Yohanes adalah seorang rasul yang sebelumnya adalah seorang nelayan di Galilea. Seorang filsuf Perancis, Voltaire, pernah berkata, “Biarlah Yesus yang mendirikan agama-Nya bersama dengan dua belas orang Galilea menegakkan kekristenan; dan biarlah saya, seorang diri, orang Perancis, menghancurkan mereka semua.” Apa yang Voltaire katakan ternyata secara realita terjadi tepat kebalikannya. Yesus tidak memilih Nikodemus yang sangat akademik atau para ahli Taurat dari Yerusalem. Salah satu sekolah Reformed yang sempat menjadi sekolah yang paling penting di dunia, yaitu Free University of Amsterdam, setelah 80 tahun hancur imannya. Akademiknya kuat, tetapi imannya hilang. Pengaruh dari Petrus, Yohanes, dan Paulus melampaui Socrates, Aristotel dan Plato sepanjang 2.000 tahun sejarah manusia ini. Ini membuktikan bahwa Yesus bukan orang bodoh yang salah memilih orang atau tidak mampu memilih orang yang pandai dan akademis.
Mengapa Yesus memanggil dan memakai Yohanes? Di antara sekelompok murid yang sudah dewasa dan cukup matang, Tuhan Yesus memanggil seorang remaja untuk ikut masuk ke dalam kelompoknya. Dia adalah Yohanes. Yohanes masih sangat muda, tidak berpendidikan tinggi, dan belum memiliki pengalaman hidup yang limpah. Sepertinya tindakan Tuhan Yesus memanggil Yohanes adalah sebuah keputusan dan pemilihan yang salah. Tetapi fakta tidak seperti itu, buktinya setelah tiga tahun mengikut Yesus, Yohanes lebih mengerti isi hati Tuhan Yesus ketimbang Petrus, Yakobus, ataupun murid-murid yang lain. Di bagian ini, saya ingin kita sungguh melihat pribadi Yohanes. Karena ia dipanggil di usia yang sangat muda, maka ketika para rasul yang lain sudah ‘dipanggil’ Tuhan, ia masih hidup di dalam dunia. Ketika Yohanes menulis Injil Yohanes, Petrus dan Paulus telah meninggal sekitar 22 tahun sebelumnya. Petrus disalibkan terbalik, Paulus dipenggal kepalanya. Memang ajaran mereka masih terus berlanjut, meneruskan apa yang Tuhan Yesus berikan kepada mereka, tetapi siapa yang akan melanjutkan pekerjaan Tuhan di dunia ini? Di sini Tuhan memakai Yohanes. Ketika Petrus dan Paulus sudah meninggal, gereja menghadapi 4 musuh besar. Bagaimanapun setianya mereka, mereka tetap tidak bisa berperang untuk mempertahankan kebenaran. Saat menulis Injil Yohanes, usia Yohanes sudah sekitar 90 tahun. Mengapa orang setua itu masih harus menulis sesuatu yang sedemikian bermutu, begitu mendalam, dan begitu tinggi sampai melampaui semua buku akademis? Yohanes sadar bahwa Tuhan telah memilih dia sejak usia remaja dan dia tahu bahwa itu berarti ada tugas tersendiri baginya, yaitu menjadi saksi Tuhan dan mempengaruhi sejarah yang akan datang.
Di saat usia Yohanes sudah mencapai 90 tahun, Injil memang sudah tersebar kemana-mana. Orang Kristen juga sudah tersebar ke banyak tempat. Tetapi pada saat yang sama, musuh Kristen juga timbul dan berkembang di mana-mana. Orang Kristen yang benar harus memiliki kejelian untuk melihat bahwa di dalam kekristenan selalu ada yang palsu, ada gereja-gereja yang palsu, ada orang-orang Kristen yang palsu, yang bagaikan serigala berbulu domba. Banyak serigala seperti ini menyeludup masuk ke dalam gereja menjadi pendeta dan merusak iman Kristen. Kita tidak boleh hanya asal melayani Tuhan tanpa bisa menemukan mana ajaran yang salah dan palsu, kita harus mengajak jemaat dengan setia kembali “mengerti kebenaran Firman secara komprehensif, lalu dengan segenap hati berperang untuk Kebenaran itu”. Hanya dengan cara demikian kita setia kepada Tuhan.
Jika kita peka, siapakah musuh Tuhan yang harus dihadapi oleh Yohanes?
Musuh 1: Penganiayaan Politik. Ketika Tuhan Yesus masih hidup di dalam dunia, orang-orang Israel diizinkan oleh kerajaan Romawi untuk memanggil Allah itu Tuhan dan tidak dihukum. Kerajaan Romawi dimulai sekitar tujuh abad sebelum Yesus lahir, masih dalam bentuk suatu negara yang kecil. Remus dan Romulus mendirikan satu negara kerajaan yang bernama Roma. Romawi pertama kali menjadi kekaisaran di masa Agustus, di mana ia menjadi kaisar pertamanya. Nama Agustus adalah nama yang ia gunakan setelah menobatkan dirinya sebagai Kaisar. Nama aslinya adalah Jenderal Octavianus. Setelah menjadi kaisar pertama, ia mengubah sistem negara menjadi kekaisaran. Di zaman itulah Tuhan Yesus dilahirkan. Ketika masih dalam bentuk negara, Roma berusaha membuat suatu badan permusyawarahan lalu memproteksi teritori yang ada pada mereka. Selain itu mereka juga membentuk militer yang kuat untuk berperang melawan orang-orang yang datang menyerang mereka. Lambat laun mereka mulai melakukan ekspansi. Agresi mereka didasarkan pada prinsip: sebelum diserang, lebih baik menyerang dan menghancurkan terlebih dulu. Cara ini mengakibatkan ekspansi dari teritori Romawi tidak habis-habisnya. Tetapi lama-kelamaan mereka menjadi makin arogan. Roma telah menjadi sesuatu negara yang wilayahnya melampaui kerajaan apapun yang pernah muncul di dalam sejarah. Wilayahnya melampaui kerajaan Babylonia, Asyria, Makedonia, Mesir, Venisia dan berbagai kerajaan lainnya, yang pernah menjajah hingga meliputi beberapa benua. Pada waktu itu, Roma telah menjajah 3 benua, yaitu Afrika bagian utara, Asia Barat dan Tengah, dan hampir seluruh Eropa, bahkan sampai menyerang Britania Raya (sekarang: Inggris). Mereka menjadi kekaisaran yang sangat besar dan mengalahkan semua musuh mereka. Setelah mengalahkan mereka semua, maka Octavianus memproklamasikan dirinya sebagai kaisar pertama kekaisaran Roma (the First Emperor of Roman Empire) dan menggunakan nama Kaisar Agustus.
Setelah menjajah sedemikian luas wilayah, ia menemukan bahwa ada satu daerah jajahannya yang tidak mau mengakui dia sebagai Tuhan, yaitu orang Yahudi. Bangsa yang kecil ini paling sulit dijajah dan ditaklukkan. Semua orang Roma menyebut kaisar sebagai Tuhan. Hanya orang Yahudi yang tetap menolak menyebut kaisar sebagai Tuhan. Mereka berkata bahwa Tuhan itu hanya Yehovah saja, Pencipta langit dan bumi. Kekaisaran Roma sedang menghadapi satu bangsa yang kecil, namun begitu kaku dan tidak mau kompromi. Bagi orang Yahudi, kaisar hanya hidup beberapa puluh tahun lalu mati, tetapi Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang hidup dan Tuhan yang kekal adanya. Setelah bermusyawarah maka diberlakukan suatu sistem untuk negara Yahudi, yaitu menjalankan dua sistem. Satu negara dengan dua sistem bukan yang pertama kali oleh Deng Xiaoping, tetapi sudah diberlakukan oleh kekaisaran Romawi. Bagi orang Yahudi, “satu-satunya Tuhan adalah Allah, dan hanya Yehovah itulah Allah. Di samping Allah tidak ada Tuhan yang lain. Inilah kepercayaan dan iman kami, inilah wahyu dari Allah.” Maka, akhirnya orang Romawi membiarkan hal ini berlaku. Romawi mengirimkan ribuan tentara untuk menjaga keamanan wilayah ini. Suatu pemerintahan yang sudah kuat selalu menjadi lemah. Kelemahannya ialah perasaan tidak aman. Akibatnya, mereka mengalami perasaan ketakutan sehingga perlu untuk memperkuat kekuatan militer. Kekuatan militer diperlukan saat kekuatan batinnya menjadi lemah. Ini adalah psikologi militer. Di seluruh wilayah Romawi, paling banyak tentara ditempatkan di wilayah Yudea, khususnya menjelang dan selama hari Paskah. Saat itu, jumlah tentara bisa mencapai 180.000 orang. Mereka begitu takut kalau orang Yahudi memberontak dan menghancurkan kerajaan Romawi.
Mengapa pemerintahan Roma, yang tadinya membiarkan adanya dua sistem dalam satu negara, kemudian berubah dan membunuh begitu banyak orang Kristen? Hal ini disebabkan oleh karena mereka melihat suatu perubahan yang serius. Sebelumnya, orang Yahudi hanya memanggil Tuhan kepada Yehovah yang tidak kelihatan. Ini tidak menjadi masalah buat mereka. Tetapi sekarang, orang Kristen memanggil Tuhan kepada Yesus, orang Nazaret yang kelihatan itu. Berarti ada Tuhan lain yang juga manusia selain kaisar. Apalagi yang disebut Tuhan itu adalah Yesus yang sudah mati dan bangkit kembali. Dan kini pengaruh Yesus terus meluas tidak hanya di Yudea dan dapat menjadi ancaman bagi eksistensi kekaisaran Romawi. Maka, mereka mulai melawan dan melakukan penganiayaan. Penangkapan dan penganiayaan berlangsung terus-menerus, yang dicatat di dalam kitab Kisah Para Rasul. Kisah Para Rasul mencatat bahwa setelah Roh Kudus turun di hari Pentakosta, maka mulai banyak orang yang berseru: Yesus adalah Tuhan! Gejala ini diperhatikan terus oleh kerajaan Romawi. Sebenarnya, sebelum orang Romawi menganiaya, orang-orang Farisi sudah terlebih dahulu menganiaya orang Kristen. Mereka tidak suka karena orang-orang Yahudi yang dahulu menjadi pengikut mereka, kini mulai menjadi pengikut Yesus. Akibatnya, orang-orang Kristen melarikan diri ke berbagai tempat ke luar negeri. Ketika mereka melarikan diri ke berbagai tempat di seluruh jajahan Romawi, giliran kerajaan Romawi yang kini mulai cemas. Mereka kini ikut menganiaya orang Kristen. Banyak orang Kristen yang dibunuh dan dipenggal kepalanya. Di kota Roma ada catacombs, yaitu tempat perlindungan bawah tanah, di mana dulu orang-orang Kristen bersembunyi dan beribadah di situ. Terowongan bawah tanah itu panjangnya bisa mencapai 1 km.
Musuh 2: Dunia Akademis. Musuh gereja yang kedua adalah seluruh pemikiran yang sering disebut akademis, berbagai macam filsafat dan orang-orang yang pandai menulis makalah. Mereka menghina, mengejek, menindas, menyindir agama Kristen karena orang Kristen tidak lagi patuh kepada dewa-dewa. Mereka tidak percaya orang mati bisa bangkit dan juga kelahiran Yesus melalui anak dara Maria. Bagi mereka, semua ini merupakan pikiran yang tidak masuk akal. Ajaran sedemikian dianggap sebagai pikiran yang melawan rasio. Di abad ke-2 dan abad ke-3 Masehi, para Bapak Gereja seperti Justin Martyr, Athenagoras merupakan apologet-apologet abad pertama. Mereka mulai bersimpati pada orang Kristen karena penghinaan makin lama makin meluas, bahkan mereka sampai memfitnah bahwa orang Kristen membunuh bayi dan makan daging orang. Semua fitnahan, ejekan, umpatan, sindiran dari filsuf, dunia akademis masa itu, bahkan sampai masa kini, menjadi musuh ke-2 dalam kekristenan.
Musuh 3: Pemalsu Injil. Musuh gereja dan kekristenan ketiga adalah orang-orang yang bukan Kristen sejati menulis injil dan memalsukan nama-nama rasul. Ini paling bahaya. Mereka mengaku sebagai orang Kristen bahkan berani memakai nama rasul-rasul, lalu memalsukan Injil. Mereka menulis cerita mereka sendiri lalu menyatakannya sebagai Injil. Mereka menulis apa yang disebut injil Barnabas, injil Filipus, injil Maria Magdalena, dan sebagainya. Semua itu bukan Injil yang asli. Gejala seperti ini tetap bisa terjadi sampai sekarang, di mana orang yang bukan karena panggilan Tuhan, tetapi memakai jubah pendeta lalu mendirikan gereja, menarik orang, mengumpulkan perpuluhan dan persembahan orang untuk dirinya pribadi. Ini semua adalah musuh gereja yang terselubung. Mereka bisa menipu orang-orang Kristen yang dangkal iman dan pengertiannya. Oleh karena itu, ajaran-ajaran palsu yang memakai nama rasul-rasul itu bisa beredar di dunia. Ketika ajaran-ajaran palsu dan kitab-kitab palsu mulai banyak beredar di masa gereja awal, saat itu Petrus maupun Paulus sudah tidak ada. Yang sudah meninggal tidak lagi bisa memberikan ajarannya yang benar; yang masih hidup mulai mempermainkan Injil dan menulis semaunya sendiri, melawan kekristenan dan mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Di tengah kondisi seperti ini hanya Yohanes yang masih tersisa. Pada saat akhir abad pertama ini beredar puluhan Injil, termasuk yang palsu. Maka di dalam kondisi seperti ini, Yohanes harus menuliskan Injil Yohanes.
Yohanes dipanggil oleh Tuhan Yesus sejak muda dan ia begitu setia mengikut Yesus. Yohanes begitu teliti mendengarkan setiap Firman yang dikatakan oleh Tuhan Yesus. Sampai tua ia mengingatnya dan tidak ada ajaran yang disangkalnya. Ia tidak melupakannya, tidak mengubah, dan tidak menyeleweng dari kebenaran yang pernah dia terima sendiri secara langsung dari Tuhan Yesus. Kini dia harus seorang diri menghadapi semua musuh-musuh gereja ini. Dia harus dengan berani berperang melawan semua musuh sambil terus bersandar dan takut akan Tuhan. Ia mulai mengambil pena, sebagai seorang tua dia menuliskan Injil Yohanes.
Ketika Saudara mempelajari semua ini, kiranya Roh Kudus bekerja dalam hatimu, menyadarkan engkau betapa besarnya kewajiban kita sebagai orang Kristen untuk mempertahankan firman kebenaran Tuhan. Kita juga menyadari betapa besar resiko yang harus kita hadapi ketika kita berperang di dunia dan tidak bermain-main mempertahankan kebenaran Tuhan. Yohanes tidak bisa tinggal dengan tenang, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ia digerakkan oleh Roh Kudus untuk menulis Injil Yohanes. Orang tua yang sudah berusia 90 tahun ini, tidak tidur melainkan berdiri tegak untuk melawan semua musuh gereja dan semua injil palsu.
Musuh 4: Orang Kristen Pura-Pura. Musuh gereja yang berbahaya lainnya adalah orang Kristen yang seringkali berlaku secara munafik. Di dalam gereja ada orang Kristen yang pura-pura, yang datang hanya untuk setor muka, tetapi bukan sungguh-sungguh mengikut Tuhan. Kelakuan mereka tidak sesuai dan tidak mencerminkan iman yang sejati. Mereka menjual Yesus dengan cara hidup mereka yang munafik. Di tengah-tengah situasi seperti ini Yohanes tampil dan Yohanes menulis Injil Yohanes.
Seperti telah dipaparkan di artikel sebelumnya, Injil Yohanes adalah Injil yang keempat dituliskan setelah Markus, Matius, dan kemudian Lukas. Injil Yohanes muncul paling akhir dan di dalam berpuluh-puluh tahun ini bahaya yang mengancam gereja sudah sangat mengerikan dan sudah sangat universal. Tuhan memelihara orang muda ini untuk hidup sampai tua sekali. Ini anugerah Tuhan. Yohanes dibuang ke pulau Patmos di usia tuanya, ia dengan sabar hidup di pulau terpencil itu. Waktu Yohanes berada di pulau Patmos, pada satu hari Minggu dia melihat langit terbuka, Yesus hadir, Yesus menyatakan diri dengan muka yang bercahaya lebih daripada matahari dan Yesus memakai pakaian putih dari atas sampai bawah, begitu berwibawa, suci, penuh kemuliaan dan harkat. Keluar dari mulut Yesus, satu pisau bermata dua dan di atasnya terukir firman Allah. Yohanes berlutut di hadapan Allah dan mendapatkan wahyu tentang bagaimana dunia akan berakhir. Saya tidak bisa membayangkan, apa jadinya jika Tuhan tidak mewahyukan kitab Wahyu ini kepada Yohanes. Tanpa kitab Wahyu, maka seluruh Alkitab kita tidak akan menjadi sempurna. Satu-satunya kitab di dalam sejarah umat manusia, satu-satunya kitab di atas segala agama manusia, adalah kitab yang disebut Alkitab. Kitab yang dimulai dengan apa yang kita kenal sebagai Penciptaan Allah dan berakhir dengan Wahyu Allah tentang akhir sejarah alam semesta ini. Kitab suci adalah satu-satunya buku yang mencatat bagaimana alam semesta dimulai dan satu-satunya buku yang mencatat bagaimana dunia ini akan selesai. Kitab yang mencatat totalitas sejarah ini bukanlah kitab dari mitologi Yunani, bukan mitos dari India atau Cina, juga bukan buku-buku agama lainnya. Tidak ada kitab yang mengungkapkan bagaimana awal terjadinya alam semesta kecuali buku pertama dari Perjanjian Lama; dan tidak ada kitab yang menyatakan bagaimana dunia berakhir kecuali kitab terakhir dari Perjanjian Baru. Inilah satu-satunya buku yang lengkap dan sempurna, buku yang memberitahukan segala pekerjaan Allah dari Alpha sampai Omega, dari penciptaan (Creation) sampai penyempurnaan (Consummation). Dan pusat dari seluruh berita ini adalah kebenaran Injil. Dari semua Injil, Injil yang merupakan Injil di atas semua Injil adalah Injil Yohanes. Jika ketiga Injil yang lain sering kali disebut sebagai Injil Sinoptis (Injil yang memiliki banyak kesamaan), maka Injil Yohanes merupakan Injil yang memiliki keunikan yang sangat khusus. Injil Yohanes tidak banyak mencatat mujizat Yesus, tetapi Injil Yohanes mencatat banyak catatan tentang Yesus yang tidak dicatat oleh Injil yang lain. Yohanes mencatat doa Tuhan Yesus yang begitu panjang kepada Bapa-Nya, berkaitan dengan relasi Bapa dan Anak yang begitu intim. Yohanes hidup begitu dekat dengan Tuhan Yesus. Di Alkitab dicatat dua hal: Petrus mengikut Tuhan Yesus dari jauh karena takut bahaya yang bisa mencelakakan dia. Tetapi Alkitab mencatat Yohanes mengikut Yesus dari dekat. Yohanes ingin mengerti isi hati Tuhan dan itu ia tuliskan dalam Injil Yohanes. Injil Yohanes mencatat tentang Allah Roh Kudus, Parakletos, Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal dengan begitu tajam, yang tidak dicatat oleh Injil yang lainnya. Injil ini adalah Injil di atas semua Injil.
Saya bersyukur kepada Tuhan karena siapakah kita dan hak apakah yang kita miliki untuk boleh mengerti Injil Yohanes seperti ini. Setiap kali saya menceritakan tentang Yohanes, saya ingin menangis karena saya ingin sekali menjadi murid Yesus seperti Yohanes yang boleh mengutarakan, memberitakan khotbah yang tidak diutarakan orang lain, karena lebih dekat dengan Dia. Kiranya Tuhan menyimpan ini di dalam hati kita. Amin.