ada bersamamu.” Jawaban Tuhan Yesus menyatakan bahwa jawaban Yudas yang begitu genius ternyata bodoh sekali. Maksudnya, kita bisa setiap saat melayani orang miskin, tetapi jangan engkau mengira dapat melayani Tuhan setiap saat. Yudas tidak menyadari bahwa kesempatannya bersama dengan Tuhan Yesus sangat berharga dan tidak bisa ia dapatkan seturut kehendaknya. Yesus tidak menjawab dengan pernyataan negatif, tetapi dengan pernyataan positif, yaitu, “Orang-orang miskin akan selalu bersamamu, sementara Aku tidak selalu. Dan apa yang dilakukan perempuan ini akan diberitakan sampai akhir zaman.” Dalam peristiwa ini, Maria tidak mengucapkan satu patah kata pun. Dia tidak pernah membayangkan bahwa apa yang ia lakukan, dua ribu tahun kemudian masih akan dibicarakan seperti saat ini.

Sejauh mana kita mengerti Alkitab? Sejauh mana kita mengerti isi hati dan cara pikir Tuhan? Ada orang-orang yang datang ke gereja hanya ingin mencari berkat, mencari kekayaan, lalu memaksa Tuhan memberikan apa yang mereka inginkan. Itu sebabnya, kita harus setia pada Alkitab, setia mau mengerti dan menjalankan kehendak Tuhan. Biarlah bumi ini mendengar suara-Nya dan berespons pada-Nya.

“Orang miskin selalu bersamamu, tetapi Aku tidak.” Respons Tuhan Yesus ini sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan manusia. Orang Yahudi sering memegang dan memutlakkan konsep mereka sendiri yang tertutup. Akhirnya respons mereka salah dan dibuang oleh Tuhan. Namun, mereka tidak menyadari kondisi mereka.

Kita harus memerhatikan dengan serius, bahwa ketika Yohanes Pembaptis melayani, terjadi suatu hal yang sangat janggal. Ia memisahkan diri dari sistem Yerusalem. Ia tidak berkhotbah di Bait Allah, karena Bait Allah di zaman itu adalah Bait Allah yang tidak dibangun menurut keinginan Tuhan. Musa membangun Kemah Suci tepat seperti yang Tuhan tunjukkan kepadanya di Gunung Sinai. Musa memerlukan waktu empat puluh hari di sana untuk mencatat setiap detail yang Tuhan kehendaki. Bait Allah adalah lambang penyertaan Allah di bumi, maka Bait Allah harus dibangun hanya berdasarkan wahyu Allah. Hanya karena wahyu Allah manusia boleh membangunnya. Suatu gerakan hanya boleh dimulai dengan beban dan visi yang Tuhan berikan. Oleh karena itu, gerakan harus selalu mengikuti pimpinan-Nya untuk mewujudkan kehendak-Nya. Bait Allah Herodes tidak dibangun dengan cara demikian. Herodes membangun Bait Allah bukan untuk Tuhan. Dia bukan orang Yahudi, tidak menuruti ketetapan Tuhan. Ia seharusnya tidak bisa menjadi raja orang Yahudi. Oleh karena itu, demi ia bisa diterima oleh orang Yahudi, ia membangun Bait Allah. Ia telah memperalat agama untuk mendapatkan hati orang Yahudi. Orang Yahudi mengira Herodes mencintai Tuhan karena membangun Bait Allah sedemikian megah dan mewah. Itu sebabnya, kita harus berhati-hati dengan orang yang kaya tetapi hatinya tidak sungguh-sungguh untuk Tuhan. Orang yang Tuhan gerakkan akan memberikan dengan rela, perasaan takut akan Allah.

Kesalahan Cara Penilaian Manusia
Manusia sering kali menilai segalanya secara kronologis dan akhirnya salah. Banyak orang menduga bahwa orang percaya dulu baru mendengar firman Tuhan. Alkitab mengatakan terbalik. Karena mendengar firman seseorang bisa percaya, kemudian dibaptis, bergabung di dalam gereja yang kelihatan. Allah yang telah terlebih dahulu memilih kita sebelum dunia diciptakan. Banyak orang mengira bahwa Yohanes Pembaptis mendahului Yesus, namun yang benar adalah Yesuslah yang mengutus Yohanes Pembaptis. Yesus adalah Allah sementara Yohanes adalah manusia. Itu sebabnya, Yohanes Pembaptis mengatakan, “Akan datang seorang yang akan membaptis dengan Roh Kudus.” Tetapi ia tidak ingin orang salah, maka ia melanjutkan, “Dia yang datang kemudian dariku sebenarnya sudah ada sebelum aku.” Alkitab berulang kali mengoreksi pikiran manusia. Sayang, orang Yahudi yang sudah mengenal Taurat malah menjadi sedemikian arogan dan tidak lagi mau mendengarkan firman Allah. Itulah sebabnya Yohanes Pembaptis tidak berkhotbah di Bait Allah. Peristiwa ini mengindikasikan dua hal: 1) Tuhan akan membuang Bait Allah yang Herodes bangun atas prakarsanya sebagai politikus yang memperalat agama demi apa yang ia inginkan; 2) Tuhan akan membuang bangsa Yahudi yang sudah sedemikian bobrok, memiliki Taurat dari Tuhan, tetapi tidak mau menaatinya.

Perhatikan, orang Yahudi tidak membunuh Yesus dengan tangan mereka sendiri, melainkan membawa-Nya ke hadapan Pilatus dan menuduh-Nya sebagai pengkhianat. Mereka takut dengan Hukum Taurat yang mengatakan, “Jangan membunuh.” Mereka memperalat Pilatus untuk membunuh Yesus. Pilatus sempat sadar bahwa dirinya terjebak, maka dia cuci tangan, lalu menyerahkan Yesus kembali ke tangan mereka untuk disalibkan. Jadi, yang sesungguhnya ingin membunuh Tuhan Yesus adalah orang Yahudi, bukan Pilatus; tetapi mereka memakai tangan Pilatus untuk melakukannya. Itu bukan karena Tuhan Yesus berdosa, tetapi karena kehadiran-Nya menjadi ancaman bagi mereka.

Yohanes Pembaptis tidak mau berkompromi dengan semua kuasa politik, juga tidak mau menyenangkan raja, melainkan tetap menjaga pandangannya pada Tuhan, karena Tuhan yang menetapkan nasibnya di dalam kekekalan.Tuhan Yesus juga tidak pernah mau menyenangkan siapapun. Dia tidak pernah mendatangi orang Farisi dan akhirnya ada seorang Farisi yang mau datang menemui Dia. Nikodemus datang kepada Tuhan Yesus dengan motivasi yang jujur. Sejarah menyatakan bahwa pada masa tuanya, ia menjadi pengikut Yesus. Akibatnya, ia dikucilkan dari masyarakat Yahudi dan dari tempat ibadah orang Yahudi atau sinagoge. Maka, untuk hidupnya dan putrinya, ia naik ke bukit dekat Yerusalem, menebang pohon dan menjual kayu bakar di pinggir jalan. Dari sekian banyak orang Farisi, hanya dia yang mau datang mencari Yesus. Yesus mau menerimanya, karena kalau bukan Bapa yang menarik dia untuk datang kepada Anak-Nya, tidak mungkin Nikodemus bisa mencari Yesus.

Percakapan dengan Nikodemus
Nikodemus memulai percakapan dengan menjuluki Yesus sebagai Rabi. Nikodemus sendiri seorang rabi yang senior, tetapi ia memanggil Yesus yang jauh lebih muda darinya sebagai Rabi. Sejak awal Nikodemus memosisikan diri di bawah Tuhan Yesus. Ini tentu bukan hal yang mudah. Di sini kita melihat Nikodemus adalah seorang yang rendah hati.

Ia berkata, “Guru, kami tahu bahwa tanpa penyertaan Allah, tidak mungkin seseorang dapat melakukan mujizat seperti yang Engkau lakukan.” Kemudian Yesus memberikan jawaban yang begitu sulit, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, ‘Jika engkau tidak diperanakkan pula, engkau tidak dapat melihat Kerajaan Sorga.’” Bukankah Nikodemus baru saja merendahkan diri dan memuji Tuhan Yesus, mengapa Yesus begitu keras kepadanya? Terlihat jawaban Tuhan Yesus seperti tidak bersahabat. Ini bukan masalah bersahabat, tetapi Tuhan Yesus ingin memberitahukan kebenaran kepadanya. Nikodemus mengakui mujizat yang Tuhan Yesus lakukan. Nikodemus melihat lebih dari orang-orang Yahudi lain, yang setelah melihat mujizat, tidak mengenal siapa Tuhan Yesus. Di zaman itu, mujizat sudah lama kering, sudah lama tidak ada. Sudah ratusan tahun Allah tidak menyatakan mujizat, tidak memberikan wahyu.

Ada perbedaan yang sangat besar antara orang yang menilai kesempatan dengan pengalaman pribadinya yang dangkal, dibanding dengan orang yang menilainya lewat pengajaran sejarah. Namun Yesus langsung mengalihkan perhatian Nikodemus dari mujizat ke persoalan diperanakkan pula dan masalah Kerajaan Sorga. Inilah tugas utama Kristus datang ke dunia. Tugas utama-Nya bukan untuk melakukan mujizat, tetapi membangun Kerajaan Allah. Kedatangan Mesias yang sebenarnya adalah intisari pengharapan orang Yahudi, telah dilupakan oleh Nikodemus. Ia terpaku pada mujizat. Kita tidak boleh tertipu oleh Iblis yang hanya mementingkan hal-hal lahiriah, lupa intisari theologi. Kalau engkau mencintai gereja lebih dari firman, engkau berdosa; kalau engkau lebih mencintai seseorang ketimbang firman, engkau berdosa. Itu sebab, ketika Nikodemus mengagumi mujizat, Tuhan Yesus mengalihkan dan membawanya kembali kepada Kerajaan Allah. Inilah tema berita Tuhan Yesus selama Ia di dunia. Ia adalah Sang Raja yang sedang membangun Kerajaan Allah. Tujuan kehadiran-Nya di dunia adalah menebus umat-Nya dari dosa dan membawa mereka masuk ke dalam gereja yang kudus dan am, wujud Kerajaan Allah yang tidak tampak.
Di sini Tuhan Yesus mengingatkan Nikodemus, jika ia tidak diperanakkan pula, maka matanya hanya bisa melihat hal-hal yang fenomenal. Jika ia sudah diperanakkan pula, ia bisa melihat hal-hal rohani dengan benar. Nikodemus sudah cukup senior, tentu kata-kata Tuhan Yesus tidak menyenangkan telinganya. Banyak orang mungkin akan melawan dan meninggalkan Tuhan Yesus ketika diberi tahu seperti itu. Tetapi Nikodemus tidak demikian. Ia bukan hanya rendah hati, tetapi matang kepribadiannya. Ketika ia mendengar tentang “diperanakkan pula”, ia berpikir bagaimana ia yang sudah tua bisa masuk lagi ke rahim ibu dan dilahirkan lagi. Jadi, ia memang mahir di dalam pengetahuan akademis theologis, tetapi tidak mengerti hal-hal rohani. Ada perbedaan mendasar antara dunia akademis dengan dunia spiritual. Itu adalah dua dunia yang sama sekali berbeda. Ada dua unsur perusak kekristenan, yaitu: 1) Mementingkan hal akademis lebih dari pimpinan Roh Kudus, berakibat memiliki pengetahuan theologis namun tidak memiliki kuasa; 2) Tidak mengerti Roh Kudus, tetapi menjelaskan Roh Kudus dengan sembarangan.

Di dalam pertemuan malam itu, Nikodemus mengawali pembicaraan tentang mujizat karena orang akademis yang kurang iman biasanya segera tertarik pada mujizat yang Yesus lakukan. Yesus menarik Nikodemus kembali ke fokus utamanya: Kerajaan Allah. Kita perlu menyelidiki pengertian dan mematuhi kuasa yang ada di setiap kalimat yang keluar dari mulut Tuhan Yesus. Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak mungkin melihat Kerajaan Allah.” Tuhan Yesus di sini menekankan pentingnya “Kerajaan Allah” dan “diperanakkan pula (dilahirkan kembali)”. Nikodemus berpikir bagaimana ia bisa masuk ke rahim ibunya dan lahir kembali. Di sini pikiran Nikodemus terbatas oleh pengalamannya, karena dalam pengalaman hidupnya tidak pernah melihat mujizat. Maka baginya, mujizat Tuhan Yesus sangat menarik. Dan akhirnya, ia berkesimpulan bahwa tanpa penyertaan Allah, seseorang tidak akan dapat melakukan mujizat. Tetapi Yesus tidak mau dia memerhatikan mujizat, melainkan harus melihat Kerajaan Allah dan harus dilahirkan kembali. Nikodemus kembali ke pengalaman hidupnya, sehingga tidak ada titik temu dalam dialognya dengan Tuhan Yesus. Mereka berbicara di dua wilayah yang berbeda, yaitu: wahyu Tuhan di atas dan pengalaman manusia di dunia. Dua wilayah inilah yang memisahkan semua gereja, theologi, agama, dan fenomena spiritual. Tuhan Yesus membicarakan hal rohani, sementara Nikodemus menanggapi dengan hal dunia; Yesus mewahyukan kebenaran, sementara Nikodemus menangkapnya dengan pengalaman dunia. Maka kata Tuhan Yesus, “Yang dilahirkan oleh daging adalah daging, yang dilahirkan oleh roh adalah roh.” Maksudnya, “dilahirkan kembali” berarti dilahirkan dari atas, dilahirkan oleh Allah, dilahirkan dari Roh Kudus, dilahirkan dari Injil, dari firman Allah.

Nikodemus adalah perwakilan dari bangsa yang pernah menerima wahyu Allah lewat Hukum Taurat, menganggap diri sebagai bangsa yang paling tinggi. Yesus adalah Allah dalam wujud yang paling rendah, turun dari sorga, mengenakan tubuh yang berdarah-daging, berbicara dengan bahasa manusia. Secara lahiriah, mereka berdua kelihatan sama, sama-sama bertubuh, berdarah, dan berdaging. Tetapi sesungguhnya, Yesus adalah Anak Allah yang dari sorga, sementara Nikodemus adalah manusia yang di bumi. Oleh karena itu, ketika Yesus menyampaikan wahyu kebenaran yang tertinggi, Nikodemus tidak dapat mengerti karena dia menanggapinya dengan pengalaman hidupnya di dunia.

Ini adalah suatu kontradiksi yang terjadi, manusia menjunjung tinggi apa yang ia miliki, sementara Yesus, yang adalah Tuhan, merendahkan diri-Nya sampai ke titik terendah. Inilah inkarnasi, Allah menjadi manusia. Sebenarnya keadaan kontradiksi ini terjadi sepanjang tiga setengah tahun pelayanan Tuhan Yesus di dunia ini. Tidak ada titik temunya format komunikasi Tuhan Yesus dengan manusia pada umumnya diwakili oleh dua komunikasi yang paling penting, yaitu: 1) Pertemuan Tuhan Yesus dengan Nikodemus; tokoh agama yang tinggi, di awal pelayanan-Nya sebagai Mesias; 2) Pertemuan Tuhan Yesus dengan Pilatus; politikus paling tinggi saat itu, di akhir pelayanan-Nya sebagai Mesias. Kiranya melalui dialog ini kita semakin melihat kontradiksi antara Kristus dan Nikodemus dan kemudian semakin mengenal Kristus. Amin.