Kita mungkin pernah belajar mengenai eskatologi Paulus yang membagi sejarah menjadi dua zaman (“zaman ini” dan “zaman yang akan datang”) di mana kedatangan Kristus yang pertama adalah titik balik di antara kedua zaman ini. Hal ini membuat para pengikut Kristus hidup dalam suatu periode yang disebut “sudah dan belum”, yaitu masa ketika zaman keselamatan yang akan datang dalam arti tertentu “sudah hadir” di sini, tetapi “belum hadir” di sini dalam seluruh kepenuhannya.
Pola eskatologi ini menimbulkan beberapa pergumulan yang sulit sehingga sebagian dari jemaat Paulus telah mengambil posisi yang ekstrem. Ekstrem pertama adalah jemaat Galatia, yang bertindak seakan-akan zaman yang akan datang itu belum datang dengan cara yang signifikan sehingga taraf pencapaian Kristus pada kedatangan-Nya yang pertama disepelekan. Kita dapat menyebut ini sebagai “eskatologi yang kurang terwujud” (under-realized eschatology).
Di Tesalonika, ekstrem yang lain terjadi. Jemaat Tesalonika dilanda ajaran yang bisa kita sebut “eskatologi yang terlalu bersemangat” (overheated eschatology). Paulus merespons masalah jemaat Tesalonika ini dengan berusaha menyeimbangkan eskatologi mereka. Namun sebelum memaparkan jawaban Paulus, kita akan terlebih dahulu melihat permasalahan yang terjadi di Tesalonika serta dampak yang ditimbulkannya.
Penganiayaan dan Nabi Palsu
Ketika Paulus pertama kali membawa Injil ke Tesalonika, orang-orang percaya telah menjadi sasaran kekerasan dan menanggung berbagai penganiayaan yang serius, dan bahkan mengancam nyawa dari orang-orang Yahudi yang tidak percaya (Kis. 17:5). Mereka mengusir Paulus dan Silas dari Tesalonika dan terus mengikuti para misionaris itu ke daerah yang lain (Berea) (Kis. 17:13). Mereka memengaruhi orang bukan Yahudi untuk menentang iman Kristen sementara mereka mengejar orang-orang Kristen dari kota ke kota. Penganiayaan merupakan ciri utama dari jemaat Kristus di Tesalonika, dan sebagaimana tampak di dalam suratnya, Paulus sangat prihatin dengan penganiayaan ini.
Selain penganiayaan, gereja Tesalonika juga telah dipengaruhi oleh para nabi palsu yang mengajarkan “overheated eschatology” yang mengajarkan bahwa Yesus akan datang kembali dalam waktu singkat. Sebagian nabi palsu ini bahkan telah mewartakan bahwa jemaat Tesalonika telah melewatkan kedatangan Kristus yang kedua (2Tes. 2:1-3).
Sepanjang sejarah, orang Kristen yang mengalami penganiayaan untuk waktu yang lama kerap merindukan kedatangan Kristus yang kedua untuk melepaskan mereka dari kesengsaraan yang mereka alami. Ketika hidup ini tidak banyak menawarkan hal-hal lain selain kekecewaan dan penderitaan, orang Kristen cenderung mengarahkan pandangannya kepada hari ketika Kristus akan melepaskan mereka. Penganiayaan yang dialami jemaat Tesalonika membuat mereka sangat memikirkan kedatangan Kristus yang kedua sehingga mereka menjadi mangsa empuk dari para guru palsu yang mengajarkan bahwa Kristus akan segera datang kembali.
Keputusasaan dan Kehidupan yang Tidak Bertanggung Jawab
Ketika orang Kristen percaya bahwa kedatangan Yesus sudah sangat dekat, mereka pasti akan kecewa sebab ternyata Yesus tidak juga datang. Di Tesalonika, banyak orang yang telah mengorientasikan seluruh kehidupan mereka pada kedatangan Kristus yang akan segera terjadi. Mereka telah menderita dan melepaskan banyak hal demi Kristus. Namun, sementara bulan demi bulan berlalu, mereka menjadi kecewa sebab Kristus belum juga datang.
Selain keputusasaan dan kebingungan, ajaran ini juga mengakibatkan kehidupan yang tidak bertanggung jawab. Jika Anda percaya bahwa dunia akan kiamat bulan depan, akankah Anda tetap bekerja, memperbaiki rumah, atau membangun sekolah? Jika Anda sangat yakin bahwa Yesus akan kembali hanya dalam beberapa hari ke depan, kegiatan normal tidak akan tampak terlalu penting lagi.
Para nabi palsu meyakinkan jemaat di Tesalonika bahwa mereka tidak perlu lagi menafkahi diri mereka. Nubuat palsu telah membuat mereka menjadi malas dan menganggur. Penganiayaan telah membuka pintu bagi kesalahan konsep tentang kedatangan Kristus yang sudah sangat dekat, dan kepercayaan-kepercayaan yang salah itu menyebabkan keputusasaan dan ketiadaan tanggung jawab.
Paulus berusaha meredakan pandangan eskatologi yang terlampau bersemangat ini dengan menarik perhatian jemaat Tesalonika kepada dimensi keselamatan dalam Kristus yang telah mereka abaikan. Mereka telah hampir sepenuhnya menyamakan keselamatan dengan berkat-berkat yang akan menyertai kedatangan Kristus kembali. Segala hal lain menjadi tidak penting, satu-satunya yang penting adalah datangnya keselamatan pada waktu Kristus datang kembali.
Untuk menangkal hal ini, Paulus menunjukkan bahwa keselamatan yang akan diberlakukan apabila Kristus datang kembali bergantung pada keselamatan yang telah terjadi. Paulus menyajikan sebuah pernyataan tentang tiga dimensi keselamatan (masa lalu, masa depan, dan masa kini).
Keselamatan Masa Lalu
Mengenai dimensi masa lalu dari keselamatan, Paulus berbicara mengenai pemilihan Allah atas orang Tesalonika. Sebelum jemaat Tesalonika menjadi percaya melalui pewartaan Injil oleh Paulus, Allah telah memutuskan bahwa Ia mengasihi dan akan menyelamatkan mereka. Pilihan ini dibuat bahkan sebelum Allah menciptakan dunia ini (Ef. 1:4; 2Tes. 2:13). Keselamatan tidak didasarkan pada pilihan-pilihan yang diambil oleh umat manusia di dalam sejarah, tetapi pada kehendak kekal Allah.
Bagi Paulus, pemilihan bukanlah sebuah tindakan yang tidak berkaitan dan berubah-ubah. Pilihan Allah dibuat “di dalam Kristus”. Berada “di dalam Kristus” berarti dipersatukan dengan Kristus, sehingga sementara Kristus berpindah dari zaman ini ke zaman yang akan datang melalui kematian dan kebangkitan-Nya, kita juga—karena telah dipersatukan dengan-Nya—berpindah dari zaman ini ke zaman yang akan datang.
Selain itu, Paulus juga berbicara tentang keselamatan sebagai sesuatu yang terjadi baik dalam pilihan kekal Allah maupun ketika orang Tesalonika pertama kali percaya (1Tes. 1:4-5). Pertobatan orang Tesalonika adalah bukti bahwa Allah telah memilih mereka untuk diselamatkan. Dengan menyebut dimensi masa lalu dari keselamatan yang telah diwujudkan dalam kehidupan jemaat Tesalonika, Paulus meneguhkan kembali Injil yang telah ia wartakan kepada mereka, dan meyakinkan mereka bahwa mereka sudah mengalami aspek-aspek tertentu dari keselamatan.
Keselamatan Masa Depan
Paulus menulis bahwa orang-orang percaya harus “menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang” (1Tes. 1:10). Dengan cara yang hampir sama, Paulus menunjukkan bahwa puncak dari penebusan Ilahi ialah memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita (2Tes. 2:14).
Paulus mengakui bahwa kedatangan Kristus di masa depan akan membawa keselamatan kepada kesempurnaannya. Sasaran puncak dari keselamatan adalah keselamatan final dari murka Ilahi dan dimuliakannya para pengikut Kristus. Paulus mengakui bahwa di masa depan kita akan mengalami suatu perubahan yang radikal dan lengkap kepada suatu kehormatan dan kemuliaan yang tidak terbayangkan, sementara kita memerintah bersama Kristus di dalam langit yang baru dan bumi yang baru.
Keselamatan Masa Kini
Terakhir, Paulus juga berbicara tentang keselamatan sebagai sebuah realitas yang sedang berlangsung pada masa kini (2Tes. 2:13). Di satu pihak, Paulus menunjukkan bahwa keselamatan sedang datang kepada jemaat Tesalonika “melalui pengudusan Roh”. Pencurahan Roh Kudus secara besar-besaran di antara umat Allah terjadi ketika Kristus naik ke sorga. Paulus menunjukkan bahwa inilah berkat dari zaman yang akan datang itu. Bahkan, dalam Efesus 1:14, ia menyebut Roh Kudus sebagai “uang muka” dari warisan masa depan kita dalam zaman akan datang yang mulia itu. Jadi, ketika Paulus menyebut bahwa Roh Kudus sedang bekerja di antara jemaat Tesalonika, Paulus menarik perhatian mereka kepada fakta bahwa mereka sekarang ini telah mengalami sebagian dari warisan yang sangat mereka dambakan itu. Kecemaran dari zaman dosa dan maut ini terus-menerus berusaha menghancurkan orang percaya, tetapi sebagai kecapan awal dari zaman yang akan datang, Roh Kudus akan terus-menerus memurnikan kita dan memisahkan kita dari kecemaran dunia ini.
Paulus juga menyebutkan bahwa kita diselamatkan “melalui kepercayaan akan kebenaran” (2Tes. 2:13). Di sini Paulus berbicara tentang tanggung jawab dari semua orang percaya untuk memelihara komitmen mereka kepada Allah, mendorong orang Tesalonika untuk berpaling dari nubuat palsu, serta mengasihi kebenaran yang telah ia sampaikan kepada mereka. Kepercayaan yang terus-menerus kepada kebenaran merupakan dimensi yang hakiki dari karya penyelamatan Kristus dalam kehidupan mereka sekarang.
Di sepanjang sejarah gereja, telah ada kelompok-kelompok orang Kristen yang mengikuti jemaat di Tesalonika. Mereka telah begitu berfokus kepada kedatangan Kristus yang kedua sampai mereka gagal mewujudkan hak istimewa dan tanggung jawab yang dihasilkan oleh dimensi masa lalu dan masa kini dari keselamatan. Meskipun kita tidak ingin melupakan kedatangan Kristus dalam kemuliaan, kita juga harus selalu mengingat dan menyadari betapa banyaknya karya Allah bagi kita, yang terus Ia lakukan bagi kita hingga saat ini.
Kita dapat menyimpulkan bahwa Paulus mendukung kerinduan ini, akan kedatangan Kristus kembali bersama dengan semua orang kudus-Nya. Tetapi ia juga mendorong dan berdoa agar mereka dikuatkan dalam komitmen keseharian mereka kepada Kristus, sehingga apabila Kristus benar-benar kembali, jemaat Tesalonika akan didapati berkenan di mata-Nya.
Implikasi Etis
Dengan memaparkan aspek tiga dimensi dari keselamatan, Paulus menunjukkan bahwa satu langkah yang sangat diperlukan dalam proses keselamatan adalah kehidupan etis hari lepas hari. Orang yang mengaku percaya tetapi hidup tidak benar, tidak dapat menyelesaikan proses keselamatan, sebab mereka memang belum pernah sungguh-sungguh memulainya. Paulus mengingatkan jemaat Tesalonika bahwa meskipun mereka benar dalam mengharapkan berkat-berkat dari kedatangan Kristus kembali, mereka juga perlu memusatkan perhatian pada keadaan hidup mereka pada masa kini jika mereka ingin menerima berkat-berkat masa depan itu.
Keselamatan masa depan dalam kemuliaan kekal adalah akhir atau sasaran dari sebuah proses. Allah merancang pengalaman keselamatan kita di masa lalu dan masa kini untuk memimpin kita ke tahap keselamatan masa depan. Tanpa tahapan di masa lalu dan masa kini, keselamatan masa depan tidak dapat dicapai.
Dalam 1 Tesalonika 5:5-9, Paulus mengingatkan bahwa jemaat Tesalonika telah menjadi “anak-anak terang dan anak-anak siang”. Mereka telah menerima status istimewa ini di mata Allah, dan mereka telah berlaku setia, penuh kasih, dan penuh pengharapan akan keselamatan. Karena mereka telah mengalami keselamatan di masa lalu, Paulus bersikeras bahwa mereka memiliki kewajiban untuk tetap berada di dalam keselamatan pada masa kini: “mari kita berjaga-jaga dan sadar”. Lebih dari ini, Paulus menyatakan bahwa alasan yang menyebabkan orang Kristen harus tetap berjaga-jaga dan sadar, teguh dalam iman, pengharapan, dan kasih, ialah bahwa keselamatan masa depan kita bergantung padanya. Allah tidak menetapkan kita untuk menanggung murka-Nya, tetapi untuk menerima keselamatan. Tetapi Ia juga telah menetapkan kesetiaan kita pada masa kini sebagai sarana untuk memperoleh keselamatan masa depan kita.
Berdasarkan pertimbangan ini, Paulus memasukkan banyak perintah moral dalam 1 dan 2 Tesalonika. Sebagai contoh, Paulus menasihati mereka untuk memperoleh pekerjaan yang bermanfaat, menjauhi amoralitas seksual, saling mengasihi dan menguatkan satu sama lain, membalas kejahatan dengan kebaikan, dan hidup kudus (1Tes. 4:3-5:22). Instruksi ini beserta instruksi spesifik lainnya keluar dari keyakinan Paulus yang teguh bahwa orang Kristen hidup pada masa ketika keselamatan sudah menjadi realitas masa kini. Eskatologi Paulus mendemonstrasikan suatu kemajuan bertahap dari dimensi masa lalu dan masa kini dari keselamatan kepada berkat-berkat masa depan.
Posisi Historis
Cara terakhir yang digunakan Paulus untuk mengoreksi eskatologi yang “terlalu bersemangat” dari jemaat Tesalonika adalah dengan memaparkan tentang kaitan antara posisi historis mereka dan peristiwa-peristiwa yang mendahului kedatangan Kristus kembali.
Dalam 2 Tesalonika 2:1-8, Paulus mengingatkan jemaat Tesalonika bahwa beberapa peristiwa harus mendahului kedatangan Kristus kembali—dan bahwa peristiwa-peristiwa ini belum terjadi. Menurut bagian ini, paling tidak ada empat peristiwa yang harus terjadi sebelum Kristus datang kembali.
Misteri Kedurhakaan yang Ditahan
Pertama, Paulus menyatakan bahwa “misteri kedurhakaan” telah mulai bekerja, dan masih ada yang menahannya. Ia tidak menyebutkan misteri atau si penahan, namun Paulus secara eksplisit mengasosiasikan misteri itu dengan musuh terbesar gereja, Iblis (2Tes. 2:7-9). Ini memberi kita satu petunjuk bahwa natur misteri itu bisa jadi berkaitan dengan roh jahat (demonic). Perhatikan juga bahwa Paulus menyatakan bahwa gereja sedang menghadapi konflik terutama dengan makhluk-makhluk spiritual, dan bukan dengan para penguasa di bumi (Ef. 6:12). Paulus tidak menyangkali bahwa kuasa roh jahat memiliki mitranya di bumi, seperti pemerintah yang keji dan orang-orang yang berpaling dari Kristus. Tetapi ia mendorong orang percaya untuk lebih dahulu berpikir tentang kegiatan roh jahat dan memandang konflik-konflik di bumi sebagai perpanjangan dari perang rohani.
Dalam suratnya yang lain, Paulus kerap menyebutkan detail-detail dari perang rohani yang paralel dengan misteri dan si penahan ini. Dalam Kolose 2:15-20 dan Galatia 4:8-9, Paulus mengajarkan bahwa penyaliban Kristus telah “melucuti” roh-roh jahat yang telah menguasai banyak orang percaya sebelum mereka menjadi percaya, dan bahwa pelayanan Roh Kudus telah memerdekakan orang-orang percaya dari para ilah palsu yang dilemahkan ini. Intinya, kekuatan-kekuatan roh jahat ini masih aktif, tetapi mereka ditahan oleh kuasa Allah.
Karena alasan ini, tampaknya paling baik jika kita memandang “misteri kedurhakaan” sebagai kekuatan roh jahat yang menjalankan kekuasaan dalam ranah sorgawi, menentang Allah, memberdayakan para pengajar palsu, dan memajukan agama palsu. Sejalan dengan itu, “si penahan” (restrainer) atau barangkali “tahanan” (restraint) juga akan menjadi aktif terutama dalam dunia rohani, barangkali yang dimaksud adalah malaikat atau sekelompok malaikat, atau bahkan Roh Kudus sendiri.
Pemberontakan atau Kemurtadan
Kedua, Paulus meyakinkan jemaat Tesalonika bahwa Kristus tidak akan datang sampai saat “pemberontakan” atau “kemurtadan”. Oleh karena si penahan masih aktif ketika Paulus menulis, maka pemberontakan itu belum terjadi; karenanya, Kristus juga belum datang kembali. “Pemberontakan” atau “kemurtadan” ini ekuivalen dengan apa yang disebut oleh Yohanes sebagai “peperangan”. Dalam Wahyu 16:14, dipaparkan tentang “peperangan pada hari besar… Allah yang Mahakuasa”. Peperangan itu adalah “peperangan melawan penunggang kuda” (Why. 19:19) dan perang “[mengepung] perkemahan orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu” (Why. 20:8-9). Pemberontakan ini adalah pengerahan kekuatan-kekuatan kejahatan melawan Allah pada hari Tuhan yang terakhir. Ini semua tidak akan terjadi sebelum akhir zaman dan pada saat itulah, Kristus akan sepenuhnya menghancurkan semua yang telah bangkit melawan Dia.
Si Penahan Disingkirkan
Lebih jauh, Paulus menyatakan bahwa kedurhakaan itu tidak dapat terjadi sampai “si penahan” atau “tahanan” itu berhenti menahan misteri kedurhakaan. Oleh karena jemaat Tesalonika menyadari pekerjaan yang aktif dan sedang berlangsung dari si penahan, maka mereka tidak perlu takut bahwa mereka akan melewatkan kedatangan Kristus.
Manusia Durhaka Dinyatakan
Akhirnya, Paulus menyatakan bahwa Kristus tidak akan datang kembali sampai kedurhakaan manusia dinyatakan. Manusia durhaka akan tampil sebagai semacam parodi (tiruan yang mengolok-olok) dari inkarnasi Yesus Kristus (2Tes. 2:4-9). Sebagai contoh, seperti Yesus, ia akan “dinyatakan” (ay. 8). Ia akan datang “pada waktu yang ditentukan baginya” (ay. 6). Kedatangannya akan diikuti oleh “rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda, dan mujizat-mujizat” (ay. 9). Ia benar-benar menyatakan dirinya Ilahi (ay. 4).
Ada banyak pendapat yang diajukan sehubungan dengan jati diri manusia durhaka ini. Sebagian beranggapan bahwa ia adalah tokoh politik yang spesifik, semacam kaisar Romawi, Nero Claudius Caesar di abad pertama. Yang lain berpikir ia adalah semacam tokoh politik yang diulangi di setiap zaman. Sebagai contoh, meskipun Nero adalah tiran penganiaya gereja yang pertama, ia kemudian diikuti oleh kaisar-kaisar lain seperti Marcus Aurelius, yang juga bukan sahabat gereja. Mungkin penjelasan yang terbaik adalah bahwa manusia durhaka itu adalah seorang manusia, yang masih akan dinyatakan, yang akan berpengaruh dalam generasi terakhir sebelum kedatangan Kristus kembali, yaitu seorang yang Yohanes sebut sebagai “antikristus” dalam 1 Yohanes 2:18.
Paulus menegaskan kembali bahwa sejumlah peristiwa harus terjadi sebelum kedatangan Kristus yang kedua. Karena hal-hal ini belum terjadi, jelaslah bahwa Yesus belum datang kembali. Paulus menunjukkan bahwa kedatangan Kristus kembali masih sangat jauh dari apa yang dipikirkan oleh jemaat Tesalonika, dengan tujuan untuk membuka mata mereka kepada signifikansi dari kehidupan mereka di masa kini. Oleh karena alasan yang sama, setiap kali kita begitu terfokus pada kedekatan dari kedatangan kembali Kristus sehingga kita tergoda untuk mengabaikan kehidupan ini, kita perlu ingat betapa pentingnya bagi kita untuk terlibat dalam tanggung jawab dan pergumulan kehidupan di zaman yang “sudah tetapi belum” ini.
Kesimpulan
Saat kita merenungkan respons Paulus kepada jemaat Tesalonika, kita melihat bagaimana eskatologinya menyelesaikan banyak masalah praktis, dan juga bagaimana hal itu dapat membimbing kita pada masa kini. Banyak orang Kristen masa kini masih secara tidak tepat berfokus kepada kedatangan Kristus kembali, sambil mengabaikan pentingnya masa kini. Tetapi Kristus tidak meminta kita untuk menganggap tanggung jawab kita yang sekarang ini di dalam Kerajaan-Nya sebagai hal yang tidak relevan. Sebaliknya, Ia telah menetapkan masa kini sebagai masa bagi kita untuk tetap setia kepada-Nya, untuk bertumbuh dalam pengudusan, dan menjadi saksi-saksi-Nya di dalam dunia. Surat ini menguatkan kita untuk memelihara kesetiaan dan kekudusan sambil kita menantikan kedatangan Tuhan kembali dan kepenuhan dari zaman yang akan datang.
Marthin Rynaldo
Pemuda FIRES
Pustaka:
– Kidd, R. The Heart of Paul’s Theology: Paul and the Thessalonians. Third Millennium Ministries, https://thirdmill.org/seminary/lesson.asp/vid/7/version/. Diakses pada 9 Mei 2021.
– Ligonier. Answers for the Thessalonians. Ligonier Ministries, https://www.ligonier.org/learn/devotionals/galatian-problem/. Diakses pada 11 Mei 2021.
– Pratt, Richard R., Jr., ed. 2003. NIV Spirit of the Reformation Study Bible. Grand Rapids (US): Zondervan.