Anugerah Keselamatan dan Penciptaan

Dua konsep anugerah yang dinyatakan di dalam Alkitab dibangun dari dua karya besar Allah, yaitu penciptaan dan keselamatan. Karya penciptaan Allah kita kenal sebagai dasar anugerah umum dan karya keselamatan Allah kita kenal sebagai anugerah khusus atau anugerah keselamatan. Di antara penciptaan dan sejarah keselamatan terdapat fakta kejatuhan manusia. Pengertian akan natur dan kedalaman fakta kejatuhan manusia akan mempengaruhi pengertian hubungan antara anugerah umum dan anugerah khusus Allah.

Theologi Anugerah
Menurut theologi Roma Katolik, natur asal manusia tidak berubah jauh setelah kejatuhan, sehingga walaupun manusia memiliki kecenderungan dosa, manusia masih dapat melakukan pekerjaan baik melalui anugerah umum atau natural grace. Akan tetapi anugerah umum ini tidak cukup untuk mencapai hidup kekal, maka manusia memerlukan infus anugerah supranatural, atau supranatural grace, yang memberikan kuasa untuk mencapai pembenaran tahap demi tahap sampai mendapatkan keselamatan.

Theologi Arminian percaya bahwa manusia sudah rusak akhlak setelah kejatuhan akan tetapi di dalam anugerah umum, manusia berdosa masih dapat memilih untuk menerima Injil Kristus. Anugerah umum memungkinkan manusia berdosa untuk percaya, sedangkan anugerah khusus bekerja sama dengan hasrat manusia mengakibatkan pertobatan, iman, dan keselamatan. Kedua anugerah ini dapat ditolak, maka anugerah umum maupun khusus tidak menjamin keselamatan. Theologi Arminian tidak membedakan anugerah umum dan anugerah khusus secara esensi.

Theologi Reformed percaya bahwa kejatuhan manusia menyebabkan kerusakan total sehingga manusia berdosa tidak lagi memiliki hasrat maupun kekuatan untuk melakukan pekerjaan baik ataupun untuk bertobat dan beriman kepada Kristus. Hanya anugerah keselamatan Allah yang supranatural dan rohaniah yang dapat membawa manusia berdosa kepada Kristus.

Maka theologi Reformed berbeda dengan theologi Roma Katolik yang menerima usaha manusia untuk mencapai keselamatan dengan bantuan anugerah supranatural. Theologi Reformed juga bertentangan dengan theologi Arminian yang menerima kemampuan manusia berdosa untuk memilih menerima keselamatan. Menurut theologi Reformed, keselamatan adalah semata-mata kedaulatan Allah yang tidak berhubungan dengan pilihan maupun hasil usaha manusia, dan anugerah khusus ini tidak dapat ditolak.

Akan tetapi, jikalau manusia sungguh-sungguh rusak total, mengapa banyak dari mereka yang dapat melakukan pekerjaan yang begitu baik di dalam membangun masyarakat? Jikalau manusia berdosa sungguh-sungguh hidup di bawah murka Allah, apa sebabnya Allah memberikan begitu banyak berkat dan talenta kepada mereka sampai sekarang? Doktrin anugerah umum theologi Reformed bertujuan menjelaskan paradoks antara kerusakan total manusia dan kebaikan Allah yang masih dapat dinikmati setelah kejatuhan manusia.

Sejarah Perkembangan Doktrin Anugerah Umum Theologi Reformed
Agustinus menegaskan kerusakan total dan ketergantungan mutlak manusia berdosa pada anugerah keselamatan Allah untuk menerangi pikiran dan mengubah kehendaknya menuju kebenaran. Walaupun manusia yang belum diselamatkan dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan terhormat jika dilihat dari segi kehidupan sementara ini, semua perbuatan ini masih merupakan dosa karena mereka tidak berasal dari iman sejati dan kasih Allah serta tidak dilakukan untuk kemuliaan Allah.

John Calvin juga menegaskan bahwa dengan sendirinya manusia berdosa tidak dapat melakukan perbuatan baik dan menekankan natur khusus anugerah keselamatan. John Calvin tidak memakai istilah “anugerah umum”, akan tetapi dia menjelaskan tentang adanya anugerah yang Allah berikan kepada keseluruhan umat manusia yang tidak mengampuni dan memulihkan manusia dari dosa serta tidak membawa keselamatan. Anugerah ini membatasi kuasa dosa yang menghancurkan dan memelihara hukum moralitas Allah, sehingga memungkinkan berjalannya kehidupan di dunia yang sudah jatuh. Anugerah ini juga membagikan bakat-bakat dan talenta-talenta kepada manusia, mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan seni, dan memberikan berkat yang melimpah kepada umat manusia. Setelah John Calvin, doktrin anugerah umum diakui oleh pengikutnya – para theolog Reformed – pada umumnya, walaupun masih ada sebagian kecil yang menentang doktrin ini.

Abraham Kuyper mengembangkan pengertian anugerah umum sehubungan dengan dua doktrin theologi Reformed, yaitu kedaulatan Allah yang mutlak di atas segala sesuatu dan kerusakan total manusia setelah kejatuhan di dalam dosa. Allah memerintah di atas semua ciptaan-Nya dan memberikan karunia kepada mereka untuk memenuhi panggilan mereka. Setelah kejatuhan manusia, Allah menunjukkan karunia-Nya dengan membatasi tindakan dosa mereka. Tanpa pembatasan ini, manusia akan segera menghancurkan diri dan umat manusia akan lenyap sehingga tidak akan ada perkembangan dunia, umat manusia, dan gereja.

Implikasi dan Aplikasi
Anugerah umum melingkupi semua segi kehidupan, dari makan dan minum sampai pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Anugerah keselamatan merupakan fondasi bagi umat yang telah ditebus untuk merespons anugerah umum demi kemuliaan Allah. Orang-orang yang tidak percaya, sementara menikmati anugerah umum Allah dan memakainya untuk kebaikan bagi diri dan masyarakat, tidak mengucap syukur dan memuliakan Dia. Berbeda dengan dunia ini, umat percaya dipanggil untuk melakukan banyak pekerjaan baik di mana pun mereka berfungsi di dalam masyarakat untuk mentransformasi masyarakat karena umat percaya dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia.

Kutipan Kuyper yang terkenal, “Tidak ada satu inci di dalam alam semesta, yang Kristus tidak dapat mengatakan, ‘Milik-Ku!’” menyokong keterlibatan aktif umat Kristen untuk mengubah sistem-sistem di dunia sesuai dengan nilai-nilai Kristen. Walaupun anugerah umum pada umumnya diterima oleh theologi Reformed, konsep mandat budaya yang dikembangkan oleh Kuyper tidak diterima secara umum di kalangan Reformed karena kesulitan tersembunyi di dalam konsep ini.

Kesulitan Mandat Budaya
Orang-orang Kristen bisa terperangkap dalam optimisme yang tidak berfondasi, yaitu harapan untuk mentransformasi semua sistem di dunia sesuai dengan nilai-nilai Kristiani melalui mandat budaya. Alkitab sebaliknya tidak pernah menjanjikan hal ini akan terjadi. Walaupun umat Kristen dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia (Mat. 5:13-16), firman Allah juga memperingatkan bahwa dunia akan semakin memburuk (2Tim. 3:1-5) dan Allah menyerahkan manusia berdosa kepada keinginan hati mereka (Rm. 1:24-32; Why. 22:11). Anugerah umum tidak dapat menyelamatkan dan menghilangkan dosa; hari-hari anugerah umum akan berakhir tatkala hari penghakiman Allah semakin mendekat.

Sering kali, di dalam semangat untuk mengubah sistem-sistem di dalam masyarakat agar mencerminkan keadilan dan belas kasih Allah, orang-orang Kristen memiliki asumsi naif bahwa ada satu jawaban Kristen terhadap setiap isu di dalam masyarakat. Alkitab memberikan prinsip akan tetapi tidak menentukan secara detail sistem atau policy apa harus dijalankan. Di tingkat aplikasi, orang-orang Kristen mempunyai pandangan yang berbeda, kadang-kadang berlawanan, mengenai solusi yang terbaik untuk isu-isu masyarakat yang rumit. Sistem sebaik apapun selalu ada lubang-lubang yang dapat dimanipulasi tatkala orang-orang berdosa yang menjalankannya. Umat Kristen harus mengingat bahwa jawaban dan harapan dunia bukanlah di dalam pelaksanaan mandat budaya melainkan di dalam Injil Kristus.

Mungkin alasan yang paling penting mengapa konsep mandat budaya yang dikembangkan oleh Kuyper ditolak oleh banyak kalangan Reformed adalah kecenderungan duniawi yang menjerat orang-orang Kristen yang mencoba menjalankannya. Berdasarkan konsep mandat budaya ini, umat percaya yang telah menerima anugerah khusus Allah dapat dan perlu bekerja sama dengan orang-orang yang tidak percaya yang telah menerima anugerah umum Allah, untuk membangun budaya dunia yang memuliakan Allah. Sering kali hal ini mengakibatkan pudarnya perbedaan antara orang-orang Kristen dan orang-orang yang tidak percaya. Tanpa sadar orang-orang Kristen mulai memakai mandat budaya sebagai alasan untuk membenarkan pengejaran ambisi dunia apapun ‘demi kemuliaan Allah’. Bukannya mempengaruhi dunia untuk mengadopsi pandangan dunia Kristen, orang-orang percaya malahan menjadi semakin duniawi karena penekanan kepada mandat budaya menjadi fokus dan penekanan kepada identitas sebagai umat pilihan sering kali menjadi pudar.

Keterbatasan dan Kesimpulan
Meskipun banyak perangkap dan bahaya yang dihadapi, umat Kristen tetap dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia. Dengan demikian penting bagi umat Kristen untuk mengerti apakah yang akan membatasi mereka untuk memenuhi panggilan mereka. Keterbatasan ini berwujud di level individu dan sistem gereja.

Di level individu, seorang Kristen yang telah menerima anugerah keselamatan Allah masih merupakan orang berdosa yang mudah jatuh seperti mereka yang tidak beriman. Perbedaannya adalah orang-orang berdosa yang telah ditebus tahu bahwa mereka berdosa dan memerlukan Kristus. Pengertian akan kelemahan dan keberdosaan mereka akan membantu umat Kristen untuk bersandar pada Kristus dan bukan kepada mereka sendiri, dengan demikian mereka lebih dapat menghindari perangkap-perangkap yang menjerat mereka.

Di level gereja, sistem gereja sendiri tidak sempurna dan kadang kala lebih gelap daripada sistem dunia. Maka, sangat sulit untuk mempengaruhi sistem dunia ketika sistem gereja sendiri memerlukan reformasi yang serius.

Sebagai contoh, sistem sosial dan politik yang memiliki keseimbangan kuasa serta proses pertanggungjawaban yang transparan akan lebih mencerminkan keadilan dan kebenaran Allah serta mengurangi tindakan kejahatan. Sayangnya, justru elemen seperti keseimbangan kuasa dan pertanggungjawaban yang transparan lebih sering terlihat di pemerintahan dan organisasi dunia daripada di tata pimpinan gereja. Orang-orang Kristen jarang berpikir untuk memeriksa integritas sistem gereja mereka – apakah itu adalah sistem yang memampukan mereka yang setia dan berkualitas untuk terjun melayani, dan menyingkirkan mereka yang tidak setia dan tidak berkualitas dari hak pelayanan, ataukah itu adalah sistem yang menekan perkembangan potensi dan mengizinkan yang berkuasa untuk semakin berkuasa tanpa pertanggungjawaban yang transparan.

Pemimpin-pemimpin di dunia sering diinterogasi oleh media dan disiplin market, tetapi pemimpin-pemimpin gereja sering kali memiliki kuasa yang absolut di dalam konteks gereja mereka setempat, dan seperti sistem kepausan, memegang posisi mereka seumur hidup tanpa perlu diuji. Di dalam gereja, ada kecenderungan untuk mengidolakan sang pemimpin, sehingga sering kali tidak ada proses transparan yang menunjukkan bagaimana keputusan-keputusan penting diambil dan bagaimana resources gereja dipakai. Bagaimanakah umat Kristen dapat mentransformasi sistem-sistem di dunia ketika sistem gereja sendiri begitu bermasalah dan tidak memiliki feedback sistem yang dapat koreksi diri?

Melalui semua kekurangan ini, Allah mengingatkan kita bahwa tanggapan kita terhadap anugerah umum tidak lebih baik dan kadang lebih buruk daripada dunia yang tidak percaya. Tetapi kita dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia. Kita telah menerima anugerah keselamatan dan anugerah umum, tetapi betapa jauh kita dari memenuhi kewajiban kita di hadapan Allah. Sekali lagi kita menyadari bahwa kita tidak dapat bersandar pada pekerjaan baik kita, tetapi hanya dapat bersandar pada satu-satunya harapan kita, Kristus, yang telah memberikan anugerah keselamatan kepada kita dan akan menyelesaikan pekerjaan baik yang telah Dia mulai di dalam Gereja-Nya. Kristuslah yang akan terus mengubah kita dan menuntun kita untuk dapat merespons anugerah khusus dan Kristuslah yang akan menuntun kita melalui firman-Nya – Alkitab – untuk merespons anugerah umum dengan selayaknya sehingga panggilan kita sebagai terang dan garam dunia dapat dijalankan bagi kemuliaan-Nya.

 

Mejlina Tjoa
Pemudi GRII Melbourne

 

 

Referensi
1. Great Men of Faith: Louis Berkhof – Systematic Theology: Common Grace, diambil dari: http://www.bibleteacher.org/cg.htm
2. “Special Issue: Abraham Kuyper”, Vol. 75; No:2; October 15, 1998. Abraham Kuyper, Developer and Promoter of Common Grace by Rev. Charles J. Tesrptra diambil dari: http://www.mountainretreatorg.net/articles/kuyper_terp.html