Peristiwa Pentakosta merupakan salah satu peristiwa terpenting di dalam tradisi kekristenan. Hari Pentakosta pada umumnya diperingati oleh seluruh kekristenan dari berbagai macam tradisi. Kita yang berada di dalam tradisi gereja Reformed tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan tradisi kekristenan. Sudah sepatutnya kita mengerti signifikansi dari Pentakosta dan pengaruhnya bagi hidup kita sebagai anggota Kerajaan Allah. Namun, banyak gereja telah melihat peristiwa Pentakosta dengan salah. Ada yang melihat signifikansi dari peristiwa ini terbatas di dalam pencurahan karunia Roh Kudus saja, yang biasanya selalu berkutat di dalam pembahasan mengenai karunia lidah. Ada juga yang berespons dengan menganggapnya sebagai sekadar sebuah acara di dalam kalender gereja yang perlu diketahui tanpa dimaknai signifikansinya di dalam hidup seorang Kristen.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan sebuah pandangan alkitabiah dari peristiwa tersebut. Namun, sebagaimana Alkitab kita adalah firman Tuhan yang teramat kaya dan limpah, artikel ini hanya akan membahas signifikansi peristiwa Pentakosta di dalam lingkup sejarah keselamatan. Atau di dalam kata lain, melihat peristiwa Pentakosta melalui lensa biblical theology, yaitu suatu metode pembelajaran theologis yang melihat pewahyuan Allah akan diri-Nya dan karya-Nya di dalam proses berjalannya sejarah keselamatan. Bahkan, lensa ini pun memiliki cakupan pembahasan yang begitu besar, maka artikel ini secara khusus membahas bagaimana peristiwa Pentakosta merupakan penggenapan dari nubuat Nabi Yoel di dalam Perjanjian Lama.
Peristiwa Pentakosta yang terjadi setelah penggenapan karya keselamatan Kristus tidak pernah terjadi secara independen dan terlepas dari keseluruhan wahyu Allah, terutama di dalam Perjanjian Lama. Walau Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan dua bagian Alkitab yang berbeda dan memang sepatutnya dibedakan, tetapi keduanya menyatu secara organik. Walau kedua bagian ini ditulis oleh banyak penulis berbeda-beda, kedua bagian ini memiliki satu Penulis Ilahi, yaitu Allah Tritunggal. Maka, pasti ada kesinambungan antara apa yang Allah nyatakan di Perjanjian Lama dan di Perjanjian Baru. Oleh karena itu, peristiwa Pentakosta memiliki kesinambungan dengan nubuat dari Nabi Yoel di Perjanjian Lama. Bahkan, Petrus di dalam khotbahnya setelah Roh Kudus turun di hari Pentakosta secara langsung mengutip Yoel 2:28-32 untuk menjelaskan bahwa apa yang telah terjadi kepada gereja Tuhan pada waktu itu merupakan penggenapan dari nubuat Nabi Yoel. Hal ini jelas menunjukkan adanya keterkaitan secara biblikal antara peristiwa Pentakosta dan wahyu Allah di Perjanjian Lama. Selain itu, kutipan Petrus dari nubuat Kitab Yoel ini didasari oleh fakta bahwa Kristus telah menggenapi karya keselamatan. Kristus, melalui diri-Nya dan karya-Nya, telah menggenapi nubuat Perjanjian Lama mengenai Kerajaan Allah. Ia telah mendatangkan masa akhir di mana Kerajaan Allah sudah datang dan secara progresif akan datang di dalam kepenuhannya pada hari Kristus datang kembali. Peristiwa Pentakosta terjadi di dalam lingkup sejarah keselamatan yang telah digenapi oleh Kristus. Sama seperti kita tidak mungkin mengerti dengan benar akan peristiwa Pentakosta jika kita melepaskannya dari wahyu Allah di dalam Perjanjian Lama, khususnya di dalam Kitab Yoel, demikian juga kita tidak mungkin mengertinya dengan benar jika kita melepaskannya dari konteks penggenapan Perjanjian Lama di dalam diri dan pekerjaan Kristus Yesus, Tuhan kita.
Yoel 2:28-32 di dalam Konteks Kitab Yoel
Kitab Yoel dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
• Yoel 1:2-2:11, yang menyatakan penghukuman Tuhan kepada bangsa Yehuda di hari-Nya Tuhan.
• Yoel 2:12-17, yang menyatakan bahwa melalui Nabi Yoel, Tuhan akan menggerakkan bangsa Yehuda untuk bertobat dari keberdosaan mereka.
• Yoel 2:18-3:21, yang menyatakan belas kasihan Tuhan kepada umat-Nya dengan mengerjakan pemulihan kepada umat-Nya dan penghakiman kepada musuh-Nya.
Dari sini kita juga bisa melihat bahwa Yoel 2:28-32 yang dikutip oleh Petrus terletak di dalam bagian janji pemulihan Tuhan kepada umat-Nya. Secara lebih detail, kita bisa melihat bahwa di dalam keseluruhan pasal pertama, Yoel menggambarkan signifikansi dampak dari bencana-bencana yang dialami oleh bangsanya.
Tentunya sebagai hamba Allah, Nabi Yoel ingin menyatakan bahwa tulah belalang yang menimpa bangsanya itu merupakan penghakiman Allah (Yl. 1:15). Kutukan ini dilaksanakan oleh Allah karena ketidaksetiaan umat-Nya. Terlebih lagi, kita juga bisa melihat bahwa Nabi Yoel menggunakan tulah belalang dan bencana-bencana yang dihasilkannya untuk menggambarkan penghakiman Tuhan yang lebih dahsyat, yaitu serangan bangsa asing kepada umat Allah. Tulah belalang bukan hanya merupakan penghukuman Allah terhadap dosa umat-Nya, tetapi juga merupakan gambaran dari penghakiman yang lebih dahsyat di masa depan. Allah membuang umat-Nya kepada bangsa lain walaupun bangsa tersebut tidak takut akan Tuhan. Hal ini bersifat signifikan karena bangsa Israel dipanggil oleh Allah keluar dari Mesir sebagai umat kepunyaan-Nya untuk menduduki tanah Kanaan dan mengusir bangsa-bangsa yang tidak mau menyembah Allah. Namun, bangsa Israel yang makin tidak setia kepada Tuhannya membuat Allah mengirim bangsa lain, yang sebenarnya tidak menyembah Allah, sebagai alat-Nya untuk menghancurkan umat Allah di Tanah Perjanjian itu. Umat perjanjian Allah sepatutnya melaksanakan kehendak Allah dan senantiasa berjalan di dalam ketetapan-Nya agar hidup mereka senantiasa diberkati. Namun, mereka membangkang dari Sang Raja yang mengasihi mereka dan mendapatkan ganjaran dari perbuatan mereka, yaitu diserahkan kepada bangsa kafir.
Penghukuman ini pun mendorong Nabi Yoel untuk menghimbau bangsanya untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan mereka. Tuhan, melalui Nabi Yoel, menyatakan kasih setia dan belas kasihan-Nya dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertobat dari dosa mereka. Dinyatakan bahwa Allah menghendaki pertobatan dengan segenap hati dari umat-Nya. Allah menghendaki mereka untuk “mengoyakkan hati” dibanding pakaian mereka. Yoel juga menyatakan akan kasih setia Tuhan sekaligus mengajak bangsanya mengingat akan kasih setia-Nya yang begitu besar sejak masa-masa mereka dikeluarkan dari Mesir hingga saat itu. Selain itu, Yoel menunjukkan bahwa keputusan Allah untuk mengampuni dosa mereka tidak pernah bergantung sama sekali kepada aksi pertobatan mereka. Yoel mengatakan, “Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu” (Yl. 2:14). Dari sini, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya umat Tuhan yang berdosa ini tidak layak akan anugerah Tuhan. Bahkan, pertobatan mereka, walaupun hal itu sejati, tidak pernah menjadi alasan paling dasar untuk Allah mengampuni dosa mereka dan berbelaskasihan kepada mereka.
Memasuki pasal 2 ayat 18, terdapat sebuah perubahan di dalam tulisan Nabi Yoel, di mana ratapan dan ajakan untuk bertobat berubah menjadi pernyataan belas kasihan Tuhan kepada umat-Nya dan ajakan untuk bersukacita berespons terhadap anugerah Tuhan untuk menyelamatkan umat-Nya. “TUHAN menjadi cemburu karena tanah-Nya, dan Ia belas kasihan kepada umat-Nya.” (Yl. 2:18). Tuhan berbelaskasihan kepada umat-Nya dan melangsungkan restorasi setelah umat-Nya menerima hukuman dari-Nya dan bertobat kepada-Nya. Di dalam bagian restorasi inilah Yoel 2:28-32 berada. Janji Allah untuk mencurahkan Roh-Nya merupakan berkat perjanjian yang Ia nyatakan kepada umat-Nya sebagai bentuk belas kasihan Allah kepada umat-Nya yang telah memberontak namun telah bertobat kepada Allah.
Terlebih lagi, kita juga bisa melihat bahwa Yoel 2:18-27 menyatakan bagaimana Allah memutarbalikkan kutuk yang Ia telah kirim kepada umat-Nya. Dikatakan bahwa Allah akan mengusir mereka yang datang dari utara dan telah menghancurkan umat-Nya (Yl. 2:20). Bangsa kafir yang tidak takut akan Tuhan, dahulu dipakai oleh-Nya untuk menghukum umat-Nya, sekarang mendapat hukuman atas apa yang telah mereka lakukan terhadap umat Allah. Ladang yang musnah, tanah yang berkabung, gandum yang musnah, buah anggur yang kering, serta minyak yang menipis (Yl. 1:10) diputarbalikkan oleh Allah saat Ia berkata bahwa Ia akan mengirim kepada umat-Nya gandum, anggur, dan minyak dan mereka akan kenyang memakannya (Yl. 2:19). Dari sini kita bisa melihat bahwa janji restorasi Tuhan memberikan kepastian akan sebuah hidup yang penuh damai dan berkelimpahan. Tetapi Yoel 2:28-32 memberikan indikasi akan berkat Tuhan yang jauh lebih indah, yaitu Roh Allah sendiri akan dilimpahkan kepada umat-Nya. Sang Pencipta tidak hanya memberikan berkat yang datang dari-Nya saja, tetapi Sang Pemberi Berkat menjadi Berkat yang bersemayam bersama-sama dengan umat-Nya. Perlu diketahui juga bahwa janji tersebut diberikan setelah Allah menyatakan, “Kamu akan mengetahui bahwa Aku ini ada di antara orang Israel, dan bahwa Aku ini, TUHAN, adalah Allahmu dan tidak ada yang lain; dan umat-Ku tidak akan menjadi malu lagi untuk selama-lamanya.” Hal ini menunjukkan bahwa setelah Allah membarui relasi perjanjian di antara Allah dan umat-Nya, Ia memberikan Roh-Nya sendiri untuk menyertai dan tinggal bersama-sama dengan umat-Nya. Sebagaimana Allah dahulu menyertai umat-Nya melalui adanya tabut perjanjian, kemah suci, dan Bait Allah, sekarang Tuhan menjanjikan sebuah pengharapan di mana Tuhan sendiri secara langsung akan tinggal bersama dengan umat-Nya. Dahulu umat Allah bertemu dengan Allah secara terbatas dan hanya melalui pengantara manusia yaitu imam besar. Namun, di masa yang baru, setiap umat Tuhan mampu secara langsung bersekutu dengan Allah melalui Sang Imam Besar itu.
Kita juga perlu mengingat bahwa selama Allah bekerja dan menyatakan diri-Nya di dalam Perjanjian Lama, Roh Allah pun pasti senantiasa bekerja karena Allah Tritunggal tidak mungkin terpisahkan baik di dalam diri-Nya maupun di dalam karya-Nya. Namun, kita perlu mengerti juga bagaimana Allah menyatakan diri-Nya secara progresif di dalam sejarah keselamatan. Seumpama sebuah benih cemara adalah tanaman yang sama dengan sebuah pohon cemara, kita tetap perlu membedakan antara sebuah benih dan pohon yang sudah dewasa, dan bagaimana, secara progresif, benih tersebut bertumbuh menjadi sebuah pohon. Maka dalam hal ini, kita juga bisa melihat sebagaimana figur Kristus makin lama makin jelas di dalam perkembangan sejarah keselamatan, Roh Kudus pun makin lama makin jelas dinyatakan. Di dalam Perjanjian Lama, kita sering melihat adanya figur-figur yang dipilih secara selektif dan memiliki jabatan tertentu (seperti raja, hakim, dan nabi) yang dipenuhi oleh Roh Kudus untuk melakukan tugas yang Allah berikan kepadanya. Namun, saat Roh Kudus berada di dalam mereka, pengalaman mereka diberikan deskripsi yang sama dengan janji pencurahan Roh Kudus yang akan dialami oleh umat Tuhan, seperti yang dinyatakan di Yoel 2:28-32 ataupun bagian lainnya, seperti Yehezkiel 36:26-29, Yehezkiel 37:12-14, dan secara implisit di dalam Yeremia 31:31-34. Di dalam Yoel 2:28-32, Roh Kudus dicurahkan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal jenis kelamin, usia, ataupun kedudukan masyarakat. Tentunya hal ini bukan berarti perbedaan-perbedaan yang sudah ditetapkan sejak penciptaan menjadi tidak ada artinya ketika Roh Kudus dicurahkan, tetapi hal ini menandakan adanya sebuah kelimpahan dari pekerjaan Tuhan setelah Roh-Nya dicurahkan. Jabatan nabi di dalam Perjanjian Lama, yang dikhususkan bagi beberapa orang saja, sekarang menjadi bersifat universal sehingga semua umat Allah memiliki fungsi kenabian. Tidak hanya akan ada universal priesthood of all believers,tetapi juga akan ada universal prophethood of all believers, di mana semua umat Tuhan akan menyatakan kehendak Allah di dalam firman-Nya melalui kuasa Roh Kudus. Sehingga kita bisa melihat bahwa akan ada sebuah masa yang baru di mana Roh Kudus akan secara berlimpah dicurahkan tidak seperti masa-masa yang dahulu. Selain itu, pencurahan Roh Allah ini juga bersifat universal dan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga seluruh umat Allah di masa yang baru itu akan dimampukan untuk memproklamasikan kehendak Allah dalam firman-Nya.
Sebagaimana sudah dibahas dari Yoel pasal 2, janji pemulihan yang Allah janjikan berlaku di masa depan. Setelah pemulihan relasi perjanjian ini maka Allah memberikan Roh-Nya ke atas semua manusia. Sehingga pencurahan Roh Kudus di masa depan ini terjadi setelah adanya karya keselamatan yang Tuhan berikan kepada umat-Nya. Namun, perlu dilihat juga bahwa janji di dalam Yoel 2:28-32 ini juga terletak sebelum nubuat akan penghakiman Allah yang Ia nyatakan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan di dalam Yoel 3. Tuhan menjanjikan penghukuman kepada bangsa-bangsa yang telah menindas umat-Nya, tetapi bagi umat-Nya Ia akan melangsungkan pemulihan yang berlimpah dan salah satu aspeknya dinyatakan di dalam pencurahan Roh Kudus. Di dalam nubuat Yoel 2:28-32 sendiri pun kita bisa melihat bahwa peristiwa pencurahan Roh Kudus ini terjadi mendahului penghakiman Tuhan tersebut. Dikatakan bahwa di dalam masa atau “hari-hari” di mana Tuhan akan mencurahkan Roh-Nya, Ia akan “mengadakan mukjizat di langit dan di bumi” dengan mengubah matahari menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya Hari Tuhan yang hebat dan dahsyat itu. Di dalam masa ini juga, Tuhan akan meneguhkan Gunung Sion dan Yerusalem sebagai tempat kediaman-Nya, dan memanggil orang-orang yang dahulu terbelenggu dan berseru kepada Tuhan untuk menerima keselamatan dari Tuhan. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa peristiwa pencurahan Roh Kudus ini tidak hanya menyatakan Tuhan yang tinggal bersama umat-Nya dan memampukan mereka untuk memproklamasikan firman Tuhan kepada seluruh dunia. Namun, melalui umat Tuhan, Tuhan akan memanggil mereka dari bangsa-bangsa lain untuk datang menerima keselamatan dari Tuhan. Tetapi hal tersebut hanya berlaku sebelum adanya penghakiman Allah kepada bangsa-bangsa yang tidak takut akan Tuhan. Walau Allah akan berkenan dan memulihkan keadaan Yehuda dan Yerusalem, bahkan hingga mengundang banyak orang asing untuk menjadi umat Allah di sana, Ia akan mengumpulkan mereka yang tetap tidak mau bertobat dan menerima keselamatan di Gunung Sion untuk dibinasakan. Motif ajakan pertobatan yang Yoel tawarkan kepada bangsa Yehuda sekarang diberlakukan kepada bangsa-bangsa lain agar mereka pun boleh bertobat dengan menerima keselamatan dari Tuhan di Gunung Sion.
Penggenapan Yoel 2:28-32 di dalam Perjanjian Baru
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, diri dan karya Allah Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari diri dan karya Allah Anak. Maka penggenapan nubuat Nabi Yoel mengenai pencurahan Roh Allah ke atas semua manusia tidak bisa terlepas dari karya keselamatan yang Allah kerjakan melalui Anak-Nya. Peristiwa Pentakosta merupakan peristiwa yang bersifat Kristologis, maksudnya ialah peristiwa Pentakosta akan dilihat di dalam perspektif yang benar jika peristiwa tersebut ditafsir dalam konteks penggenapan karya keselamatan yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus. Karya Kristus adalah presuposisi dasar dari karya Roh Kudus di dalam Pentakosta. Di bagian sebelumnya kita melihat bahwa janji pencurahan Roh Allah terjadi setelah Allah menyatakan pemulihan relasi perjanjian (covenantal relationship) antara diri-Nya dan umat-Nya (Yl. 2:27-28). Terlebih lagi, sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan sebelumnya, Kristus adalah Sang Imanuel yang berarti Tuhan beserta kita. Yesus Kristus menjadi penggenapan penuh dari Bait Allah, di mana Allah bersemayam bersama dengan umat-Nya. Maka dari itu, hanya di dalam Kristus umat Tuhan boleh berbagian dalam menikmati penggenapan nubuat Yoel bahwa Allah berada di antara orang Israel (Yl. 2:27). Tidak mungkin nubuat pencurahan Roh Allah terlepas dari figur Mesias dan hal ini dinyatakan di dalam Yehezkiel 37:14-24. Dalam perikop ini, janji pencurahan Roh di ayat 14 berhubungan dengan seorang Raja dari keturunan Daud yang akan menjadi Sang Gembala di ayat 24.
Begitu pula dengan peristiwa Pentakosta yang terjadi setelah Yesus Kristus tuntas menggenapi karya keselamatan yang telah ditetapkan dalam kekekalan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, umat perjanjian Allah mendapatkan pengampunan dosa dan kehidupan yang kekal. Umat Tuhan atau Gereja Tuhan, mengalami persekutuan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Hal ini berarti mereka pun telah mati terhadap hidup yang lama dan telah mengalami penciptaan baru sehingga sekarang harus hidup mencintai Allah. Setelah kebangkitan-Nya, Kristus pun naik ke sorga, duduk di sebelah kanan takhta Allah, dan berjanji akan mengirimkan Roh Kudus agar Gereja-Nya yang Ia telah tebus boleh menjadi saksi-saksi-Nya di Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Sehingga, peristiwa pencurahan Roh Kudus terjadi atas kehendak Kristus bagi Gereja-Nya. Namun, mengapakah demikian? Tentu, Kristus tidak hanya berjanji demikian agar seluruh firman Allah tergenapi saja, tetapi Kristus juga ingin membuat Gereja berbagian di dalam menggenapi kehendak Bapa. Terdapat sebuah kesinambungan yang penting di antara Kristus dan karya-Nya dan tubuh Kristus dan karyanya. Kristus, dinubuatkan di dalam Yesaya 42:1 dan Yesaya 61, akan meneguhkan kebenaran dan keadilan serta mendatangkan Kerajaan Allah dengan dipenuhi oleh Roh Kudus. Seluruh kehidupan Kristus selama di dunia ini merupakan hasil topangan Roh Kudus sehingga Ia mampu dengan sempurna menggenapi kehendak Bapa-Nya. Seluruh Allah Tritunggal bekerja di dalam karya keselamatan, terutama di dalam penggenapan-Nya di dalam Kristus. Maka, sebagaimana Kristus dipenuhi oleh Roh Kudus di dalam pelayanan-Nya, Gereja Tuhan, yang ialah tubuh Kristus, juga dipenuhi oleh Roh Kudus untuk melayani Tuhan dengan penuh kuasa. Allah mengundang seluruh tubuh Kristus untuk mengikuti jejak Sang Kepala dan Sang Mempelainya. Gereja ditugaskan untuk melanjutkan karya Kristus menggenapi kehendak Bapa yaitu meneguhkan Kerajaan-Nya di bumi seperti di sorga. Pekerjaan ini mustahil tanpa naungan dan penyertaan Allah Roh Kudus karena tidak mungkin Gereja Tuhan dapat menyenangkan hati Bapa terlepas dari karya Kristus dan juga penyertaan Roh Kudus.
Peneguhan dan penyebaran Kerajaan Allah, yang merupakan tugas utama umat Tuhan di dalam Kristus, juga menjadi tujuan dari peristiwa Pentakosta. Dikatakan bahwa mereka yang telah dicurahkan Roh Kudus akan bernubuat atau menyatakan kehendak Tuhan sesuai dengan fungsi kenabian. Hal ini juga dikonfirmasikan dengan janji Kristus, yang dengan pencurahan Roh Kudus, Gereja-Nya akan menjadi saksi-Nya di Yerusalem, Yudea, Samaria, dan ujung bumi. Maka, di sini kita bisa melihat bahwa di dalam peristiwa Pentakosta, janji akan Gunung Sion yang menjadi tempat di mana seluruh bangsa boleh kembali dan menerima keselamatan dari Tuhan di dalam Kristus pun digenapi (Yl. 2:32). Misi dan penginjilan menjadi indikasi utama akan umat Tuhan yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Misi dan penginjilan ialah manifestasi dasar akan datangnya Kerajaan Allah di bumi ini. Pencurahan Roh Kudus pada dasarnya memampukan umat Tuhan untuk memberitakan Injil, dan hal tersebut ialah hal pertama yang Gereja Tuhan lakukan di dalam peristiwa Pentakosta. Mereka akhirnya digairahkan dan diberikan kemampuan untuk menyatakan firman Tuhan kepada bangsa-bangsa lain sehingga ada dari mereka yang Tuhan panggil untuk menjadi umat kepemilikan-Nya (Kis. 2:4-11). Bahkan, pencurahan Roh Kudus ini yang memampukan Petrus untuk berkhotbah dengan penuh kuasa untuk menyatakan karya Allah di dalam Yesus Kristus untuk memanggil mereka yang dahulu musuh Tuhan untuk menjadi umat-Nya (Kis. 2:14-41).
Lebih dari itu, adanya masa yang baru ini di mana orang-orang dari bangsa lain dipanggil untuk menjadi umat-Nya juga dikarenakan kita berada di masa sebelum penghakiman Allah genap waktunya. Peristiwa Pentakosta tidak hanya ada berdasarkan karya keselamatan yang digenapi di dalam Kristus, tetapi juga menjadi pendahulu dari harinya Tuhan di mana Ia akan mencanangkan penghukuman bagi setiap mereka yang tidak percaya kepada Kristus. Peristiwa Pentakosta bahkan tidak hanya menjadi pendahulu, tetapi juga menjadi peneguh dan penjamin akan datangnya hari penghakiman Tuhan.
Konklusi
Kita sebagai umat Tuhan di dalam Kristus sepatutnya mengerti signifikansi peristiwa Pentakosta sesuai dengan kehendak Allah. Hal tersebut bukanlah sekadar sebuah acara di dalam kalender gereja saja. Pentakosta pun sebenarnya juga tidak pernah berfokus kepada jenis-jenis karunia roh yang bersifat spektakuler. Tetapi, peristiwa Pentakosta secara mendasar adalah penggenapan kehendak Allah untuk mendatangkan Kerajaan-Nya di bumi. Peristiwa Pentakosta menggenapi kehendak Allah ini sesuai dengan apa yang Ia nyatakan di Perjanjian Lama dan berfondasikan karya Kristus. Peristiwa Pentakosta menyatakan sebuah anugerah besar bagi Gereja Tuhan yang Ia layakkan untuk menyerupai Kristus dengan melanjutkan karya-Nya untuk meneguhkan Kerajaan Allah. Melalui peristiwa Pentakosta, kita ditugaskan untuk memberitakan Injil bagi jiwa-jiwa yang terhilang dan memberontak kepada Tuhan. Namun, sering kali kita mendukakan Roh Allah yang sudah bersemayam dan telah membuat kita sebagai bait Allah dengan tidak mau mengasihi manusia berdosa di sekitar kita. Kiranya kita boleh sadar bahwa masa ini pun akan segera berakhir dan Kristus akan datang untuk menghakimi dunia dan membalas setiap manusia sesuai dengan apa yang Ia telah lakukan. Kiranya kita boleh rindu banyak orang yang hidup di dalam dosa di sekitar kita boleh memanggil nama Tuhan dan diselamatkan (Yl. 2:32).
Nathanael Sitorus
Mahasiswa STT Reformed Injili Internasional