Pengharapan di dalam Penantian
Pada masa kerajaan di Cina memasuki penghujung dari Dinasti Han, kekuasaan di Cina terpecah menjadi tiga. Masa itu kita kenal dengan zaman tiga kerajaan atau Samkok, yang terdiri dari Kerajaan Wei, Shu, dan Wu. Kerajaan Wei dipimpin oleh seorang raja yang bernama Cao Cao. Raja Cao Cao adalah seorang politikus dan jenderal yang jago berperang. Pernah terjadi di dalam satu peperangan yang dipimpinnya ketika pasukannya mengejar musuh. Kala itu perjalanan sangat jauh dan cuaca terik sekali namun tidak terdapat persediaan air minum. Akibatnya semua pasukannya menjadi loyo dan kehilangan semangat. Mereka haus sekali. Melihat hal itu Raja Cao Cao tidak kehilangan akal. Beliau berkata kepada para prajuritnya, “Setelah bukit ini kita akan tiba di perkebunan persik. Di sana ada buah-buah persik yang sudah ranum menunggu kita. Kita boleh melepas lelah dan makan buah persik dengan sepuasnya.” Mendengar itu semangat pasukannya langsung kembali. Mereka membayangkan buah persik yang ranum, membayangkan manisnya, airnya, segarnya, maka semangat mereka kembali. Tetapi sesungguhnya di balik bukit sama sekali tidak ada kebun persik, akan tetapi ketika para prajurit membayangkan buah persik yang ranum, air liur mereka keluar dan air liur itu telah melepaskan dahaga mereka sehingga mereka tidak lagi merasa haus. Cerita ini akhirnya melegenda dan diteruskan turun-temurun. Bagaimana cerdiknya Raja Cao Cao membangkitkan semangat para prajuritnya. Ketika para prajurit mengejar musuh, mereka merasa lelah, makin jalan makin lemas, makin jalan makin haus, akan tetapi ketika di dalam bayangan mereka ada suatu pengharapan akan buah-buah persik yang dapat melepaskan dahaga mereka, maka rasa lelah itu pun diganti dengan “pengharapan” dan “pengharapan” itu membangkitkan semangat mereka.
Hidup manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari masa penantian karena manusia senantiasa berelasi dengan waktu. Selain itu di dalam diri manusia, yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah, mempunyai potensi untuk melampaui waktu. Contohnya manusia dapat berpikir untuk masa depan, manusia dapat merencanakan sesuatu untuk masa yang akan datang, selain itu manusia juga dapat merenungkan kembali hal-hal yang telah lewat, peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa-masa yang lampau. Kehidupan manusia demikian unik. Sebelum seorang manusia dilahirkan, ia berada di dalam perut ibunya selama lebih dari 38 minggu. Mengalami proses dari janin hingga menjadi bayi yang siap untuk dilahirkan. Setelah kelahiran masih ada lagi masa untuk bertumbuh dewasa, mulai dari merangkak, berjalan, hingga dapat berlari. Bagi seorang ibu proses ini adalah penantian yang panjang. Ketika di dalam perut, menantikan bayi untuk dapat segera lahir, kemudian setelah lahir menantikan bayi untuk dapat bertumbuh dewasa. Akan tetapi di dalam penantian ini harapan demi harapan mulai dirangkai. Di dalam pengharapan, penantian menjadi indah.
Di dalam masa penantian, sering kali kita merasa demikian berat dan susah untuk dilewati. Namun ketika kita mengetahui di ujung penantian itu terdapat sebuah “harapan,” maka penantian itu sekalipun berat tetap mampu kita jalani. Di dalam Alkitab kita menemukan berbagai kisah penantian. Abraham dan Sara yang menantikan anak perjanjian, Ishak; Hana yang menantikan Samuel; Israel yang keluar dari Mesir dan menantikan waktunya tiba di tanah perjanjian, tanah Kanaan; Israel yang menantikan kembalinya dari pembuangan. Namun semua penantian ini hanyalah penantian-penantian kecil, jika dibandingkan dengan penantian mereka akan datangnya Mesias, Sang Juruselamat. Di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Israel masuk ke dalam masa 400 tahun tanpa adanya firman dari Tuhan. Tidak ada nabi yang memberikan nubuatan, Tuhan seolah-olah diam dan tidak memedulikan mereka. Namun di dalam masa vacuum ini mereka tetap berpengharapan, mereka membaca nubuat yang dulu pernah Tuhan berikan dan menemukan pengharapan. Mereka menemukan janji tentang Mesias yang akan datang, berbagai bagian mencatat hal ini, misalnya di dalam Yesaya 9 tentang kelahiran Sang Raja Damai, Yesaya 11:1 yang mencatat, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah,” dan masih banyak lagi di dalam bagian yang lain. Akan datang seorang Mesias dari keturunan Daud yang mengembalikan bangsa Israel di dalam kejayaan mereka di waktu lampau. Kejayaan seperti di zaman Raja Salomo.
Yesus, Mesias yang Dinantikan
Ketika Yesus lahir, orang-orang majus dari Timur melihat bintang-Nya dan mengetahui tentang lahirnya Sang Raja Yahudi. Maka datanglah mereka ke Yerusalem dan menghadap Raja Herodes. Raja Herodes yang mendengar kabar tentang lahirnya Sang Mesias mengumpulkan semua imam kepala dan ahli Taurat untuk mengetahui lokasi kelahiran-Nya. Dan dengan mengutip dari Mikha 5:1 mereka mengatakan Sang Mesias akan lahir di Betlehem di tanah Yudea.[1] Sang Mesias yang dijanjikan itu telah lahir. Yang Diurapi, Sang Juruselamat telah datang ke dunia. Maka Simeon, seorang yang benar dan saleh, seorang yang dinyatakan oleh Roh Kudus tidak akan mati sebelum melihat Mesias, dia memuji Tuhan karena melihat bayi Yesus di Bait Allah.[2] Demikian pula halnya dengan Hana, seorang nabi perempuan, dia bersyukur kepada Tuhan karena kelahiran Sang Mesias.[3] Dengan berbagai konfirmasi yang ada, Yesus adalah Sang Mesias yang dinantikan oleh orang-orang Yahudi, harapan mereka dalam penantian selama ribuan tahun. Bahkan ketika Yohanes Pembaptis menyuruh murid-muridnya bertanya kepada Yesus, “Engkaukah yang akan datang itu, atau haruskah kami menantikan orang lain?” Yesus menjawab dengan mengutip dari kitab nabi Yesaya, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”[4] Yesus sendiri mengakui bahwa diri-Nyalah yang dinantikan itu.
Sayangnya apa yang orang Israel harapkan di dalam benak mereka berbeda dengan apa yang dimaksud oleh Tuhan. Kerajaan yang mereka impikan berbeda dengan apa yang Tuhan ingin berikan. Mereka mengharapkan kerajaan secara fisik, mereka mengharapkan Yesus menjadi raja mereka yang memimpin penaklukan atas bangsa Roma, maka mereka harus menelan kekecewaan ketika menyaksikan Sang Raja yang menjadi pengharapan mereka justru menjadi seorang terkutuk yang digantung di atas kayu salib dan dipertontonkan serta dipermalukan di atas bukit Golgota. Kerajaan yang Allah janjikan adalah kerajaan kekal di sorga sana, kebebasan yang Allah berikan adalah kebebasan dari perbudakan dosa dan bukannya kebebasan dari penjajahan bangsa lain. Oleh sebab itu, sampai hari ini pun orang Yahudi masih menunggu kedatangan Mesias, padahal Sang Mesias telah datang. Yesus adalah Mesias yang dijanjikan itu. Dia datang bukan hanya untuk memberikan keselamatan kepada bangsa Israel, melainkan kepada setiap umat pilihan-Nya, Israel sejati.
Menantikan Sang Raja
Hari ini sebagai bagian dari anggota Kerajaan Allah, kita juga sedang menunggu. Apakah yang sedang kita nantikan? Kisah Rasul mencatat ketika Yesus naik ke sorga, para murid menyaksikan Ia terangkat sampai awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Dan ketika mereka sedang menatap ke langit, malaikat berkata kepada mereka, “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.”[5] Kita sedang menantikan Yesus datang kembali. Seperti yang kita ikrarkan dalam Pengakuan Iman Rasuli, “Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.”
Namun kapankah Ia akan datang kembali? Sejak dari zaman para Rasul, di dalam jemaat mula-mula, hal ini sudah menjadi sebuah permasalahan. Paulus menuliskan kepada jemaat di Tesalonika dalam suratnya yang kedua agar mereka tidak menjadi bingung dan gelisah sebab adanya pemberitaan palsu bahwa hari Tuhan telah tiba.[6] Paulus juga menegur orang-orang di jemaat Tesalonika yang tidak mau bekerja karena mengira Tuhan akan segera datang.[7] Sampai dengan hari ini pun, kita masih sering mendengar berbagai nubuatan-nubuatan palsu yang mengatakan Kristus akan datang pada hari dan tanggal tertentu. Tetapi semua nubuatan-nubuatan palsu itu tidak ada satu pun yang terealisasi sampai dengan hari ini. Jadi kapankah Kristus akan datang kembali? Alkitab berkali-kali mencatat bahwa kedatangan-Nya tidak akan diketahui, seperti pencuri di waktu malam yang datang tanpa diduga.[8]
Jadi, saat ini pun kita masih berada di dalam masa penantian. Menantikan Kristus datang kembali. Bagaimanakah kita menanti kedatangan Kristus yang kedua? Apakah seperti menantikan sesuatu yang seolah-olah tidak berujung? Seumpama berdiri di bawah panas terik matahari menunggu angkutan umum di kota Jakarta. Angkutan yang tidak tahu kapan akan datang, keringat menetes, perut semakin lama semakin lapar, dan waktu terus berjalan, dan angkutan yang ditunggu belum juga kelihatan. Mungkin angkutan itu akan datang sebentar lagi, atau masih dua jam lagi baru akan tiba. Dalam penantian seperti ini, setengah jam serasa dua jam, satu jam serasa lima jam. Jarum jam berputar dengan sangat amat lambat. Ataukah penantian ini adalah penantian berpengharapan seperti di awal tulisan ini, pasukan Raja Cao Cao yang bersemangat karena mendapatkan pengharapan buah persik? Sebentar lagi, setelah melewati gunung ini, buah persik sudah dapat dinikmati, sebentar lagi setelah melewati rintangan ini, Kristus akan datang kembali.
Menantikan Kristus bukanlah suatu penantian yang seolah-olah tidak berujung. Yesus pernah berkata kepada murid-murid-Nya, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.”[9] Yesus sendiri menjanjikan Ia akan datang kembali, dan janji-Nya adalah ya dan amin. Dia pasti tidak akan mengingkarinya. Namun bukan berarti setelah melewati suatu rintangan tertentu atau suatu masalah tertentu, Dia sudah akan datang. Kedatangan-Nya kita nantikan, namun kita tidak tahu kapan waktunya. Maka sembari kita menanti, sebagai anak-anak Allah, bagaimanakah seharusnya sikap kita? Kita perlu senantiasa untuk mengingat bahwa:
1. Kita adalah musafir di dunia ini
Orang yang merantau pastilah merindukan kampung halamannya, demikian juga hendaknya kita sebagai anak-anak Allah, kita juga semestinya merindukan sorga, rumah kita yang kekal. John Bunyan ketika di penjara mengarang sebuah karya klasik yang berjudul “The Pilgrim Progress” atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Perjalanan Seorang Musafir”. Di dalam kisah itu, Bunyan dengan ala alegoris menceritakan tentang perjalanan hidup seorang Kristen sampai dia tiba di sorga. Di dalam perjalanan itu sang musafir menghadapi berbagai macam hambatan dan godaan, namun pada akhirnya dia berhasil tiba di tempat yang dirindukan, yaitu kota Sion itu. Demikian jugalah dengan perjalanan kita sebagai seorang Kristen di dalam dunia ini, kita akan bertemu dengan banyak tantangan dan hambatan, ada kalanya kita mengalami hal yang menyenangkan, tapi tidak jarang juga hal yang tidak menyenangkan menghampiri kita, akan tetapi ketika hati kita terarah kepada rumah kita yang kekal, kita mampu untuk menjalaninya.
Paulus berkali-kali di dalam suratnya menuliskan bahwa hidup ini seperti pertandingan dan kita berlari-lari untuk mendapatkan mahkota kekal yang kita dapatkan apabila kita menang.[10] Bahkan di akhir hidupnya, di dalam suratnya yang terakhir, dia berkata telah tersedia bagi dia mahkota kebenaran yang dikaruniakan kepada dia oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya, dan bukan hanya kepada dia, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.[11] Paulus telah mengakhiri pertandingannya dan apa yang dia kerjakan masih terlihat sampai masa sekarang ini, karena setelah dia mengenal Kristus, hati dan pikirannya diarahkan pada rumahnya yang kekal di sorga sana. Hendaknya kita juga meneladani Paulus. Kita juga merindukan sorga, menginginkannya, dan menjalani seluruh sisa hidup dengan sukacita menyongsong sorga.
2. Akan ada penghakiman
Apakah kita merindukan sorga? Apakah kita merindukan Kristus datang kembali? Jika iya, pertanyaan selanjutnya adalah apakah Engkau telah siap sedia untuk menyambut kedatangan-Nya? Ketika Ia datang kembali, apakah yang sedang kamu kerjakan? Apakah kamu sedang berbuat dosa, atau sedang mengerjakan kehendak Tuhan?
Kedatangan Kristus yang kedua adalah untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Oleh sebab itu kita harus menjalani hidup ini dengan penuh keseriusan karena kelak kita harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan.
Ketika Yesus mengajarkan tentang kedatangan-Nya, Ia mengatakan hamba yang setia dan bijaksana adalah hamba yang didapati tuannya sedang melakukan tugasnya ketika ia datang. Tetapi hamba yang jahat adalah hamba yang berkata dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu mulai memukuli hamba-hamba yang lain, makan minum bersama pemabuk-pemabuk. Maka ketika tuannya datang dia akan dibunuh.[12] Ketika Kristus datang kembali, apakah yang sedang kita kerjakan? Apakah Ia akan berkata kepada kita, “Mari masuk hamba-Ku yang setia, telah tersedia bagimu mahkota kemuliaan.” Ataukah Ia akan berkata, “Enyahlah engkau hamba yang jahat!”
3. Ada batas waktunya
Pada akhirnya waktunya akan tiba, entah itu adalah kedatangan Kristus yang kedua ataupun kematian, yang pasti akan dihadapi oleh kita semua. Ketika waktu itu tiba, tidak ada apa pun yang masih dapat kita kerjakan. Yang belum bertobat, tidak ada lagi waktu untuk bertobat; yang bermalas-malasan, tidak ada lagi waktu untuk bergiat, kesempatan telah habis, penghakiman telah tiba.
Yesus di dalam salah satu perumpamaan-Nya menceritakan tentang sepuluh gadis yang membawa pelita untuk menyongsong mempelai laki-laki. Setelah lama menunggu, mempelai tidak juga datang, akhirnya mereka mengantuk dan tertidur. Pada waktu tengah malam tiba-tiba mempelai laki-laki datang. Mereka segera bangun dan membereskan pelita mereka. Akan tetapi lima gadis yang bodoh tidak membawa cadangan minyak untuk pelita mereka terpaksa harus pergi untuk membeli minyak, sehingga ketika mempelai datang, mereka tidak ikut masuk ke ruang perjamuan kawin bersama dengan mempelai. Pada akhirnya sekalipun mereka memohon-mohon untuk dibukakan pintu, mereka tetap tidak diizinkan untuk masuk ke dalam. Yesus menutup perumpamaan itu dengan mengatakan, “Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”[13]
Waktu tidak berada di tangan kita dan bukan kita yang mengaturnya. Kita tidak dapat memprediksi kedatangan Tuhan, yang bisa kita lakukan hanyalah berjaga-jaga dan siap sedia senantiasa. Hidup adalah kesempatan, semua ini adalah anugerah dari Tuhan, janganlah kita gunakan dengan sembarangan. Hiduplah dalam takut akan Tuhan!
Penutup
Daripada kita terus menduga-duga dan meramal-ramal kapan Kristus akan datang kembali, lebih baik kita mempersiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan-Nya kapan saja dan di mana saja.
Di sorga sana akan ada suatu perjamuan besar. Banyak orang dari Timur, Barat, Utara, Selatan akan duduk bersama-sama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub untuk makan bersama.[14]
Hal ini juga dijanjikan oleh Yesus di dalam perjamuan yang terakhir. Yesus berkata, “Mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku.”[15] Apakah kita rindu untuk duduk di antara mereka? Pastilah kita sangat menginginkannya.
Kita merindukan sorga karena kita tahu di sana ada suatu persekutuan dan sukacita yang tidak dapat dilukiskan. Umat Tuhan datang dari berbagai penjuru makan bersama, bersekutu bersama, di sana tidak ada lagi air mata, yang ada hanyalah sukacita dan ucapan syukur terus-menerus. Bukan hanya itu, merindukan sorga berarti kita juga merindukan untuk bersama-sama dengan Kristus. Seperti yang Ia janjikan, Ia pergi terlebih dahulu untuk menyediakan tempat bagi kita dan Ia akan menyambut kita. Inilah harapan kita.
Anthony Hoekema dengan mengutip Hendrikus Berkhof di dalam bukunya “Alkitab dan Akhir Zaman” mengatakan bahwa pengharapan orang Kristen bukanlah disebabkan oleh kekurangan, melainkan justru karena kekayaan. Jika bagi kebanyakan manusia, pengharapan terhadap sesuatu yang menyenangkan di masa yang akan datang biasanya muncul dari kekurangan atau ketidakpastian; namun pengharapan orang Kristen berasal dari kepastian yang sedikit demi sedikit menyingkapkan masa yang akan datang. Itulah sebabnya pengharapan Kristen senantiasa dikaitkan dengan iman dan kasih, yang mana keduanya merupakan tanda kekayaan di dalam pengharapan.[16]
Kita berharap karena kita sudah terlebih dahulu diselamatkan. Di dalam menjalankan hidup yang sudah mendapatkan anugerah keselamatan, kita mengarahkan diri kita menantikan Kristus datang kembali. Dan sembari kita menanti, kita terus-menerus dikuduskan, diubahkan, makin hari makin menyerupai Kristus hingga Tuhan dipermuliakan melalui diri kita.
Selamat menunggu dan selamat bersukacita menyongsong kedatangan Sang Raja!
Ev. Diana Bunjamin
Hamba Tuhan GRII
Endnotes:
[1] Matius 2:1-6
[2] Lukas 2:25-32
[3] Lukas 2:36-38
[4] Matius 11:2-6
[5] Kisah Para Rasul 1:9-11
[6] 2 Tesalonika 2:2
[7] 2 Tesalonika 3:6-12
[8] Matius 24:42-44; Lukas 12:39-40; 1 Tesalonika 5:2,4; 2 Petrus 3:10; Wahyu 3:3, Wahyu 16:15
[9] Yohanes 14:1-3
[10] 1 Korintus 9:25, 2 Timotius 2:5
[11] 2 Timotius 4:8
[12] Matius 24:45-51, Lukas 12:41-48
[13] Matius 25:1-13
[14] Matius 8:11, Lukas 13:29
[15] Matius 26:29, Markus 14:25, Lukas 22:18
[16] A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman (Surabaya: Momentum, 2004), hlm. 26.