Bagaimanakah kita menjelaskan sesuatu yang terjadi pada Kristus bisa memiliki relasi dengan hidup kita? Paulus di dalam surat-suratnya menyatakan bahwa yang Kristus alami dan genapkan itu bisa diaplikasikan dan memberikan signifikansi bagi umat-Nya. Cara berpikir seperti apa yang sedang ingin Paulus ajarkan kepada kita? Paulus memberikan jawaban, yaitu berupa suatu konsep tentang Kristus sebagai Adam terakhir dan Pembuka Jalan bagi kemanusiaan baru. Melalui konsep ini, kita akan melihat lebih jauh struktur dasar pengajaran Paulus ini.
Di dalam surat-surat Paulus, ketika menjelaskan karya penebusan Kristus, Paulus sering kali memakai konsep “karena kita” atau demi kepentingan kita. Konsep “karena kita” muncul saat Paulus membicarakan penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus. Kita bisa menemukannya dalam ayat-ayat berikut: bukan Paulus melainkan Kristus yang telah disalibkan bagi umat-Nya (1Kor. 1:13); Allah membuat Kristus menjadi dosa karena kita (2Kor. 5:21); Ia menjadi kutuk karena kita (Gal. 3:13); Ia menyerahkan diri-Nya bagi kita (Gal. 1:4; 1Tim. 2:6); mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah (Roma 5:6); mati bagi kita saat kita masih berdosa (Roma 5:8); dan mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci (1Kor. 15:3).
Tidak berhenti di konsep “karena kita”, Paulus menyebut Kristus membentuk kesatuan dengan mereka yang baginya Ia datang, sehingga mereka disebut berada “di dalam Kristus” (2Kor. 5:17). Karena kita “di dalam Kristus”, maka hal-hal yang terjadi “di dalam Kristus” dapat diaplikasikan juga kepada kita. Konsep “di dalam Kristus” menunjukkan pengaplikasian baik apa yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi di dalam Kristus kepada umat-Nya. Paulus kerap berbicara tentang disalibkan, mati, dikuburkan, dan dibangkitkan bersama Kristus (Roma 6:3; Gal. 2:19; Kol. 2:12-13, 20; 3:1, 3), tentang Kristus telah memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga (Ef. 2:6), dan tentang kita akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan (Kol. 3:4).
Banyak theolog mencoba untuk menjelaskan maksud rumusan “di dalam Kristus” dan “bersama dengan Kristus”; yang dipakai Paulus ini. Mereka menginterpretasikan bahwa “tinggal dalam Kristus” menunjukkan persekutuan dengan Kristus pneumatik. Dari sini mereka mengembangkan pembicaraan tentang mati dan bangkit “bersama Kristus”. Kemudian mereka membayang-bayangkan pengalaman pribadi yang begitu intim “bersama Kristus”. Sebagian lain mencoba mengembangkan lebih jauh dengan menilai rumusan “tinggal dalam Kristus”, “mati dan bangkit dengan-Nya” dengan membayangkan diri mereka bergabung secara fisik dengan yang Ilahi. Penjelasan-penjelasan di atas memiliki kesamaan: penekanan pada sisi mistik. Persatuan dengan yang Ilahi, seperti baptisan dan Perjamuan Kudus, dianggap sama mistisnya seperti ritual pada agama-agama mistis. Padahal, persekutuan kita dengan Kristus harus dilihat dalam pengertian simbolis, bukan dalam pengertian harfiah.
Kita tidak boleh terjebak kekeliruan pemahaman mistis. “Berada di dalam Kristus” dan “disalibkan, mati, dibangkitkan, dan duduk di sorga bersama Dia” itu tidak sedang berbicara tentang pengalaman rohani individual yang otherworldly. Ketika kita “berada di dalam Kristus”, kita seharusnya sanggup untuk terus berubah, terus bertobat, memperbaiki hidup kita untuk makin suci. Makna “disalibkan, mati, dibangkitkan, dan duduk di sorga bersama Dia” itu harus bisa ditarik untuk berkait dengan apa pun juga di dalam hidup sehari-hari kita. Terlebih penting lagi, konsep “berada di dalam Kristus” bukanlah milik per individu saja, melainkan milik seluruh umat, yaitu umat Tuhan. Jadi, cara berpikir kita haruslah secara umat atau komunal. Bukan pengalaman diri kita yang penting, melainkan perjalanan keselamatan kita sebagai umat Tuhan yang penting. Namun, sekalipun kita adalah umat Tuhan, yang menjadi fokus ultimat bukanlah kita, melainkan Kristus. Hal ini bisa kita lihat dengan jelas di dalam penjelasan mengenai baptisan (Roma 6:4; Kol. 2:12). Yang menjadi fokus Paulus mengenai baptisan tidak terletak pada upacara masuknya kita ke dalam gereja, tetapi fokusnya adalah karya Kristus, yang sudah mati dan bangkit, yang di mana orang yang percaya kepada Kristus tercakup di dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Kita bisa melihat lebih jauh mengenai konsep Kristus sebagai wakil umat-Nya yang boleh mati menggantikan semua (satu untuk semua) pada 2 Korintus 5:14-17. Ayat ini juga menunjukkan pergeseran dari “Kristus bagi kita” menuju “kita di dalam Kristus”.
… kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang juga pun menurut ukuran manusia… Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru …
Dari ayat-ayat ini, dapat disimpulkan bahwa kita yang “sudah mati”, dan sekarang “berada di dalam Kristus” dan “menjadi ciptaan baru” ini semata akibat kematian Kristus. Dan di sini sama sekali Paulus tidak berbicara apa pun yang mengarah kepada pengalaman mistis individual ataupun sama seperti ritual mistis lainnya.
Di surat lainnya, Paulus menyebut Kristus sejajar dengan Adam. Di sini Paulus bermaksud bahwa umat milik Kristus akan berbagian di dalam karya penebusan Kristus dan bukan berbicara pengalaman individu saja. Perhatikan 1 Korintus 15:22, “… sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”
Berbeda dari 2 Korintus 5, bagian 1 Korintus 15:22 sedang berbicara tentang kebangkitan orang mati saat Kristus datang kembali. Yang penting di dalam ayat ini adalah Paulus menyejajarkan “persekutuan dengan Kristus” dan “persekutuan dengan Adam”. Jadi, seperti di dalam Adam semua orang mati, demikian pula di dalam Kristus semua orang akan hidup. Adam dan Kristus mewakili dua dunia, dua macam “ciptaan”, yakni ciptaan lama dan ciptaan baru. Di dalam tindakan dan nasib mereka, terbentang keputusan bagi semua orang yang berbagian di dalam mereka. Inilah yang dinyatakan dengan rumusan “di dalam Adam” dan “di dalam Kristus”. Dan dalam pengertian inilah Adam dapat disebut sebagai gambaran dari Dia yang akan datang.
Hal yang sama juga diuraikan oleh Rasul Paulus di Roma 5:12-21. Paulus menjelaskan bahwa mereka yang diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Kristus akan hidup pula bersama Dia di masa mendatang. Menurut Paulus, ikatan yang mempersatukan semua keturunan Adam dengan nenek moyang mereka merupakan pola dan gambaran dari persekutuan Kristus dengan milik-Nya. Di sini Paulus tidak memakai rumusan “di dalam Adam”, tetapi ia menyebut pelanggaran Adam sebagai dosa semua orang, “… sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa” (Roma 5:12).
Di bagian ini, Adam dan Kristus disebut sebagai “pribadi universal” yang mencakup seluruh manusia yang berbagian di dalam mereka. Mereka dilihat sebagai wakil kemanusiaan atau “pribadi korporat”. Istilah “pribadi korporat” merujuk kepada tokoh seperti halnya, di dalam Perjanjian Lama, nenek moyang, pemimpin, raja, atau pembicara, yang merupakan wakil bagi seluruh umat. Melalui konsep relasi umat dan wakil, kita sebagai anggota umat dikenali oleh Tuhan. Hal ini ditunjukkan oleh kaitan erat antara Roma 5:12-21 (Adam dan Kristus) dan Roma 6:4-11 (dikuburkan bersama dengan Kristus). Kristus disebut sebagai satu benih Abraham (Gal. 3:16), dan orang-orang percaya, walaupun banyak, disebut sebagai satu tubuh di dalam Kristus (Roma 12:5). Ini adalah salah satu pengajaran fundamental Paulus tentang penebusan dan dalam caranya melihat Gereja Tuhan.
Paulus juga mengajarkan satu hal lain mengenai kesejajaran antara Kristus dan Adam. Di beberapa ayat, Kristus tidak hanya dikaitkan dengan manusia baru saja, tetapi juga dengan manusia lama. Mari kita memperhatikan ayat-ayat ini:
Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya … (Roma 6:6)
Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. (Gal. 5:24; Kol. 2:11)
… kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, … dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah … (Ef. 4:22-24)
… kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui … menurut gambar Khaliknya. (Kol. 3:9-10)
Manusia lama kerap dilihat Paulus dalam pengertian individual; penyaliban dan penanggalan manusia lama dilihat sebagai usaha pribadi untuk melawan kuasa dosa. Manusia “lama” menunjukkan keadaan sebelum pertobatan, sedangkan manusia “baru” menunjukkan kondisi sesudah pertobatan atau kelahiran baru, dan cara hidup yang sesuai dengannya. Kita harus mengerti “manusia baru” dan “manusia lama” bukan dalam kaitan dengan ordo salutis di dalam doktrin keselamatan, melainkan berkaitan dengan sejarah keselamatan. Yang ditekankan Paulus di sini bukanlah perubahan akibat iman dan pertobatan dalam hidup orang Kristen, melainkan yang ditekankan adalah apa yang pernah terjadi di dalam Kristus dan yang di dalamnya umat-Nya turut berbagian secara komunal. Roma 6:6 dengan jelas menunjukkan hal ini: manusia lama kita telah disalibkan (yaitu dengan Kristus) di Golgota. Kematian Kristus di atas salib adalah kematian mereka (Roma 6:2; Kol. 3:3) dan memengaruhi eksistensi mereka. Manusia lama kita, keberadaan kita yang berdosa, sudah dihakimi dan dihukum di atas salib bersama Kristus. Meskipun Kristus sendiri tidak berdosa, Ia menjadi serupa dengan daging yang dikuasai dosa, dan menjadi sama dengan mereka dalam keberadaan mereka dan dosa mereka, sehingga manusia lama mereka dihukum di dalam daging-Nya (Roma 8:3; 7:4). Jadi, Paulus tidak membicarakan “manusia lama” dalam pengertian individual yang berusaha untuk melawan kuasa dosa sehingga menjadi “manusia baru”, tetapi yang Paulus pentingkan di sini adalah bahwa manusia lama kita sudah dihukum, disalib, dimatikan bersama Kristus, dan setelah itu tubuh lama kita barulah menjadi hilang kuasanya. Maka, tubuh dosa, daging, keberadaan lama yang berdosa, tidak lagi berkuasa atas mereka yang berada di dalam Kristus. Di dalam kematian dan kebangkitan Kristus, umat Tuhan diubahkan menjadi ciptaan yang baru, manusia baru.
Paulus memang juga mengatakan bahwa orang percaya yang sudah diselamatkan harus secara aktif menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru (Ef. 4:22; Kol. 3:9), menyalibkan daging (Gal. 5:24), dan menanggalkan tubuh berdosa. Artinya hal ini tidak menghilangkan tanggung jawab kita untuk berusaha hidup menuju makin kudus. Kewajiban ini adalah bagian dari transisi yang terjadi dalam hidup kita oleh baptisan.
Orang-orang yang berbagian dalam tubuh Kristus oleh iman dapat mengaplikasikan apa yang terjadi di dalam Kristus. Mereka tidak terjerat dalam manusia lamanya, tetapi justru sanggup menanggalkan manusia lama yang telah mati dan dikuburkan bersama Kristus [Kol 2:11], dan mengenakan manusia baru yang telah tiba dalam kebangkitan Kristus. Semua ini terjadi karena mereka berada di dalam Dia sebagai Adam kedua. Seperti halnya kita telah mengenakan rupa dari Adam pertama [duniawi], demikian pula oleh relasi korporat yang serupa, kita akan mengenakan rupa dari Adam yang akhir [sorgawi] [2Kor 15]. Kesatuan korporat dengan Kristus adalah konsep yang begitu penting untuk memunculkan konsep manusia baru. Seorang yang di dalam Kristus, seiring perjalanan hidupnya menuju kekudusan, akan menjadi manusia baru [Ef 2:15], dan dalam panggilannya untuk membangun tubuh Kristus, manusia-manusia baru ini akan mencapai kesempurnaan dan akan disebut manusia dewasa di dalam Kristus [Ef 4:13].
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa kita bisa memiliki relasi dengan apa yang terjadi dengan Kristus karena adanya konsep perwakilan atau konsep korporat. Konsep korporat semua-dalam-satu berasal dari makna yang Paulus temukan di dalam Adam, dan memiliki banyak implikasi terhadap cara Paulus menguraikan peristiwa penebusan yang dikerjakan Kristus. Hal ini mengajarkan kita untuk mengerti karakter sejarah penebusan, bukan hanya berbicara urutan hal-hal apa saja yang pernah terjadi di dalam Kristus, melainkan juga berbicara cara yang melaluinya mereka yang menjadi milik Kristus berbagian di dalamnya untuk selamanya, yaitu di dalam karya keselamatan yang Kristus hadirkan. Marilah kita menghidupi seluruh aspek kehidupan kita sebagaimana orang yang hidup di dalam Kristus, yaitu meninggalkan segala perbuatan yang dibenci Allah dan melakukan segala sesuatu yang dicinta oleh Allah. Kiranya Tuhan memberikan kita hati yang makin hari makin cinta Tuhan dan rindu untuk hidup serupa dengan Kristus.
Hanshen Jordan
Pemuda FIRES
Endnotes:
- Herman N. Ridderbos. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. (Surabaya: Momentum, 2008).