Selain kekristenan, tidak ada theologi yang memiliki pengertian bahwa kita dicipta oleh Allah, kita dicipta bagi Allah, kita dicipta untuk hidup di hadapan Allah, dan kita dicipta untuk bertanggung jawab kepada Allah. Kita harus hidup bertanggung jawab kepada Allah karena kita dicipta oleh Allah dengan kapasitas yang khusus. Hal ini membuat kita tidak bisa hidup sembarangan. Di mana kita berada, di situ Allah juga berada. Dia mengawasi kita, Dia memperhatikan setiap segi kehidupan kita karena Dialah Pencipta kita.
Seorang filsuf Denmark, Søren Aabye Kierkegaard (5 Mei 1813 – 11 November 1855) mengatakan, “Kita berada untuk sendiri di hadapan Allah”. Seorang pendeta di New York yang berpikir bahwa jemaatnya bodoh dan tidak mengetahui apa-apa, berkhotbah secara sembarangan. Tetapi ketika kemudian ia melihat seorang theolog yang mahir datang dan ikut di dalam kebaktiannya, maka khotbahnya langsung berubah. Ia menjadi begitu berhati-hati dan bersemangat. Jadi, apakah pendeta ini berkhotbah di hadapan Allah atau di hadapan manusia? Di sini kita melihat bahwa pendeta ini bukan berkhotbah di hadapan Allah dan bertanggung jawab kepada Allah. Ia hanya berkhotbah di hadapan manusia dan berusaha menyenangkan manusia. Sejak jemaatnya mengetahui sikap pendeta ini, mereka tidak lagi menghargai pendeta ini. Mereka melihat bahwa pendeta ini tidak setia di hadapan Tuhan.
Ada sebuah tayangan DVD yang sangat mengejutkan saya. Pada suatu saat, Berlin Philharmonic Orchestra – satu dari dua orkestra terbaik di dunia – sedang berlatih sebelum pementasan dengan begitu seriusnya. Seorang wartawan mencoba mencari tahu mengapa mereka berlatih sedemikian serius. Ternyata karena Wilhelm Furtwängler – dirigen terbesar sebelum Karajan – hadir. Meskipun ia belum memasuki ruangan, mereka sudah berlatih dengan begitu serius. Furtwängler adalah senior dari Karajan. Ketika orang memuji kehebatan Karajan, ia menjawab: “Furtwängler tidak mengatakan demikian kepadaku.“ Furtwängler masih belum puas dengan conducting dari Karajan, muridnya. Mengapa manusia melakukan hal-hal yang tidak beres? Karena dia melihat bahwa tidak ada orang lain di sana. Ketika engkau sadar bahwa Tuhan ada di depanmu maka hidupmu pasti beres. Firman Tuhan mengatakan: “Tidak ada allah lain di hadapan-Ku, dan engkau harus hidup benar di hadapan-Ku.” Orang Kristen harus belajar untuk selalu hidup di hadapan Tuhan dengan benar meski tak seorang pun mengawasi dirinya.
Percaya Allah yang Esa adalah Allah saudara, dan kepada-Nya engkau bertanggung jawab adalah dasar etika manusia. Hukum tak mungkin membuat hidup seseorang menjadi beres, selama engkau belum mengerti butir yang amat penting ini. Oleh karena itu, percaya Allah tidak ada, sepertinya lebih nyaman ketimbang percaya ada Allah; percaya ada banyak allah, sepertinya lebih nyaman ketimbang percaya Allah yang Esa; percaya Allah ada tetapi berada nun jauh di sana, jauh lebih nyaman daripada percaya Allah senantiasa dekat dan memperhatikan kita. Inilah empat hal yang menjadikan manusia sulit untuk mempercayai Allah ada, yaitu: 1) Atheisme 2) Politheisme 3) Deisme, dan 4) Hidup tanpa tanggung jawab di hadapan Allah. Ada sebagian orang yang percaya “tidak ada Allah” sebenarnya percaya bahwa “Allah tidak ada.” Apa bedanya? Tidak ada Allah berarti Atheisme, yaitu menolak keberadaan Allah. Tetapi percaya Allah tidak ada berarti Allah sedang tidak memperhatikan. Sebenarnya pernyataan “Aku percaya tidak ada Allah” adalah pernyataan yang aneh. Jika memang tidak ada Allah, mengapa perlu begitu serius melawan? Juga tidak perlu kita repot-repot percaya. Percaya adalah suatu langkah positif yang tidak perlu diarahkan ke hal yang negatif (tidak percaya). Jika memang tidak ada, tentu kita tidak perlu berteriak untuk tidak mempercayainya. Kita tidak akan berteriak-teriak tidak percaya ada naga. Banyak orang Kristen mengaitkan naga dengan setan. Banyak orang Kristen kemudian menghancurkan semua benda yang bergambar naga, tetapi anehnya dolar Singapura yang ada gambar naganya tidak dibakar atau dirobek, tetapi tetap disimpan. Di sini kita melihat sikap manusia yang dualistik atau bahkan cenderung schizophrenia. Bagaimana dengan mereka yang mengabarkan Injil ke pedalaman Kalimantan? Di sana banyak orang Dayak yang menato tubuhnya dengan gambar naga. Apakah ketika percaya Tuhan Yesus lalu mereka harus dibakar atau dikuliti? Ada satu keluarga didatangi seorang pendeta. Pendeta itu mengatakan bahwa karena ada banyak guci dan piring yang bergambar naga maka ibunya menjadi buta. Kalau semua guci dan piring sudah dihancurkan maka ibunya akan sembuh. Setelah keluarga ini menghancurkan guci-guci dan piring-piring yang sangat mahal harganya, ternyata ibunya tetap buta, dan pendeta itu kabur. Jangan saudara mudah ditipu. Setan yang mau tinggal di dalam guci adalah setan yang bodoh. Setan yang pandai ingin tinggal di dalam hati manusia. Tidak banyak atau bahkan tidak ada orang mau mengadakan seminar ada naga atau tidak. Tetapi banyak seminar membicarakan ada Allah atau tidak. Aneh bukan? Komunisme berusaha meyakinkan dan mendorong orang untuk percaya bahwa Allah tidak ada. Bukankah aneh untuk mendorong orang mempercayai sesuatu yang tidak ada. Mereka berusaha membuktikan Allah tidak ada. Ini sesuatu yang absurd, di mana orang sibuk membuktikan hal yang tidak ada. Kalau memang tidak ada, tentu tidak berguna untuk berusaha keras membuktikan bahwa sesuatu tidak ada. Kalau memang mereka begitu yakin tidak ada Allah, mengapa ada banyak orang yang mengalami anugerah Allah, mengalami bergaul dengan Allah, mengalami firman Tuhan, dan mengalami pimpinan-Nya yang sangat konkret? Orang atheis sebenarnya hanya menipu diri sendiri, lalu menggandeng materialisme, keduanya tak pernah menjadi arus pokok di dalam sejarah manusia, hanya menjadi sub-culture yang akhirnya harus digeser oleh zaman.
Sejak para pluralis Gerika, seperti Heraklitos, Parmenides, sampai Democritus, mereka percaya Allah tidak ada, yang ada hanya materi. Mereka membeda-bedakan berbagai jenis materi, tetapi mereka tidak percaya adanya hal-hal yang rohani atau roh. Seperti para atheis, mereka tidak percaya ada hal-hal di luar hal materi. Tetapi Alkitab tidak pernah memakai presuposisi lain. Allah hanya memproklamirkan diri-Nya. Allah menyatakan diri-Nya dan bagaimana Ia mencipta semua ini (Kej. 1:1). Orang yang tidak percaya Allah ada, tidak dapat mempertahankan keyakinan itu sampai akhir. Ada paling sedikit empat contoh di dalam sejarah, yaitu: 1) Lenin 2) Stalin 3) Mao Zedong, dan 4) Khrushchev. Lenin seumur hidup menyanjung dan mempelopori komunisme. Dialah pendiri negara komunis pertama di dunia. Lenin tidak percaya akan agama atau Allah atau Alkitab, demikian juga Stalin. Tetapi mereka tidak sanggup mempertahankan itu sepanjang hidupnya. Ketika menjelang kematiannya, Lenin memanggil semua comrade (rekan perjuangan) di tepi tempat tidurnya, dan berkata, “Demi memperkokoh Partai Komunis, demi bisa memerintah negara ini dengan leluasa, aku terpaksa menumpas semua lawan politikku yang berbeda pendapat denganku. Sungguh di luar dugaanku, langkah itu mengakibatkan efek samping yang mengerikan. Aku sendiri tidak mampu memutarbalikkan sejarah. Kebencian telah menjadi akar jahat yang menjalar di seluruh tubuh Partai Komunis. Anggota partai saling curiga, saling membenci. Sekarang aku ingin memberitahu kalian, masa depan Uni Soviet sangat gelap, tidak ada jalan keluar, karena tidak seorang pun sanggup mencabut akar kebencian itu.” Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi, “Kecuali bangkit lima puluh orang suci (saints), negara ini akan hancur.” Hal ini terjadi di tahun 1924. Mereka tidak paham apa yang dia maksudkan, tetapi dia menyadari bahwa bawahannya saling berebut kekuasaan, di antaranya Leon Trotsky dan Joseph Stalin. Trotsky lebih lunak sementara Stalin lebih otoriter. Mereka saling membenci sampai Trotsky harus melarikan diri ke Amerika Latin. Suatu saat, orang menemukan dia mati tertembak di tengah jalan, diduga dieksekusi oleh agen rahasia Komunis yang dikirim oleh Stalin. Setelah Lenin meninggal, mereka sepakat untuk menghormati dia sebagai bapak negara Uni Soviet, maka kamarnya dijadikan museum dan dipertahankan tetap seperti ketika ia meninggal. Ternyata, menjelang kematiannya, buku yang Lenin baca bukan buku komunisme dari Marx atau buku Nietzsche, tetapi Kitab Suci orang Kristen. Allah itu ada dan Allah itu hidup. Keberadaan-Nya tidak ditentukan oleh orang mau percaya atau tidak percaya bahwa Dia ada. Allah bukan menjadi ada karena manusia percaya Dia ada. Keberadaan Allah bukan hasil pikiran, perdebatan atau diskusi manusia, sebaliknya merupakan penyebab semua diskusi dan perdebatan manusia. Maka firman-Nya, “Jangan ada ilah lain di hadapan-Ku, karena Akulah satu-satunya Allah, Yang Esa.”
Siapa allah lain di dalam hidupmu? Di gereja, ada banyak orang yang pelayanannya belum diperkenan Tuhan karena yang mereka layani adalah diri sendiri, bukan Tuhan. Jika ia tak diberi jabatan, dia tak mau melayani, itu artinya ia sedang melayani jabatan bukan melayani Tuhan. Jika seseorang melayani ketika dipuji dan marah ketika tidak digubris, maka itu berarti ia sedang melayani pujian, bukan melayani Tuhan. Pengertian “jangan ada allah lain” bukan hanya mengacu pada dewa-dewi yang disembah sujud, melainkan sesuatu yang kau utamakan dalam hidupmu melebihi Tuhan; baik itu reputasimu, hartamu, bisnismu. Itulah allahmu. Tidak peduli saudara adalah pendeta, majelis, penatua, theolog, pembicara kebangunan rohani, atau penginjil, saudara perlu waspada: Siapa yang kita permuliakan? Kepada siapa kita mendedikasikan diri dan pelayanan kita? Selain Aku, TUHAN, jangan engkau menyembah allah lain.
Ada orang yang menjadikan suaminya, istrinya, keuntungannya, kebiasaannya sebagai ilah yang ia layani. Tuhan Yesus berkata, “Jika kau mencintai istrimu, suamimu, saudaramu, anakmu lebih daripada-Ku, engkau tidak layak menjadi murid-Ku.” Saya mengenal dua pendeta yang pelayanannya sangat dihambat oleh istrinya. Ada suami yang tidak bisa melakukan apa-apa selain mencari uang yang dituntut istrinya. Istrinya malu kalau harus dibayar oleh gereja. Saya mengoreksi pikirannya. Hidup dari pelayanan bukan hal yang memalukan, dan kalau seseorang dipanggil menjadi pelayan penuh-waktu, ia tidak berhak menjadi paruh-waktu. Sebaliknya, kalau dipanggil paruh-waktu, dia tidak berhak menjadi penuh-waktu. Ketika Tuhan Yesus memanggil Matius maka ia segera meninggalkan profesi pemungut cukai dan mengikut Yesus. Lebih mulia ketika kita melayani Tuhan dan kemudian Tuhan memelihara kita, ketimbang kita meninggalkan pekerjaan Tuhan lalu kita menjadi kaya karena kita mendapat uang dari orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Kiranya Tuhan terus memimpin agar tidak ada ilah lain yang menjadi Allah kita.
Tuhan ingin agar kebebasan agama yang Tuhan beri kepada kita ditaklukkan di bawah perintah-Nya. Kebebasan agama berarti kita dibebaskan dari menyembah ilah yang salah dan kembali kepada Allah yang sejati. Agama bukan pilihan manusia sesuka hatinya. Hanya Allah di Alkitab yang sejati. Semua yang lain adalah ilah palsu. Manusia harus mengarahkan hati kepada Allah yang sejati.
Ada tiga agama yang menganut Monotheisme, percaya Allah yang Esa, mewarisi iman yang diturunkan oleh Abraham, yaitu Yudaisme, Kristen, dan Islam. Perjanjian Lama dimulai sekitar 3.500 tahun yang lalu. Sekitar 1.000 tahun lebih tua dari Upanishads, Kitab Suci Hindu. Ketiga agama Monotheisme ini sama-sama percaya Perjanjian Lama. Ketika Abraham menerima wahyu Allah, seluruh Mesopotamia saat itu masih menyembah berhala dan menganut politheisme. Abraham menerima wahyu yang penting, yaitu kelak “keturunan”-nya (tunggal), yaitu Kristus akan menjadi Mesias, Juruselamat umat manusia. Ini tidak dipercaya oleh Yudaisme dan Islam.
Apa perbedaan antara Allah Pencipta dan ilah yang dicipta?
1. Allah Pencipta adalah Allah sejati, Allah yang mencipta manusia; Allah palsu adalah ilah yang yang dicipta manusia.
Manusia mencipta allah karena tahu bahwa harus ada ilah yang disembah, tetapi tidak bisa menemukannya, maka manusia mencipta allah palsu untuk disembah. Namun, hal itu ternyata membuat murka Allah yang asli. Allah sejati adalah Allah yang mencipta, Dia tidak dicipta. Dia mencipta manusia sebagai ciptaan yang tertinggi, puncak ciptaan, karena dicipta menurut peta teladan-Nya. Lalu allah palsu dicipta oleh manusia. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta dengan kapasitas mencipta. Jadi, hanya Allah yang Esa yang mungkin menjadi Pencipta, Penebus, dan Pewahyu. Tiga karya besar Allah ini tidak mungkin digantikan oleh yang lain. Klasifikasi ciptaan Allah berbeda-beda dan yang tertinggi adalah manusia. Manusia dicipta dengan kapasitas khusus yaitu seturut peta teladan-Nya. Oleh karena itu, manusia adalah satu-satunya ciptaan yang mirip dengan Sang Pencipta, memiliki daya cipta sehingga bisa mencipta. Namun jelas kualitas ciptaan Allah berbeda dari ciptaan manusia.
2. Allah adalah Pencipta orisinil, tak ada pencipta lain di atas-Nya; sementara manusia diberi daya cipta, namun ciptaan manusia tidak mungkin punya daya cipta.
Misalnya, lukisan Sunflower karya Vincent van Gogh di awal abad ke-20, delapan puluh tahun kemudian terjual tiga puluh sembilan juta dollar. Mengapa begitu tinggi harganya? Karena daya ciptanya memang unik, lukisan itu adalah cetusan dari suatu observasi subjektif, pemikiran yang orisinil, juga kreativitas orisinil sang pelukis yang tidak mungkin ada pada orang lain. Itu sebabnya seni berbeda dari ilmu. Ilmu bisa diulangi lagi, seni tidak bisa diulang. Inspirasi hanya datang satu kali dan tidak bisa diulang. Maka, karya seniman asli mungkin bisa memecahkan rekor, bernilai kekal. Namun orang yang meng-copy hasil karya seni tidak dapat menjadi terkenal karena dia tidak memiliki kreativitas orisinil. Daya cipta adalah pemberian Allah pada manusia yang amat luar biasa, membuat manusia mampu mencetuskan kreativitasnya dalam bentuk syair, filsafat, dan novel. Tetapi, penyimpangan manusia terbesar dalam menggunakan daya ciptanya adalah menciptakan allah palsu; pencipta palsu; pencipta yang dicipta. Di hukum pertama, Allah mengikat manusia untuk tidak menyalahgunakan kebebasan beragamanya, karena Dia adalah Allah yang Esa, yang tak boleh dipermainkan, dihujat, dilanggar perintah-Nya. Orang Israel meninggalkan Mesir karena mereka adalah penganut agama yang benar: beribadah pada Allah yang sejati. Mereka tidak mau diperbudak oleh Firaun, ikut menyembah Ra (dewa matahari) dan ilah-ilah lain yang manusia cipta. Oleh karena itu, Tuhan berkata, “Biarkan umat-Ku pergi menyembah Allah (yang sejati), di padang gurun.” Kebebasan beragama yang Allah beri mengarahkan kita pada ibadah yang benar, bukan menyesatkan kita untuk memilih beribadah kepada siapa saja yang kita suka, yang kita cipta dengan daya cipta yang Pencipta berikan.
Di abad ke-19, Ludwig Feuerbach, orang Jerman, menulis dua buku yang penting: 1) The Essence of Religion, bukan membahas agama tetapi menjelekkan agama. 2) The Essence of Christianity, bukan membahas kekristenan tetapi menyerang kekristenan. Dia hidup di zaman yang disebut The Century of Ideologies. Era di mana ideologi manusia begitu booming, di saat Hegel masih hidup dan Kaisar menjadikan filsafat Hegel sebagai pelajaran wajib di semua SMA. Tanpa diduga justru menghantar filsafat Hegel pada kehancuran karena banyak guru filsafat tidak mengerti filsafat Hegel lalu mengajar dengan interpretasi yang salah. Sebelum Hegel mati, muncul empat aliran filsafat yang menentang dia, yang begitu berkembang setelah dia mati sampai mengakhiri German Idealism. Keempat aliran itu adalah: 1) filsafat Soren Aabye Kierkegaard dari Denmark yang kemudian berkembang menjadi Existensialism 2) filsafat Karl Marx yang kemudian berkembang menjadi Komunisme 3) filsafat Ludwig Feuerbach yang kemudian berkembang menjadi Atheisme, dan 4) filsafat Friedrich Nietzsche yang kemudian berkembang menjadi anti-Kristus.
Kita akan membahas filsafat Ludwig Feuerbach: “Allah tidak mencipta manusia, manusialah yang mencipta allah.” Feuerbach berpendapat, “Allah hanyalah ciptaan yang ada di dalam ide manusia.” Ini terjadi karena manusia punya konsep keadilan, tetapi di dalam hidupnya ia tidak menemukan keadilan. Maka ia mulai mencari keadilan, di sini ia mulai menyatukan ide itu kepada kemutlakkan dan diproyeksikan sebagai apa yang ia sebut “Allah.” Maka Allah itu sebenarnya hasil proyeksi pikiran manusia. Namun, Feuerbach gagal menyatakan dari mana ide kemutlakan itu berasal. Dari mana datangnya kebajikan, kasih, dan kesucian di dalam kehidupan manusia? Hanya Alkitab yang dapat menjawab dengan tegas bahwa itu bukan dari manusia, tetapi dari Allah, dan manusia dapat memperoleh itu karena dicipta menurut peta teladan Allah.
Theologi Reformed menegaskan bahwa manusia dicipta: 1) sebagai raja di antara Allah dan alam, tugasnya adalah mengelola bukan memperkosa dunia. 2) sebagai imam di tengah Allah dan dunia, bertanggung jawab kepada Pencipta dan dunia ciptaan-Nya. 3) sebagai nabi, satu-satunya makhluk yang mampu memberi interpretasi atas ciptaan Tuhan. Namun satu-satunya Nabi di atas segala nabi, Imam di atas segala imam, Raja di atas segala raja, adalah Anak Manusia, yaitu Kristus. Jadi sesungguhnya, orang yang percaya segala sesuatu ada dengan sendirinya membutuhkan iman yang lebih besar daripada mereka yang percaya bahwa Tuhan adalah Pencipta. Maka, atheis dan evolusionis yang melawan Alkitab bukanlah orang-orang tak beriman, tetapi iman mereka tidak didasarkan atas kebenaran dan firman, melainkan menyalahgunakan kapasitasnya sebagai nabi.
Memang Allah adalah pencipta manusia, tetapi tidaklah salah pendapat Feuerbach bahwa allah adalah ciptaan manusia, hanya saja allah ciptaan adalah allah palsu. Manusia yang Allah cipta bisa menciptakan musik, komik, ukiran, dan lainnya, sementara ciptaan manusia tidak bisa menciptakan bangunan, musik, allah, karena tidak memiliki daya cipta. Inilah kerangka penting Doktrin Allah dalam iman Kristen. Allah sejati adalah Allah Pencipta yang asli. Allah palsu adalah “triple ciptaan,” yaitu manusia ciptaan menggunakan bahan ciptaan (materi) dengan daya cipta yang dicipta untuk mencipta ilah ciptaan. Tetapi ilah ciptaan ini dianggap Allah. Betapa menyedihkan. Kita perlu menyadari tidak ada kebebasan untuk memilih allah yang palsu. Kita tidak bebas memilih agama atau kepercayaan sesuka kita. Tidak bebas untuk sesat; tidak bebas untuk menyembah ilah palsu, ilah yang dicipta; satu-satunya kebebasan adalah terjaga di dalam perintah Allah sejati. Allah memproklamirkan diri-Nya adalah Allah yang sejati di Alkitab. Salah satu proklamasi yang penting terdapat di Kitab Yesaya: “Dengan allah palsu manakah kau membandingkan diri-Ku?” (Yes. 46:5) Disusul dengan tantangan bahwa Allah sanggup menunjukkan titik akhir sejarah dari permulaan. Alkitab adalah satu-satunya Kitab yang menuliskan awal sejarah hingga kiamat, dari Alfa hingga Omega, dari titik penciptaan hingga titik penyempurnaan. Di situlah Allah memproklamasikan diri sebagai Allah yang benar, dan tidak boleh ada ilah lain di sisi-Ku.
Orang non-Kristen sering mencap orang Kristen arogan karena beranggapan bahwa Allahnya adalah Allah yang sejati. Mereka melihatnya sebagai penghinaan terhadap agama lain. Mereka ingin kita melepaskan iman Monotheisme. Mereka ingin manusia mengakui ada banyak Allah yang berbeda-beda. Monotheisme adalah salah satu dari lima sumbangsih terbesar kebudayaan Yahudi terhadap dunia. Jika ada lima orang pria mengaku sebagai ayahmu, tentu engkau tidak bisa menerima kelimanya. Engkau harus memastikan siapa ayahmu yang benar karena ayahmu yang sejati hanya satu. Dan orang yang paling berhak memastikan hal itu adalah ibumu atau melalui pemeriksaan DNA. Demikian pula dengan Allah yang sejati. Roh Kuduslah yang akan memimpin kita untuk mengetahui siapa Allah yang sejati sekaligus memastikan kita adalah anak-anak-Nya, karena Dialah yang melahirbarukan kita. Ajaran Alkitab begitu ketat, bukan karena arogan, tetapi karena kebenaran fakta.
Kini kita menyoroti filsafat Friedrich Nietzsche, yang sezaman dengan Feuerbach, yang juga menentang Hegel. Bagi Nietzsche, manusia harus menggunakan kreativitasnya dengan bebas, tanpa ikatan apapun. Puncaknya, justru membuat dia terlepas dari ikatan agama, tradisi, sejarah, kesalahan dan menjadi superman. Nietzsche adalah perintis Superman.
Yohanes pembaptis adalah perintis jalan bagi Kristus. Kristus diharapkan memperbaharui dunia, tetapi Kristus malah membelenggu dunia selama dua ribu tahun maka kita perlu superman. Sebenarnya Nietzsche adalah anak pendeta. Ketika kecil, ia sering mengenakan jubah pendeta, berjalan ke sana ke mari dan orang menjulukinya sebagai pendeta kecil. Namun faktanya dia menjadi penentang Kristus karena salah menginterpretasikan Kejadian 3: Allah tak ingin manusia berpengetahuan maka Dia melarang manusia makan buah pohon pengetahuan. Nietzsche merasa dia lebih pandai dari semua filsuf lain karena hanya dia yang dapat menemukan kelemahan kekristenan. Ia menganggap kekristenan menjadikan manusia beretika budak.
Menurut Nietzsche ada dua jenis hukum: 1) hukum yang ditetapkan oleh penguasa guna mengekang orang lemah dan memperkaya diri, 2) hukum yang dibuat oleh rakyat miskin untuk membatasi kalangan atas berbuat sesuka hati. Begitu juga hukum Allah, mengikat, memperbudak manusia. Manusia hanya disuruh untuk taat, tidak boleh melanggar perintah-Nya. Maka perlu Superman yang mampu melepaskan manusia dari tekanan ini. Nietzche juga mengeluarkan pernyataan yang membuat bulu kuduk berdiri: “Yesus mengatakan banyak hal yang tidak mungkin dijalankan, dan sayangnya Dia mati begitu dini tanpa sempat menyesali apa yang pernah Dia katakan.” Sebenarnya Nietzsche adalah seorang yang mengalami depresi berat. Ia menderita schizophrenia di usia 35 tahun dan akhirnya mati dalam keadaan tidak waras (menjadi gila). Dalam bukunya Thus Spake Zarathustra, yang ia tulis dalam bentuk syair yang sangat indah, terdapat satu paragraf: “Di kala para allah berembuk di surga, tiba-tiba Yehova dengan arogan berkata: Akulah satu-satunya Allah, tidak ada ilah lain di hadapan-Ku. Maka semua ilah tertawa terpingkal-pingkal sambil mengejek Dia. Kemudian sorga pun berguncang dan runtuh, dan semua ilah tersebut mati. Nietzsche adalah orang yang menyatakan “Allah mati.”[1] Seratus tahun kemudian, Jean Paul Sartre, filsuf Perancis bahkan mengundang filsuf-filsuf penting menghadiri sebuah upacara penguburan, dan berkata, “Satu abad yang lalu Nietzsche mengklaim bahwa Allah sudah mati maka kini aku menguburkan-Nya.” Tak lama kemudian, Alexander Hamilton, Thomas Altizer menjadikan “Theologi Allah Mati” sebagai satu aliran theologi karena mereka berdalih tidak bisa menerima arogansi dari klaim “Hanya ada satu Allah yang benar.” Allah memang harus tegas mengatakan, “Akulah Allah satu-satunya, jangan ada ilah lain di hadapan-Ku” karena itu adalah fakta. Tidak mengatakan yang sebenarnya adalah sebuah penipuan. Kiranya kita boleh semakin dipimpin oleh Allah yang sejati dan menyembah Allah yang sejati di dalam kebebasan kita beragama. Amin.
Endnotes:
[1] Istri Martin Luther juga pernah mengenakan baju perkabungan dan mengatakan bahwa Allah sudah mati karena ia melihat suaminya begitu kehilangan pengharapan. Itu membuat Martin Luther bangkit kembali dan berjuang. Empat ratus tahun kemudian, Nietzsche mengemukakan pernyataan yang sama tetapi dengan tujuan, pikiran, dan motivasi yang sama sekali berbeda.