René Descartes, Model Biomedik, New Age Movement, dan Alkitab: Suatu Tinjauan terhadap Dunia Kedokteran Masa Kini

Dunia kedokteran terus berkembang seiring dengan munculnya konsep-konsep baru yang menawarkan jalan untuk kesembuhan bagi manusia yang sering kita sebut sebagai pasien. Salah satunya adalah pemikiran René Descartes yang memengaruhi konsep dalam dunia kedokteran sehingga memunculkan model biomedik. Namun, model ini tidak bisa membantu sepenuhnya dalam penyembuhan seorang manusia. Lalu muncul new age movement yang mencoba memberikan solusi. Namun, tetap saja tidak bisa membantu manusia dari keberadaan sakit penyakitnya. Dunia menyodorkan berbagai cara tetapi tidak pernah bisa memberikan solusi yang tuntas. Alkitab memberikan cara pandang yang berbeda di dalam sakit penyakit dan penyembuhan pasien. Artikel ini akan membahas hal-hal yang disebutkan di atas.  

René Descartes
René Descartes lahir pada tanggal 31 Maret 1596, di La Haya en Touraine, Prancis dan meninggal pada tanggal 11 Februari 1650 di Stockholm, Swedia. Dia adalah seorang yang sangat terdidik. Pendidikan pertamanya adalah di Jesuit College dari Henri IV pada usia 8 tahun, kemudian ia mendapatkan gelar sarjana hukum pada usia 22 tahun di University of Poitiers. Namun, seorang guru yang sangat berpengaruh mengarahkan Descartes ke kursus mengenai aplikasi matematika dan logika untuk mengerti dunia natural. Pendekatan ini menyatukan pemikiran tentang natur, eksistensi, dan pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, dia sangat terkenal dengan kalimatnya “Aku berpikir, maka aku ada”. Descartes dikenal sebagai seorang akademisi, filsuf, saintis, dan matematikawan.1

Pemikiran René Descartes tentang Akal Budi (Mind) dan Tubuh (Body)
Bagi Descartes, akal budi bersifat non-materi, bukan suatu substansi yang berkaitan dengan berbagai aktivitas. Misalnya pemikiran rasio, imajinasi, perasaan, dan kemauan adalah hal-hal yang tidak memiliki kepastian. Hal ini berbeda dengan materi atau substansi yang bisa diekstensikan dan dinilai dengan hukum fisika.

Descartes juga berpandangan bahwa akal budi dan tubuh adalah dua hal yang terpisah. Ini disebut sebagai “dualisme akal budi – tubuh (body and mind dualism).” Natur dari akal budi (thinking, non-extended thing) sangat berbeda dari tubuh (extended, non-thinking thing), sehingga yang satu mungkin untuk berada tanpa yang lain. Akal budi dan tubuh dapat exist pada dirinya sendiri tanpa ciptaan yang lain, termasuk satu dengan yang lainnya. Contoh, batu dapat exist pada dirinya sendiri. Keberadaannya tidak bergantung pada eksistensi akal budi atau tubuh lainnya; dan, sebuah batu dapat exist tanpa menjadi bentuk atau ukuran khusus lainnya. Namun, pemikiran Descartes ini menimbulkan pertanyaan hingga sekarang, “Bagaimana caranya akal budi dapat menyebabkan anggota tubuh kita bergerak, seperti, mengangkat tangan untuk bertanya?” dan, “Bagaimana caranya organ sense tubuh dapat menyebabkan sensasi dalam pikiran ketika natur mereka benar-benar berbeda?2

Glándula Pineal

Gambar 1. Glándula Pineal

Glándula pineal adalah suatu organ sangat kecil di pusat otak yang memainkan peranan penting di dalam filsafat Descartes. Descartes mengaitkan glándula pineal sebagai kedudukan khusus jiwa dan tempat di mana seluruh pemikiran manusia dibentuk.3

Glándula pineal memainkan peranan penting di dalam perhitungan Descartes karena dianggap terlibat di dalam sensasi, imajinasi, memori, dan penyebab pergerakan tubuh. Sayangnya, beberapa asumsi dasar Descartes tentang anatomi dan fisiologi secara total salah. Pertama, Descartes berpikir bahwa glándula pineal terletak di tengah ventrikel, tetapi sebenarnya tidak. Kedua, Descartes berpikir bahwa glándula pineal penuh dengan roh binatang, yang dibawa ke glándula oleh banyak arteri-arteri kecil yang mengitarinya, tetapi sesungguhnya tidak ada. Ketiga, Descartes mendeskripsikan roh-roh binatang ini sebagai “angin yang sangat baik, atau lebih pada sesuatu yang sangat hidup dan api yang murni” (dan sebagai “sebuah udara atau angin yang sangat baik dan pasti”). Descartes berpikir bahwa mereka memompa ventrikel sama seperti kapal yang sedang berlayar dipompa oleh angin.3 Padahal sesungguhnya ventrikel tersebut terisi oleh cairan serebrospinal yang diproduksi oleh pleksus koroideus.

Model Biomedik
Pandangan Descartes di atas memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan ilmu kehidupan. Pandangannya tetap kuat memengaruhi pemikiran dunia kedokteran. Cartesian memandang organisme hidup seperti mesin dan terdiri dari bagian-bagian terpisah. Pandangan ini menjadi dasar bagi kerangka konsep utama ilmu biologi. Seluruh aspek organisme hidup, menurut model Cartesian, dapat dimengerti dengan mereduksi mereka menjadi bagian-bagian paling kecil, lalu mempelajari mekanisme tersebut melalui interaksi di antara mereka. Kepercayaan ini terletak pada basis paling mendasar dari pemikiran biologi kontemporer.

Perkembangan biologi terus berlanjut dalam dunia kedokteran. Tiga abad setelah Descartes, ilmu kedokteran masih didasarkan atas penekanan tubuh sebagai mesin. Penyakit dianggap sebagai konsekuensi dari rontoknya mesin, dan tugas dokter adalah memperbaiki mesin tersebut.4 Dampaknya, sikap dokter berkaitan dengan kesehatan dan kesakitan juga dipengaruhi oleh pandangan mekanistik ini yang secara teguh dibangun di dalam biologi. Pengaruh paradigma Cartesian pada pemikiran kedokteran menghasilkan model yang disebut model biomedik. Model ini merupakan dasar konseptual akan ilmu kedokteran modern. Tubuh manusia dianggap sebagai mesin yang dapat dianalisis per bagiannya. Sebuah penyakit dilihat sebagai malfungsi dari mekanisme biologi yang dipelajari dari satu titik pandangan biologi seluler dan molekuler. Peranan dokter adalah mengintervensi, baik secara fisik atau kimia, untuk membereskan malfungsi dari mekanisme yang spesifik tersebut.4

Model biomedik ini mulai muncul dalam dunia kedokteran pada pertengahan abad ke-19, dan dipakai oleh para dokter dalam mendiagnosis penyakit. Model biomedik adalah suatu paradigma baru dan tindakan perawatan kesehatan yang didasarkan atas keteguhan metode dan cara pandang saintifik. Menurut model biomedik, kesehatan merupakan kebebasan dari penyakit, nyeri, atau cacat. Fokus model biomedik ini berada pada proses fisik (seperti patologi, biokimia, dan fisiologi dari suatu penyakit), dan tidak memperhitungkan faktor pengaruh sosial, psikologis, lingkungan, atau subjektivitas individu. Berbeda dengan model biopsikologis, model biomedik tidak mempertimbangkan diagnosis yang memengaruhi pengobatan pasien, yang merupakan hasil dari negosiasi dokter dan pasien.5 Metode ini mengutamakan penekanan pada penyakit, penyebabnya, dan kemampuan pengobatan modern untuk menyembuhkannya. Sesungguhnya ini merupakan model yang berpusatkan pada diri, menyembah pada kemampuan manusia terhadap penyakit dan kematian (dan tentu saja di atas Tuhan), menyembah kemampuan manusia yang dapat mengerjakan segala sesuatu berdasarkan pemikirannya. Hal ini mengingatkan kita kepada peristiwa bangsa Israel dengan ular perunggu.6

Kegagalan Model Biomedik
Model biomedik dibangun berdasarkan cara pandang materialistik, naturalistik, sebab-akibat, dan saintifik-humanistik. Akibatnya, di dalam ilmu biomedik seorang dokter menangani penyakit, bukan pasien. Hal ini tentu saja memiliki dampak secara etika. Adapun karakteristik etos budaya biomedik adalah sebagai berikut:

Pengetahuan disembah. Misi dari biomedik adalah menaklukkan penyakit melalui ilmu, sehingga pengetahuan akan ilmu adalah kunci untuk memenuhi misi tersebut. Slogan mereka “Pengetahuan adalah kuasa”. Itu sebabnya dorongan mereka dalam bekerja adalah pencapaian akan pengetahuan. Di dalam kedokteran, mereka yang paling memiliki pengetahuan adalah mereka yang memiliki kuasa, kuat, dihargai, dan dipandang. Sedangkan mereka yang tidak memilikinya dianggap sebagai yang lemah, dicaci-maki, dan diabaikan atau dipecat. Inilah kebudayaan dalam dunia kedokteran.
Fokusnya adalah penyakit, bukan pasien. Maka, misi pengobatan dari biomedik adalah menaklukkan penyakit, tetapi aspek pasien sebagai pribadi yang menderita tidak terlalu dipedulikan. Intinya, pasien hanyalah sebagai alat untuk mencapai tujuan (pengetahuan, kesuksesan profesional, keuntungan finansial, dan lain-lain).
Sikap apatis dan permusuhan ditujukan ke arah pasien. Pasien dipandang lemah, dan bertanggung jawab atas keberadaan penyakit. Pola hidup pasien juga dianggap sebagai penyebab munculnya penyakit tersebut – seperti bekerja secara berlebihan, bangun pada tengah malam, tidak bisa ke mana-mana, dan sebagainya.
Sombong dalam menjalankan sistem tingkat individu dan sistemik. Sistem yang berlaku didesain untuk meninggikan manusia dan individu, dan membuat dirinya merasa segala sesuatu baik. Akibatnya, individu-individu sering kali memandang rendah kepada yang lain, dan cenderung berfokus pada diri dengan mengingat jasa-jasa diri.
Sinisme. Pada akhirnya sistem ini menjadi tidak berdaya untuk mengalahkan kematian, dan sering kali hanya mampu melambatkan penyakit. Sistem bahkan lebih tidak berdaya untuk mengubah perilaku manusia, apalagi menawarkan pengharapan, kedamaian, ketenangan, dan syalom.
Hasil akhirnya yang tidak berpengharapan dan putus asa.
Hanya penyakit fisik yang diperhatikan, karena sistem didasarkan atas keilmuwan, pola pikir sebab-akibat, dan cara pandang materialistik. Jadi, tidak ada ruangan bagi aspek rohani atau transendental dalam diri manusia.
Makna dan nilai hidup didefinisikan secara sewenang-wenang.
Tidak ada batas etika dalam penyelesaian masalah, sehingga berbagai alat digunakan untuk mencapai tujuannya, pengetahuan dan teknologi berlangsung liar, dan tidak ada batas dalam apa yang bisa digunakan.
Pengobatan/ilmu/teknologi digunakan sebagai alat untuk tujuan akhir kejahatan. Segala sesuatu digunakan untuk memenuhi keinginan pribadi, meskipun hal itu adalah sebuah kejahatan, seperti aborsi. Aborsi dijalankan demi kenyamanan si ibu, dan pemenuhan ambisi si dokter yang rakus, tetapi sesungguhnya hal itu adalah penghinaan kepada Allah, Sang Pencipta manusia.

Masuknya New Age Movement (NAM) ke dalam Perawatan Kesehatan6
Konsep model biomedik ternyata tidak dapat menolong pasien sepenuhnya. Ini yang menjadi salah satu alasan bagi masuknya NAM ke dunia kesehatan. Kebutuhan pasien bukan lagi sekadar diagnosis ditemukannya penyakit, melainkan adanya ketidakpuasan dalam diri pasien yang harus dipenuhi. Akibatnya, pasien mencari alternatif lain untuk kesembuhan yang dibutuhkan dan diinginkannya. Pasien ingin diperlakukan sebagai whole person, dan mereka akan berusaha untuk mendapatkan itu. Puncaknya, pencarian mereka adalah hal-hal yang berkaitan dengan rohani. Setiap orang mencari hal-hal yang dapat mengisi kekosongan hatinya. Hal ini terjadi akibat dosa atau keterasingan manusia dari Allah. Sebenarnya hanya Allah yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Namun, si Iblis selalu berusaha untuk mengelabui manusia baik di dalam dunia kesehatan maupun di dalam kehidupan secara umum. Itu sebabnya ada hubungan antara NAM dan dunia kesehatan. NAM menyediakan berbagai ide tentang kesehatan dan banyak metode alternatif untuk mencapai hal tersebut. NAM menjadi sangat terkenal dalam dunia kesehatan karena pelayanannya terhadap kebutuhan manusia dengan konsep whole person, dan menjanjikan kedamaian serta kesembuhan yang lengkap.

Dalam hal ini NAM benar di dalam memperlakukan pasien sebagai whole person, termasuk aspek rohani. Namun, mereka salah tentang cara mencapainya karena mereka gagal mengaitkan dengan masalah dosa. Mereka juga gagal dalam mengenal kebenaran dan Allah sejati yang hidup.

Bagaimana Alkitab melihat Penyakit dan Kesehatan
Franklin E. Payne menegaskan bahwa yang disebut sehat secara keseluruhan dari seorang pribadi adalah menyangkut juga kesehatan rohani. Maksudnya adalah orang tersebut harus mengalami regenerasi (lahir baru) dan menjalani ketaatan.7 Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa penderitaan dan penyakit ada karena dosa masuk ke dunia ini. Namun, di dalam Kristus, penderitaan dan sakit penyakit tidaklah serta-merta “dibuang/dipindahkan”, tetapi ditransformasikan ke dalam kemenangan. Kekalahan itu sendiri diubah menjadi kemenangan, yaitu jalan masuk menuju Kerajaan Sorga, dan inilah satu-satunya kesembuhan yang sesungguhnya. Demikian juga Gereja tidak berperan hanya untuk memulihkan kesehatan fisik pada orang sakit. Gereja berperan membawa pasien ini ke dalam kasih, terang, dan hidup di dalam Kristus. Tentu saja ini tidak hanya sekadar “menyenangkan” pasien di dalam penderitaannya.8 Secara ringkas Payne mengelompokkan penyakit atau penderitaan berdasarkan penyebab, yaitu disebabkan oleh dosa pribadi, dosa orang lain, dosa Adam dan Hawa, atau kehendak Allah. 9

Edward T. Welch dalam bukunya “Apakah Otak yang Dipersalahkan?” mengeluarkan definisi penyakit dan dosa sebagai berikut: 10
Dosa adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan perintah-perintah dalam Alkitab, atau setiap perilaku yang melanggar larangan dalam Alkitab, yang timbul dari hati.
Setiap perilaku – yang lebih tepat disebut kelemahan – yang timbul dari tubuh adalah penyakit atau penderitaan. Penyakit atau penderitaan juga dapat disebabkan oleh dosa tertentu, namun kita harus berhati-hati mengambil kesimpulan ini sebelum mengaitkannya dengan dosa.

Maka, di sini dapat dilihat bahwa dunia menganggap penderitaan dan penyakit adalah sesuatu yang “normal” – sama sekali tidak ada kaitannya dengan Allah Sang Pencipta. Namun, konsep kenormalan mereka sesungguhnya tidaklah normal. Dunia berusaha menyelesaikan penderitaan dan penyakit tersebut, tetapi dunia tidak dapat mengatasinya. Mereka mau tidak mau harus mengakui bahwa dunia tidak mampu membereskan secara tuntas hanya dengan mengandalkan pengobatan dari dunia kedokteran.

Alkitab secara jelas membicarakan kesehatan melampaui penyembuhan yang dimengerti sebatas fisik tersebut. Kristen yang sejati tidak mengidolakan hidup atau kesenangan. Kekristenan juga tidak mengorbankan kebenaran demi kehidupan (yang sementara). Dia tidak mencuri atau meniru atau melakukan apa pun untuk menyelamatkan hidup. Dia tidak membuat keluarganya menjadi bangkrut atau mencuri dana publik untuk mempertahankan hidup (dalam dunia yang sementara) berapa pun harganya. Kekristenan menyembah Allah yang hidup dan tidak ada yang lain.8 Dengan demikian, fokus orang Kristen bukanlah pada penderitaan, kelemahan, sakit, dan ketidaknyamanan melainkan kepada pekerjaan Allah yang melalui semua itu yang akan membuat manusia lebih menyerupai Yesus Kristus.11 Itu sebabnya di dalam mengambil keputusan dan tindakan kedokteran, fokusnya bukanlah melepaskan diri dari penderitaan atau sakit penyakit. Namun sikap atau tindakannya harus diambil berdasarkan kehendak Tuhan.

Tubuh kebangkitan sudah sedang terjadi ketika seseorang mengalami kelahiran kembali. Oleh sebab itu, orang Kristen yang sedang mengalami sakit penyakit perlu sadar bahwa tubuhnya adalah tubuh yang fana ini. Tubuh yang dying ini sedang mengalami proses transformasi menjadi tubuh kebangkitan yang kelak akan diperolehnya secara sempurna ketika bertemu dengan Kristus. Kesadaran ini membuat orang Kristen tidak akan takluk atau bertekuk lutut terhadap sakit penyakit yang dideritanya.

Ini tidak berarti orang Kristen tidak perlu menjaga dan memulihkan kesehatannya melalui pertolongan kedokteran. Namun, sebagai orang Kristen yang pergi berobat ke dokter, kita menyadari bahwa pertolongan dokter berasal dari Allah. Semua yang digunakan oleh dokter bersumber dari ciptaan Allah. Kesehatan yang baik memang perlu dijaga dan dihidupi, tetapi bukanlah tujuan dari hidup manusia. Ketika orang Kristen mengalami sakit penyakit, bahkan sampai penyakit terminal, ia dapat menggunakan seluruh sumber yang Allah sediakan. Namun, pencapaian ini hanya untuk tubuhnya semata. Hal yang paling penting adalah dia harus berfokus dalam pembelajaran bagaimana menggunakan sakit ini menjadi lebih menyerupai Kristus dan memuliakan Allah. Ketika orang Kristen berfokus terhadap penyakitnya, mereka akan kehilangan tujuan Allah dalam hidup mereka dan akan berespons secara salah di hadapan Allah. Di dalam hal ini konselor berperan untuk menolong mereka kembali kepada jalan Allah.11

Penutup
René Descartes adalah tokoh utama di dalam sumbangsihnya bagi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya menjadi cikal bakal dari munculnya model biomedik. Setelah itu berbagai model ilmu kedokteran muncul bergantian untuk mencari penyebab dari penyakit dan menyembuhkan orang yang sakit. Kesembuhan menjadi tujuan utama hidup manusia yang sedang mengalami sakit penyakit, termasuk New Age Movement yang masuk dalam dunia kedokteran dengan konsep whole person-nya. Namun, Alkitab menyatakan hal yang berbeda. Fokus utama bukan pada kesembuhan, tetapi semuanya adalah untuk kemuliaan Allah. Di dalam dasar inilah, orang Kristen berespons mengenai sakit penyakitnya.

Diana Samara
Pembina FIRES

Referensi:
Biography René Descarte. http://www.biography.com/people/ren-descartes-37613, March 21, 2017.
René Descartes: The Mind-Body Distinction. Internet Encyclopedia of Philosophy. http://www.iep.utm.edu/descmind.
Descartes and the Pineal Gland. https://plato.stanford.edu/entries/pineal-gland/. Accessed 28 January 2017.
Chapter 2. Cartesian Machine-Body and Modern Medicine. http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/5701/8/08_chapter%202.pdf. Accessed 28 January 2017.
Biomedical model. Wikipedia https://en.wikipedia.org/wiki/Biomedical_model.
9. Biomedicine vs. Biblical Medicine. A Sure Foundation. 2000 SMI Health Care Bible Study.
Franklin E. Payne, “Spiritual Challenges in a Physical (Medical) Practic,” Journal of Biblical Ethics in Medicine 3 No.1: 4-9.
Lazarou, Spiros A. “Defining a Christian Doctor.” Journal of Biblical Ethics in Medicine 6 No.4 (2003): 1-10.
Payne, Franklin E. Biblical Healing for Modern Medicine, Augusta, GA: Covenant Books, 1993.
Welch, Edward T. Apakah Otak yang Dipersalahkan. Diterjemahkan oleh Lana Asali. Surabaya: Momentum, 2006.
Smith, Robert D. “What to do when Illness Strikes.” Journal of Biblical Ethics in Medicine.