Ketika Pentakosta tiba, kisah yang tercatat dalam Kisah Para Rasul menjadi sebuah peringatan akan kuasa Roh Kudus. Tiupan angin, lidah api, dan bahasa-bahasa asing, atau yang sering disebut dengan bahasa roh, menjadi penanda nubuat Roh Kudus. Petrus dalam khotbahnya kemudian menyatakan bahwa apa yang terjadi di Pentakosta telah difirmankan Allah oleh Nabi Yoel, bahwa Allah akan mencurahkan Roh-Nya ke atas semua manusia, dan mereka akan bernubuat, mendapat penglihatan, dan mimpi (Kis. 2:17). Ayat ini disambut gembira oleh gereja-gereja beraliran Pentakosta maupun Karismatik, yang begitu menjunjung karya Roh Kudus dan nubuatan-Nya dalam kebaktian dan pujian penyembahan.
Di lingkungan Kristen, praktik Pneumatologi (doktrin Roh Kudus) terbentang antara dua polar: yang satu terlalu menekankan peran dan nubuat Roh Kudus sehingga mengerdilkan peran ousia Trinitas Allah yang lain; dan yang satu lagi, peran Roh Kudus terpinggirkan oleh praktik theologi yang terkesan lebih mengutamakan karya providensia Allah Bapa melalui penebusan Kristus di kayu salib.
Sepanjang perjalanan saya sebagai seorang Kristen, pengenalan saya akan doktrin Roh Kudus cukup minim—tumbuh dalam tradisi gereja Presbyterian dan Injili di luar GRII, pembahasan akan Roh Kudus terkesan jarang disentuh oleh gereja. Saya sering mandeg ketika berdiskusi dengan kawan-kawan sekolah yang saat itu senang merekrut kawan lain untuk menghadiri kebaktian di gereja mereka yang terdengar penuh thrill and action: band lengkap dengan sound system layaknya konser, orang-orang yang berbahasa roh, adanya mujizat dan penyembuhan orang sakit. Kepada mereka saya tanyakan, adakah celah kemungkinan bahwa kuasa Roh Kudus bekerja berbeda-beda di setiap aliran gereja? Mereka mengangkat bahu dan merujuk kembali kepada Pentakosta.
Momen-momen diskusi tersebut sering memicu perenungan saya dan kawan-kawan satu gereja tentang bagaimana meraih lebih banyak orang untuk tidak jatuh ke pengajaran yang salah, namun oleh karena keterbatasan pengetahuan doktrin, kami hanya lebih sering berkutat pada apologetika kosong, sebab tanpa melalui pendekatan Pneumatologi yang dalam.
Tak dapat dipungkiri, kalangan Presbyterian dan Reformed sering digambarkan kaku dalam ruang kebaktian. Namun pertanyaan ini membayangi benak kami: apakah kemudian itu berarti kalangan Reformed tidak punya landasan Pneumatologi yang kukuh? Tidurkah Roh Kudus tanpa adanya mujizat dan bahasa roh?
Tentu tidak!
Terdapat dikotomi aliran besar dalam kekristenan:
Roh Kudus nampaknya adalah Pribadi Allah Tritunggal yang peran-Nya terkesan dipandang sebelah mata oleh gereja Presbyterian maupun Reformed yang digambarkan “kaku”. Di sisi lain, peran Roh Kudus seringkali hanya direduksi sebagai perantara nubuat, mujizat, bahasa roh, dan kesembuhan oleh gereja-gereja yang tak bertanggungjawab. Kurangnya pembahasan mengenai Roh Kudus ini menyebabkan masifnya penyelewengan doktrin Roh Kudus dalam gereja Kristen. Apa signifikansinya kita mengerti doktrin Roh Kudus dengan benar?
Setelah bergabung di GRII dan mengenal lebih jauh akan doktrin Roh Kudus, saya menyadari bahwa kontrasnya perbedaan praktik Pneumatologi dalam aliran-aliran gereja dapat menyebabkan kebingungan bagi jemaat yang tidak menelusuri lebih jauh. Di satu sisi, jemaat gereja-gereja Reformed mengerti bahwa penyelewengan doktrin Roh Kudus dilakukan oleh banyak gereja. Di sisi lain, membangkitkan semangat jemaat untuk mempelajari doktrin Roh Kudus lebih jauh itu sulit.
Gereja mengalami lebih banyak kesulitan untuk mengajar tentang Roh Kudus secara mendalam melalui “teori” (melalui khotbah maupun pendalaman Alkitab), daripada “aplikasi” (melalui bahasa roh, nubuat, kesembuhan, dll.). Konsekuensinya, pembahasan Pribadi Allah Tritunggal yang lain (yakni Allah Bapa dan Anak) lebih banyak dieksplor secara mendalam daripada Roh Kudus. Namun apakah kita boleh membiarkan fenomena ini terjadi begitu saja?
Ketika kita memaknai Allah Tritunggal, banyak orang memakai kacamata penyederhanaan peran: (1) Pribadi Allah Bapa cenderung dipandang memiliki “kasta tertinggi”, sebab Ia telah mengatur sejarah dan keseluruhan semesta sejak penciptaan. (2) Pribadi Allah Anak, yaitu Yesus Kristus, secara fisik meninggalkan jejak sejarah di dunia yang dapat ditelusuri melalui kisah hidup-Nya dalam kitab-kitab Injil, dan mengayom peran “Juruselamat dunia”. (3) Terakhir, Pribadi Roh Kudus muncul dalam kisah-kisah mujizat dan tanda-tanda ajaib para rasul, dan karena sifat kisah nubuatnya yang ajaib, sehingga “besar” dan “menjual”, maka pengerdilan peran Roh Kudus kemudian dimulai oleh gereja-gereja yang tak bertanggungjawab.
Pemimpin-pemimpin aliran gereja yang tidak bertanggungjawab kemudian menggunakan kesempatan ini untuk menjaring, memasarkan, maupun menjual Injil dan kekristenan kepada dunia sebagai suatu strategi pemasaran (marketing gimmick) yang menarik. Bagaimana tidak; apabila dunia telah mendengar Yesus Kristus dan kuasa-Nya melakukan mujizat dalam sejarah, maka bukankah tanda-tanda ajaib yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Pentakosta ini menunjukkan perpanjangan tangan-Nya? Di dunia yang serba saintifik ini, muncul suatu tanda mujizat yang tidak dapat dijelaskan oleh sains, suatu pergerakan emosi yang tak terkendali… tentulah ini datangnya dari Allah!
Inilah mindset ngawur yang dibudidayakan untuk menjebak orang Kristen yang kurang kritis dalam berpikir. Akhirnya, sebelum orang Kristen tersadar akan begitu lakunya pengajaran yang salah mengenai Roh Kudus ini, penyelewengan sudah terjadi secara massal.
“Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia.” – Yohanes 14:16-17
Dalam ayat ini, Yesus menyatakan bahwa Roh Kudus tidak diterima oleh dunia dan kita bisa melihatnya dalam rupa pengajaran yang sesat. Penolakan terhadap Roh Kebenaran yang tercantum dalam ayat tersebut disebabkan karena dunia tidak mengenal kebenaran. Kesesatan adalah keadaan di mana suatu kebenaran tidak ada atau diselewengkan. Maka melalui aliran-aliran Kristen yang menyimpang, dunia berusaha menjauhkan umat Tuhan dari pengajaran yang benar, menjauhkan dari Roh Kebenaran itu sendiri.
Pemahaman akan Roh Kudus bersifat imperatif sebagai seorang beriman. Gereja perlu makin gencar memperlengkapi jemaat dengan pengajaran Pneumatologi yang lebih ekstensif. Dengan mengerti doktrin Roh Kudus yang benar, kita tidak perlu takut jatuh ke dalam pengaruh pengajaran yang salah. Karya Roh Kudus bukan semata-mata direduksi hanya sebagai pemberi tanda ajaib, mujizat, dan bahasa roh di kebaktian penyembuhan saja. Roh Kudus merupakan Pribadi Allah yang berkuasa penuh atas ciptaan-Nya melalui karya-karya dan pimpinan-Nya di dunia.
Setelah kita diberi privilese untuk mempelajari doktrin yang benar, hendaknya kita menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk menghidupi buah-buah Roh dalam setiap pendekatan kita dengan umat-umat aliran gereja lain yang belum menjalankan doktrin secara tepat. Mengerti akan Roh Kudus berarti menghidupinya dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan untuk menjadi senjata untuk menyerang dan menghakimi. Biarlah kita mengkritik dengan kasih, namun juga memberi kesempatan bagi mereka untuk melihat karya Roh Kudus dalam kehidupan Kristen yang benar. Yang terpenting bukanlah mempertebal polarisasi, namun marilah kita terus merenungkan pengenalan kita akan Roh Kudus secara lebih dalam dan luas. Sang Roh Kebenaran adalah Roh yang berperan begitu dalam dan luas dalam panggilan iman kita, yang melahirbarukan kita, yang mendamaikan kita, dan yang senantiasa memupuk tumbuhnya buah-buah Roh dalam hidup kita.
Soli Deo gloria.
Christine Atmodjo Morton
Jemaat GRII Pusat