Natal pertama dinantikan begitu lama dari generasi ke generasi semenjak manusia yang pertama. Dari Perjanjian Lama kita mengetahui bahwa waktu penantian yang lama ini bagai api yang menguji kesetiaan manusia yang menunggu janji datang-Nya Juruselamat. Tuhan membangkitkan satu per satu pahlawan iman (Ibr. 11) yang tetap setia saat menantikan penggenapan janji keselamatan. Tuhan juga membinasakan satu per satu orang yang akhirnya memilih untuk berhenti menantikan janji dan mencari jalan selamat sendiri. Di saat tidak ada satu orang pun yang menantikan, Tuhan tetap setia menggenapi janji-Nya.
Orang pertama yang menantikan janji keselamatan Allah adalah Adam. Setelah manusia pertama jatuh dalam dosa, Tuhan tidak langsung membinasakan manusia, namun hendak menebusnya kembali. Tuhan berjanji bahwa Keturunan Adam akan datang untuk meremukkan kepala si ular dan Adam akan kembali bisa bersekutu dengan-Nya melalui sang Anak ini. Siapakah Keturunan Adam ini? Hawa mungkin mengira si anak sulung, yaitu Kain yang akan menggenapi janji Tuhan. Namun ternyata buah dosa membuat Kain membunuh adiknya, Habel. Dalam anugerah-Nya, Tuhan memberikan satu anak lagi kepada mereka, yaitu Set. Set menjadi satu-satunya kemungkinan penggenapan janji bagi Adam dan Hawa. Namun, Kitab Kejadian bercerita lain saat ternyata banyak keturunan hadir setelah Set tetapi sang ular itu belum juga diremukkan kepalanya (Kej. 4; 5; 6:1-8). Malahan dosa semakin berkembang biak melalui garis keturunan Kain yang memang tidak lagi menantikan Keturunan tersebut.
Akhirnya, kita melihat seakan Tuhan diam saja melihat kebobrokan seisi dunia sampai kita bertemu kisah seorang Nuh. Tuhan menghukum seisi dunia sebab saat itu seluruh manusia hidup semaunya sendiri tanpa menghiraukan janji mula-mula tersebut. Hanya karena kasih karunia, maka Nuh dan keluarganya diselamatkan. Setelah peristiwa air bah, Nuh pun melihat bahwa melalui anaknya, yaitu Sem, akan hadir sang Keturunan tersebut (Kej. 9:26-27).
Waktu yang terus bergulir memudarkan iman orang-orang yang menanti kedatangan sang Keturunan Adam. Setelah lewat beberapa generasi, akhirnya Tuhan memanggil Abraham. Mesopotamia tempat Abraham tinggal saat itu adalah tempat penyembah berbagai macam dewa. Ide tentang sang Keturunan itu begitu jauh dari pikiran setiap orang, mereka bahkan lupa siapa Tuhan itu sebenarnya. Abraham mendapat kasih karunia Tuhan sehingga ia bisa percaya akan Tuhan yang memberikan janji kepadanya bahwa salah satu keturunannya akan menjadi berkat bagi segala bangsa. Kita melihat seakan janji Keturunan tersebut akan kembali dinantikan – setidaknya dalam keluarga Abraham yakni Israel. Janji itu pun terus dinantikan dari generasi ke generasi, dari Ishak, Yakub, dan anak-anak Yakub yang berkembang menjadi sebuah bangsa di tanah Mesir.
Israel dipanggil keluar dari perbudakan Mesir ke tanah yang dijanjikan Tuhan, tetapi Israel lebih merindukan kehidupan lamanya di Mesir. Dengan kekuatan dan kasih setia-Nya, Tuhan tetap memimpin sendiri Israel keluar dari Mesir dan menempatkan mereka di tanah Kanaan sesuai janji-Nya. Sepertinya saat inilah waktu yang ideal bagi sang Keturunan yang dinantikan untuk lahir bukan? Tidak! Israel lebih memilih hidup sesuai keinginan mereka sendiri di tempat yang sudah disediakan Tuhan.
Berbagai macam tokoh hadir di Israel sebagai sang penyelamat namun tetap bukanlah sang Keturunan tersebut. Para hakim hadir menyelamatkan orang Israel dari penderitaan dan penindasan (Kitab Hakim-hakim). Namun saat hakim itu tiada, Israel kembali kepada kehidupan semulanya yang sembarangan. Kita melihat garis Keturunan itu akhirnya kembali mencuat melalui garis yang menghadirkan Raja Daud. Daud sendiri menyadari bahwa salah satu keturunannya yang ia sebut sendiri sebagai Tuanlah yang akan datang untuk menjadi raja selama-lamanya (Mat. 22:45). Lalu apakah kerajaan ini dengan setia menantikan Keturunan itu datang? Tidak! Israel kembali tenggelam dalam rutinitas sehari-hari dan juga dosa yang semakin lama semakin mencekik (Kitab 1 dan 2 Raja-raja, 1 dan 2 Tawarikh). Salomo akhirnya lengah dalam iman di akhir hidupnya. Kerajaan Israel akhirnya terpecah. Walau Israel sepertinya melupakan akan janji itu, Tuhan tetap mengirimkan nabi-nabi-Nya untuk terus-menerus memanggil orang Israel bertobat. Namun, Kerajaan Utara akhirnya tetap diserbu Asyur dan terbuang. Kerajaan Selatan pun tidak luput dan dibuang ke Babel akibat dosa mereka sendiri. Dalam kondisi seperti ini, sepertinya janji Keturunan itu sudah sirna.
Alangkah menariknya saat di dalam Israel sendiri sebenarnya masih ada pengharapan akan datangnya sang Keturunan itu untuk membebaskan mereka (Kis. 1:6). Artinya, ide meremukkan kepala ular akhirnya bergeser menjadi sekadar pembebasan dari jajahan Babel atau penjajah badani. Mereka lupa bahwa ada penjajahan dan penderitaan yang lebih besar yang sedang mereka alami daripada jajahan Babel, yakni dosa. Saat itu, Israel sangat rindu akan kedatangan sang Juruselamat tersebut walau dengan pengertian yang salah.
Dalam konteks seperti inilah akhirnya penggenapan itu tiba. Sang Keturunan, Anak Daud itu akhirnya hadir di dunia. Orang yang sudah dinantikan sejak lama ini akhirnya lahir namun bukan seperti yang diidamkan kebanyakan orang. Ia tidak datang dalam kemewahan seorang raja. Ia tidak datang dengan disambut ribuan orang penting di dunia. Ia datang dengan sederhana diiringi lawatan tentara sorgawi yang mengundang kaum gembala turut serta (Luk. 2).
Bagaimana dengan kita yang hidup setelah kedatangan sang Mesias? Yesus yang sudah pernah datang 2.000 tahun yang lalu ini sudah menyelesaikan tugas-Nya di atas kayu salib dan berjanji akan datang kembali. Namun, apa respons kita saat mendengar “Tuhan sudah datang”? Apa reaksi kita saat mendengar bahwa “Tuhan akan datang”? Apakah kita menutup telinga kita sambil berpura-pura tidak tahu? Hal ini sama saja seperti yang dilakukan Adam dan Hawa saat mendengar Tuhan datang ke Eden, yaitu bersembunyi.
Saat ada ajakan mengingat maranatha, jangan-jangan hati kita risih sebab ada hal yang masih lebih kita nantikan di dalam hati. Ujianku besok! Anakku ingin sekolah tahun depan! Aku ingin menikah bulan depan! Proyekku berhasil dua minggu lagi!
Dengan dalih sedang melaksanakan kegiatan sehari-hari demi kemuliaan Tuhan, kita sebenarnya tidak menyukai fakta bahwa Tuhan akan datang. Kita mendorong jauh-jauh ide bahwa mungkin saja Dia datang saat ini. Ya, saat Anda sedang membaca tulisan ini pun, kita mungkin sedang melupakan sang Satu-satunya Pengharapan bagi dunia ini. Ia yang sudah membebaskan kita dari dosa, Ia juga yang akan mengakhiri sejarah dan membawa kita kepada kehidupan yang sempurna di hadapan Tuhan. Masihkah kita mau melupakan-Nya? Atau kita mau terus menantikan akan kedatangan-Nya yang kedua kali dengan hidup kudus dan melayani di dalam panggilan yang Ia sudah berikan bagi kita?
Mari dalam kesempatan Natal ini kita tidak hanya mengingat Ia yang pernah datang. Mari kita juga mengingat bahwa Ia akan datang kembali. Jangan sampai waktu penantian yang terasa lama ini akhirnya menumpulkan kepekaan kita akan kedatangan-Nya kelak. Nantikanlah Tuhan, Kekuatan dan Penghiburan kita, seperti yang dinyanyikan lewat lagu di bawah ini
Come, Thou long expected Jesus
(Datanglah, Engkau Yesus yang lama dinantikan)
Born to set Thy people free;
(Lahir untuk membebaskan umat-Mu)
From our fears and sins release us,
(Bebaskan kami dari ketakutan dan dosa kami)
Let us find our rest in Thee.
(Berikan kami istirahat di dalam-Mu)
Israel’s Strength and Consolation,
(Kekuatan dan Penghiburan Israel)
Hope of all the earth Thou art;
(Engkaulah harapan dunia)
Dear Desire of every nation,
(Hasrat terkasih dari tiap bangsa)
Joy of every longing heart.
(Sukacita dari setiap hati yang menanti)
Ia berfirman, “Ya, Aku datang segera.” Amin, datanglah, Tuhan Yesus!
Sandy A. Ekahana & Patricia R. Manurung
Pemuda GRII Bandung