Born From Above

3Yesus menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” 4Kata Nikodemus kepada-Nya: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” 5Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. 6Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. 7Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.” – Yohanes 3:3-7

Dalam mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus selama pelayanan-Nya, satu mujizat yang hanya dilakukan oleh Yesus dan tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh nabi-nabi dalam Perjanjian Lama adalah membuat mata orang buta melihat. Menarik sekali melihat bagaimana sifat mesianik Yesus dinyatakan ketika Ia menyembuhkan mata orang buta, yang kemudian diperdebatkan oleh orang-orang Farisi (Yoh. 9:15-16). Ketika Yesus membicarakan perihal kelahiran kembali, Ia juga memulainya dengan ‘melihat’ Kerajaan Allah: tidak seorang pun yang dapat melihat (Yoh. 3:3), ataupun masuk, (Yoh. 3:5) ke dalam Kerajaan Allah, jika ia tidak dilahirkan kembali dari atas (Bahasa Yunani dari ‘dilahirkan kembali’ dalam ayat-ayat di atas adalah ‘gennēthē anōthen’ yang dapat juga berarti ‘dilahirkan dari atas’).

Mengapa prasyarat untuk dapat melihat Kerajaan Allah adalah kelahiran kembali? Terdapat sebuah misteri besar yang hanya dapat kita terima dengan iman tentang hal ini. Tetapi inilah yang dikatakan Yesus yang pasti adalah kebenaran. Itulah sebabnya Yesus mendahului perkataan-Nya kepada Nikodemus dengan ungkapan ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya’, dalam bahasa aslinya adalah ‘amēn, amēn’. ‘Amēn’ secara literal artinya adalah ‘benar’ atau ‘sesungguh-sungguhnya’. Makna ungkapan ‘amēn, amēn’ adalah untuk menegaskan kebenaran pernyataan yang disampaikan oleh Sang Pembicara. Ketika Yesus berbicara tentang perihal kelahiran kembali yang kedengarannya asing di telinga Nikodemus (dan mungkin juga di telinga kita), Dia mengklaim terlebih dahulu bahwa segala perkataan-Nya adalah benar dan dapat dipercayai sepenuhnya.

Melihat Kerajaan Allah dan masuk ke dalamnya adalah satu kesatuan – seperti melihat hidup (Yoh. 3:36) dan masuk ke dalamnya (Mat. 19:17, Mrk. 9:43, 45). Tidak ada seorang pun yang dapat melihat hidup jika ia mati adanya, hanya jika seseorang itu masih hidup maka ia dapat melihat hidup. Demikian pula halnya dengan Kerajaan Allah. Hanya mereka yang berada di dalam Kerajaan Allah yang dapat melihat Kerajaan Allah dalam arti yang sesungguh-sungguhnya. Ketika kita lahir di dunia, kita dilahirkan di dalam dosa, karena Adam sudah berdosa (Kej. 3, Rm. 5:12-14). Dosa artinya terpisah dari Allah, manusia yang diciptakan untuk Allah, kemudian melawan Allah, tidak mau takluk di bawah Sang Pencipta. Itulah dosa, itulah kematian di hadapan Allah. Karena itulah dengan kelahiran natural semata, kita tidak dapat melihat Kerajaan Allah. Kita semua sudah dilahirkan dalam kematian karena dosa. Hanya apabila kita dilahirkan dari atas, kita dapat melihat Kerajaan Allah. 

Sekarang muncullah pertanyaan: kalau hal tersebut memang benar, lalu bagaimanakah seseorang dapat dilahirkan kembali? Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh Nikodemus kepada Tuhan Yesus 2000 tahun silam. Pertanyaan Nikodemus ini, mungkin sesungguhnya adalah pertanyaan setiap kita juga. Bagaimanakah sesungguhnya kita dapat dilahirkan kembali? Jika kita sekedar memikirkan ‘kelahiran kembali’ berdasarkan pengertian kita tentang ‘kelahiran’ yang kita ketahui, yaitu kelahiran natural, tidak heran kalau akhirnya kita juga seperti Nikodemus, akan bertanya pada Yesus, “Apakah itu artinya kita harus masuk ke rahim ibu kita sekali lagi untuk dilahirkan kedua kalinya?” (Yoh. 3:4, parafrasa). Tetapi ketika berbicara mengenai kelahiran kembali di sini, Tuhan Yesus tidak sedang berbicara mengenai hal kelahiran kembali secara fisik, melainkan spiritual. Sehingga pengertian Nikodemus tentang kelahiran kembali secara fisik dikoreksi oleh Yesus dalam ayat-ayat berikutnya. “Untuk dapat dilahirkan kembali, engkau harus dilahirkan dari Roh” (Yoh. 3:5-6, parafrasa).

Jawaban Yesus ini terdengar mengejutkan, dan mungkin juga aneh. Sebab Yesus seolah tidak menjawab pertanyaan sesuai dengan harapan si penanya. Perhatikan bahwa ketika bertanya pada Yesus, Nikodemus bertanya tentang bagaimana agar seseorang dapat dilahirkan kembali. Yesus tidak menjawab Nikodemus dengan cara agar seseorang dapat dilahirkan kembali, melainkan dengan Siapa yang dapat melahirkan kita kembali. Nikodemus bertanya tentang metode, Yesus menjawab dengan Pribadi yang melakukannya.

Mengapa Yesus menjawab pertanyaan Nikodemus demikian? Sebab sesungguhnya kelahiran kembali tidak berada di dalam wilayah metode. Sehingga Yesus juga tidak menjawab Nikodemus dengan memberikan metode, melainkan langsung menunjuk pada Pribadi yang melakukannya. Ada sebuah ilustrasi yang bagus untuk lebih memperjelas hal ini. Pertanyaan Nikodemus ini adalah seperti pertanyaan: “Bagaimanakah cara kita tidur?” Anda bisa menjawab pertanyaan ini dengan berbagai macam jawaban seperti, “Kita akan tidur kalau kita kelelahan”, atau “Kita akan tidur kalau kita mau tidur”, atau “Kita akan tidur kalau kita dibius.” Namun tidak satu pun dari jawaban-jawaban tersebut yang sesungguhnya menjelaskan cara kita tidur. Pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan memberikan metode untuk tidur, hanya dijawab dengan memberikan hal-hal yang dapat membuat kita tertidur (seperti: kelelahan, kemauan, obat bius, dan lain-lain). Demikian pula halnya dengan pertanyaan mengenai kelahiran kembali. Pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan memberikan metode untuk dilahirkan kembali, sebab memang tidak ada cara yang dapat dilakukan manusia yang dapat membuatnya dilahirkan kembali. Hanya apabila Roh Kudus melakukannya, manusia akan dilahirkan kembali. Inilah signifikansi dari jawaban Yesus pada Nikodemus.

Mengapa untuk dapat dilahirkan kembali, tidak ada cara apapun yang dapat dilakukan manusia untuk memperolehnya? Bagaimanakah keadaan seseorang yang belum dilahirkan kembali? Dia adalah seorang yang mati – demikian implikasi yang kita dapat dari ayat-ayat di atas. Kegelapan yang ‘dilihat’ oleh seorang mati adalah kegelapan yang sama yang membuatnya tidak dapat ‘melihat’ baik dirinya yang mati maupun orang lain yang dapat melihat. Demikianlah keadaan kita sebelum dilahirkan kembali. Dosa yang di dalamnya kita dulu hidupi adalah dosa yang membuat kita tidak dapat melihat keberdosaan kita maupun Kerajaan Allah. Karena orang mati tidak mungkin melihat apa-apa!

Maka, konsisten dengan definisi dosa di atas, pantaslah jika Yesus tidak mengatakan cara apapun yang dapat dilakukan oleh manusia untuk dapat keluar dari permasalahan dosa tersebut yakni kematiannya. Maka dari itu, Yesus langsung menunjuk pada Pribadi satu-satunya yang dapat menyelesaikan permasalahan dosa manusia yaitu Allah sendiri. Satu-satunya jalan keluar dari permasalahan dosa manusia hanyalah apabila Allah menganugerahkan kelahiran kembali kepada manusia, yang akan melepaskannya dari kuasa dosa, dan itu bukan merupakan hasil usaha manusia, melainkan pemberian Allah semata (Ef. 2:8-9, Tit. 3:5).

Itulah sebabnya dalam ayat-ayat di atas dikatakan bahwa hanya apabila seseorang dilahirkan kembali – dituliskan dalam bentuk pasif – dia dapat masuk Kerajaan Allah. Kelahiran kembali adalah suatu hal yang bersifat pasif, sama halnya dengan kelahiran natural yang juga bersifat pasif. Yang dilahirkan tidak berbagian sama sekali dalam kelahiran tersebut. Bukan karena keinginannya sendiri seseorang mengalami kelahiran. Demikian pula halnya dengan kelahiran kembali. Allah merupakan Pelaku tunggal yang bekerja dalam melahirkan kembali (atau, dapat disebut juga, melahirbarukan) orang-orang berdosa menjadi anak-anak-Nya (Yoh. 3: 20).

Selain itu, adanya signifikansi dari pemakaian kata ‘lahir’ di sini. Sangat menarik melihat bahwa Yesus tidak memakai kata-kata lain untuk mendeskripsikan seseorang yang dapat memasuki Kerajaan Allah seperti kata ‘diubahkan’, ‘diperbaharui’, ‘disucikan’, atau kata-kata lain sejenisnya, melainkan menggunakan kata ‘dilahirkan’. Mengapa? Salah satu alasan adalah karena ketika kita dilahirkan kembali, suatu perubahan yang radikal (kata ‘radikal’ di sini berasal dari bahasa Yunani ‘radix’ yang artinya ‘akar’, sehingga perubahan yang ‘radikal’ di sini berarti perubahan yang bersifat ‘akar’ atau ‘esensi’) – yang begitu drastis – terjadi di dalam diri kita, sehingga kita tidak bisa lagi disamakan dengan hal lain kecuali dengan ciptaan yang baru. Itulah sebabnya Yesus memakai kata ‘lahir’ di sini dan bukan yang lain, untuk menyatakan betapa ‘baru’ seorang yang telah dilahirkan kembali tersebut.

Untuk mencoba mengerti hal ini, ilustrasi yang diberikan oleh C. S. Lewis dalam bukunya, Chronicles of Narnia (dan dijelaskan dalam bukunya, Mere Christianity), dapat sangat membantu. Dalam buku Chronicles of Narnia yang kedua, The Lion, the  Witch, and the Wardrobe, C. S. Lewis menggambarkan kelahiran kembali seumpama patung yang menerima ‘nafas’ dari Aslan, dan berubah menjadi makhluk hidup kembali. Juga seperti Strawberry, seekor kuda dalam buku Chronicles of Narnia yang pertama, The Magician’s Nephew, yang juga setelah menerima nafas Aslan, berubah dari seekor kuda biasa yang tak berakal budi menjadi seekor Pegasus (kuda terbang) yang berakal budi. Kedua hal tersebut memberikan kita gambaran mengenai kelahiran kembali. Ketika Strawberry berubah menjadi seekor kuda terbang, dia telah menjadi ciptaan baru. Dulunya ia tak berakal budi, sekarang ia memiliki akal budi. Dulunya ia harus berlari untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, sekarang ia dapat terbang untuk melakukannya. Dia tidak lagi seekor kuda biasa, namun Pegasus! Keseluruhan esensi dirinya telah berubah sepenuhnya! Demikian juga halnya dengan kita yang telah dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Tidaklah mungkin bagi kita untuk kembali kepada diri kita yang lama. Sebab ketika kita dilahirkan kembali, kita betul-betul sudah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus (2Kor. 5:17). Proses kelahiran kembali ini adalah proses satu arah. Sekali kita dilahirkan kembali, selamanya kita akan berada di dalam Kerajaan Allah, dan selamanya pula kita akan terlepas dari kuasa dosa, serta tidak mungkin bagi kita untuk kembali ke dalamnya.

Lalu jika dikatakan orang-orang yang dilahirkan kembali telah dibebaskan dari kuasa dosa selamanya, apakah hal itu artinya orang-orang yang sudah dilahirkan kembali tersebut tidak dapat berbuat dosa lagi? Alkitab menjawab tidak demikian. Dalam 1 Yohanes 5:18 tertulis, “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya.” Bahasa asli dari ‘tidak berbuat dosa’ dalam ayat ini adalah ‘ouch hamartanei’, yang adalah bentuk present tense, mengindikasikan suatu kejadian yang sedang berlangsung dan terus-menerus terjadi. Sehingga pernyataan ‘tidak berbuat dosa’ dalam ayat tersebut lebih tepat diterjemahkan sebagai ‘tidak terus-menerus berbuat dosa’, yang bukan berarti tidak pernah berbuat dosa, melainkan tidak terus-menerus melakukannya. Sehingga seseorang yang sudah dilahirkan kembali bukan tidak pernah jatuh di dalam dosa, melainkan selalu berjuang melawan dosa dan tidak dapat terus-menerus hidup di dalamnya, sebab dosa tidak lagi menguasai mereka.

Jawaban di atas dapat menimbulkan satu pertanyaan lanjutan. Bagaimanakah mungkin kita dapat dikatakan telah dilahirkan kembali dan bebas dari kuasa dosa kalau kita masih dapat berbuat dosa? Mengapa kelahiran kembali yang membuat kita terlepas dari kuasa dosa selamanya tidak membuat kita sepenuhnya lepas dari perbuatan dosa? Untuk menjawab pertanyaan ini memerlukan pemahaman bahwa kelahiran kembali dan kesempurnaan kelahiran kembali adalah dua hal yang berbeda. Kita sekarang belum sempurna di dalam kelahiran baru kita, tetapi kita senantiasa disempurnakan di dalamnya. Sehingga suatu saat nanti, kita akan sepenuhnya mencerminkan hidup kita sebagai seorang yang telah dilahirkan kembali dan tidak lagi bisa berbuat dosa.

Terakhir, mengapa Allah mau melahirbarukan kita? Alkitab mengatakan bahwa bukanlah karena ada sesuatu yang baik dalam diri kita sehingga Allah mau melahirbarukan kita, sebab apa yang kita lakukan adalah kejahatan semata-mata dan tidak ada dari kita yang benar di mata Allah (Kej. 6:5, Rm. 3:10-18, 23). Sehingga jika Allah mau melahirbarukan kita, satu-satunya alasan adalah karena kasih-Nya yang begitu besar atas kita, para pendosa, supaya kita jangan binasa di dalam dosa-dosa kita (Yoh. 3:16). Ia melakukannya sesuai dengan pilihan-Nya sejak sebelum dunia diciptakan dan dengan mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, datang ke dalam dunia, mati di kayu salib untuk menebus dosa umat-Nya. Supaya barangsiapa menerima-Nya, dia akan diberi kuasa menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12) dan berbagian kekal dalam rencana keselamatan Allah, yang telah dimulai bahkan sebelum dunia dijadikan, dan yang tidak akan hilang sampai selama-lamanya (Yoh. 3:16, Yoh. 10:28-29). Sangatlah jarang jika ada seorang yang mau mati demi orang lain, sekalipun demi seorang yang benar, terlebih lagi untuk seorang yang jahat (Rm. 5:7). Namun ketika kita masih berdosa dan jahat di mata-Nya, Allah telah mati bagi kita (Rm. 5:8). Adakah cinta kasih yang lebih besar daripada ini? Tidak ada. Allah telah menunjukkan sebuah cinta kasih pada dunia yang tidak pernah ada sejak dulu sampai sekarang, dan yang juga tidak akan pernah dilampaui sampai selama-lamanya. Kelahiran kembali merupakan pengefektifan cinta kasih Allah di dalam anugerah karya keselamatan Kristus kepada kita, orang-orang berdosa, di dalam sejarah.

Karena anugerah-Nya, kita yang dulunya hidup dalam dosa dan terbelenggu, sekarang hidup dalam Kerajaan Allah dan bebas. Karena anugerah-Nya, kita yang dulunya mati dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa kita, sekarang hidup dalam kebenaran dan kasih karunia. Maka pada akhirnya, sudah sepatutnya jika kita, orang-orang berdosa yang diselamatkan-Nya, mengungkapkan rasa syukur kita sebagai respon kita atas anugerah-Nya, dengan penuh ucapan syukur seperti yang tertulis dalam lagu Amazing Grace karangan John Newton, seorang pedagang budak yang mengalami anugerah Tuhan.

Amazing Grace, how sweet the sound,
That saved a wretch like me.
I once was lost but now am found,
Was blind, but now I see.

Soli Deo Gloria.

Ian Kamajaya

Pemuda GRII Singapura