Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas manfaat dari wahyu umum, yaitu sebagai dasar objektif bagi seluruh agama.[1] Kita dapat menyebut manfaat ini sebagai manfaat eksternal, sebab manfaat ini adalah bagi agama-agama di luar Kristen. Pada artikel ini, kita akan membahas mengenai manfaat-manfaat wahyu umum bagi kekristenan.[2]
Sebelum menjelaskan manfaat-manfaat ini, Bavinck pertama-tama menyatakan apa yang bukan merupakan manfaat dari wahyu umum. Wahyu umum tidak ditujukan untuk menjadi dasar bagi theologi atau agama natural (suatu agama yang dapat berdiri tanpa adanya wahyu khusus). Tujuan dari wahyu umum bukanlah untuk menjadi sumber bagi pengetahuan manusia mengenai Allah, manusia, dan dunia, untuk kemudian menambahkan pengetahuan-pengetahuan ini dengan pengetahuan tentang Kristus yang diperoleh dari wahyu khusus. Di sini Bavinck mengutip Ritschl, yang menggambarkan pekerjaan para theolog zaman dahulu sebagai berikut: mencari pengetahuan mengenai Allah dan manusia hanya melalui wahyu umum, lalu mencari pengetahuan mengenai hal-hal yang lain melalui Alkitab. Dengan skenario ini, berarti para theolog pertama-tama menempatkan diri di luar iman Kristen mereka, setelah itu barulah mereka menempatkan diri di dalam iman Kristen. Bavinck berpendapat bahwa ini bukanlah posisi orang Kristen. Iman Kristen yang penuh adalah iman kepada Allah Pencipta langit dan bumi. Orang Kristen tidak mungkin dapat memikirkan doktrin mengenai Allah, manusia, dan dunia ini dengan melepaskan imannya, lalu menambahkan pengetahuan-pengetahuan ini dengan pengetahuan mengenai Kristus melalui iman. Orang-orang Kristen memperoleh pengetahuan hanya dari wahyu khusus (Alkitab). Inilah prinsip unik dari orang Kristen.
Ketika berbicara mengenai wahyu khusus, Bavinck mengingatkan kita untuk tidak membatasi wahyu ini di dalam pribadi Kristus saja atau hanya pada sepotong kecil bagian Alkitab, seperti misalnya khotbah Yesus di bukit, atau bahkan hanya pada kitab-kitab Injil. Seluruh wahyu yang tercatat dan terangkum di dalam Alkitab adalah wahyu khusus yang tiba kepada kita melalui Kristus. Kristus adalah isi dan pusat dari seluruh wahyu khusus yang telah dimulai di Taman Eden dan akan disempurnakan pada konsumasi. Wahyu khusus yang penuh ini selalu mengakui, menghargai, menyesuaikan, dan melebur dengan wahyu umum.
Dengan demikian, orang Kristen akan selalu menempatkan dirinya secara utuh pada imannya sebagai orang Kristen (wahyu khusus), dan dengan dasar ini mereka memandang alam dan sejarah (wahyu umum). Dengan cara inilah orang Kristen menemukan jejak dan goresan tangan Allah Pencipta langit dan bumi, yang di dalam Kristus mereka kenal sebagai Bapa. Justru karena status mereka sebagai orang percaya melalui iman, maka mereka dapat melihat wahyu umum Allah dalam alam dan sejarah secara lebih baik dan lebih jelas daripada orang-orang yang tidak percaya. Mereka yang berasal dari daging (istilah Paulus dalam Surat Galatia) tidak dapat melihat jejak dan goresan tangan Allah, serta tidak mampu mendengar suara Allah yang berbicara jelas dalam alam dan sejarah. Mereka mempelajari dan menyelidiki setiap hal dalam alam semesta ini namun tetap tidak menemukan Allah. Di sisi lain, orang Kristen diperlengkapi dengan kacamata dari Alkitab (wahyu khusus), sehingga mereka dapat melihat Allah di dalam segala sesuatu dan segala sesuatu di dalam Allah. Karena alasan inilah kita menemukan di dalam Alkitab pandangan mengenai alam dan sejarah yang tidak akan ditemukan di mana pun. Maka dengan terus memeluk pengakuan iman Kristen, orang Kristen menemukan diri mereka seperti di rumah, bukan hanya di sorga sana, tetapi juga di dunia ini. Mereka bukanlah orang asing di dunia ini, sebab mereka melihat bahwa Allah yang menciptakan dunia tempat mereka tinggal ini tidak lain sebagai Bapa yang mereka kenal di dalam Kristus. Dari tangan Bapa inilah mereka memperoleh segala sesuatu yang mereka terima di dunia ini.
Hal kedua mengenai wahyu umum yang dibicarakan Bavinck adalah dalam interaksinya dengan orang-orang non-Kristen. Wahyu umum menyediakan dasar yang melaluinya orang-orang Kristen dapat berelasi dan berinteraksi dengan orang-orang non-Kristen. Sebagai hasil dari iman Kristennya, mungkin saja orang percaya menemukan dirinya berbeda dengan orang-orang non-Kristen. Orang Kristen mungkin saja tidak sanggup, atau setidaknya sangat kesulitan, untuk meyakinkan orang non-Kristen mengenai iman Kristen. Namun tetap saja, melalui wahyu umum orang Kristen dan non-Kristen memiliki titik kontak, sebab keduanya adalah manusia. Seperti halnya pelajaran-pelajaran di sekolah dasar (SD) yang menyediakan dasar yang umum bagi setiap orang yang belajar, demikian wahyu umum menyatukan setiap manusia terlepas dari agama yang masing-masing mereka anut.
Hal ketiga mengenai wahyu umum yang dibicarakan Bavinck adalah dalam perannya sebagai penuntun kepada wahyu khusus. Bavinck memulai dengan mengatakan bahwa secara subjektif, yaitu di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya, pengetahuan mengenai Allah melalui Alkitab mendahului pengetahuan mengenai Allah di dalam alam dan sejarah. Kita semua lahir sebagai anggota dari agama tertentu; hanya dengan “mata iman” kita dapat melihat Allah dalam ciptaan-Nya; dan, seperti yang Alkitab nyatakan, hanya mereka yang murni dan suci yang dapat melihat Allah. Namun bagi Bavinck, secara objektif, alam mendahului anugerah, dan wahyu umum mendahului wahyu khusus. Anugerah mempresuposisikan alam.[3] Sejak penciptaan, melalui wahyu umum—alam, sejarah, dan hati nurani manusia—firman (kata-kata) Allah telah diberikan kepada setiap manusia. Tidak ada satu pun yang dapat melepaskan diri dari pengaruh wahyu umum ini. Keberadaan dan ide mengenai Allah, spiritualitas, tujuan akhir (kekal) dari dunia ini, adanya moralitas dan keteraturan, dan keyakinan bahwa pada akhirnya kebaikan akan menang, semua hal ini tidak pernah berhenti mengisi pikiran manusia. Kebutuhan ini tidak bisa sepenuhnya ditekan. Oleh karena itu, filsafat mulai mencoba untuk memenuhi kebutuhan ini sejak zaman dahulu. Wahyu umumlah yang menyebabkan kebutuhan ini tetap ada. Wahyu umumlah yang menahan manusia terdegradasi menjadi binatang. Wahyu umum terus mengikat mereka kepada dunia yang bersifat supernatural. Wahyu umum terus memelihara kesadaran manusia bahwa mereka adalah gambar dan rupa Allah, dan dengan demikian hanya dapat memperoleh ketenangan di dalam Allah saja. Wahyu umum memelihara manusia supaya mereka, pada waktu yang telah ditetapkan, dapat ditemukan dan disembuhkan oleh Kristus. Sampai di sini, Bavinck mengatakan bahwa theologi natural dapat disebut sebagai “pembukaan (preambul, seperti halnya pembukaan UUD 1945) terhadap iman”, suatu persiapan dan didikan Ilahi bagi orang-orang Kristen. Wahyu umum adalah fondasi yang di atasnya wahyu khusus dapat membangun bangunannya.
Hal keempat, dan juga hal terakhir, yang disampaikan oleh Bavinck mengenai wahyu umum adalah dalam fungsinya untuk menjaga agar alam dan anugerah, penciptaan dan penciptaan kembali (creation and re-creation), dunia realitas dan dunia nilai (reality and value), tetap saling terhubung dan tidak terpisahkan. Tanpa wahyu umum, wahyu khusus kehilangan koneksi dengan seluruh realitas yang ada di dalam dunia ini beserta seluruh kehidupan yang ada di dalamnya. Garis yang menyatukan kerajaan dunia (alam) dan kerajaan sorga akan terputus. Dalam kehidupan agama, wahyu umum menjaga orang Kristen agar tidak mengisolasi diri dan melepaskan diri dari kehidupan sehari-hari. Tanpa wahyu umum, agama akan menjadi sesuatu yang asing bagi natur manusia. Kekristenan akan menjadi sektarian dan direbut dari keutuhannya. Secara singkat, anugerah akan bertentangan dengan alam (grace opposed to nature), akan terjadi pemisahan antara apa yang ada di alam dan apa yang baik, antara realitas dan nilai, dan pada akhirnya kita akan kembali kepada Parsisme atau Manikeanisme. Kontras dengan hal ini, wahyu umum mempertahankan kesatuan antara alam dan anugerah, antara dunia dan Kerajaan Allah, antara tatanan alam dan tatanan moral, penciptaan dan penciptaan kembali, kebajikan dan kebahagiaan, kekudusan dan berkat, dan dalam semuanya ini, kesatuan dari keberadaan Allah. Allah, yang dalam wahyu umum-Nya tidak meninggalkan dunia ini tanpa saksi mengenai keberadaan-Nya kepada siapa pun, adalah Allah yang satu dan Allah yang sama, yang dalam wahyu khusus menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang menyelamatkan. Dengan demikian, wahyu umum dan wahyu khusus berkaitan satu dengan yang lain.[4] Tertullian mengatakan, “Tuhan yang pertama-tama mengutus alam sebagai guru, bermaksud juga untuk mengirimkan nubuat berikutnya, sehingga Anda, seorang murid dari alam, dapat lebih mudah memercayai nubuat itu.” Alam mendahului anugerah; kasih karunia menyempurnakan alam (nature). Akal disempurnakan oleh iman, iman mempresuposisikan alam (nature).
Marthin Rynaldo
Pemuda FIRES
Pustaka:
[1] Baca Artikel PILLAR Edisi Mei 2022 “Bavinck on Revelation (4): Wahyu Umum (3)”.
[2] Bavinck, Herman. Reformed Dogmatics Vol. 1: Prolegomena. Grand Rapids (USA): Baker Publishing Group.
[3] Sesuai dengan urutan objektif ini, bagi Bavinck, para ahli dogmatis harus membahas wahyu umum sebelum wahyu khusus, dan bukan sebaliknya, seperti yang dilakukan Kaftan: J. Kaftan, Dogmatik (Tübingen: Mohr, 1901).
[4] Bavinck, Herman. The Doctrine of Revelation: Principium externum. https://www.monergism.com.