Revelation through Action: Miracle

Salah satu hal yang menarik dari mempelajari karya seni yang sudah matang adalah karakteristik atau keunikan dari sang seniman akan jelas terekspresi di dalam setiap karyanya. Baik di dalam seni lukis, musik, pahat, maupun seni lainnya, karya seorang seniman pasti mencerminkan sesuatu yang menjadi ciri khasnya. Pada umumnya, karakteristik ini menggambarkan kehidupan sang seniman itu sendiri, entah itu sifat atau hal yang menjadi bagian dari pergumulan hidupnya. Namun, kita tidak bisa mengandalkan hanya karya seniman tersebut untuk kita bisa mengenalnya; kita tetap perlu berinteraksi secara pribadi dengan seniman tersebut, minimal melalui biografinya.

Sering kali ada aspek yang kita bisa kenal lebih jelas melalui karya seorang seniman, terutama seniman yang memiliki karakter introvert. Mereka cenderung lebih sulit menyatakan dirinya melalui komunikasi langsung, tetapi mereka lebih pandai menyatakan diri melalui karya-karyanya. Sehingga di dalam relasi dengan seseorang kita bisa mengenal orang tersebut melalui berbagai aspek, salah satunya melalui karya orang tersebut baik dalam aspek seni maupun hal-hal yang ia gemari. Melalui interaksi langsung dan juga melalui karya seseorang, kita bisa mengenal orang tersebut dengan lebih baik. Begitu juga dengan Allah, kita bisa mengenal-Nya baik melalui firman-Nya di dalam Alkitab maupun melalui karya-karya-Nya, baik melalui pekerjaan-Nya di dalam sejarah maupun secara pribadi.

John Frame menyatakan bahwa Alkitab mengajarkan kita mengenai siapa Allah melalui tiga cara: (1) melalui narasi pekerjaan Allah di dalam sejarah, (2) melalui deskripsi langsung tentang siapa Allah (nama-Nya, atribut-atribut-Nya, dan lain-lain), dan (3) melalui pernyataan diri Allah sebagai Allah Tritunggal.

Melalui karya-karya Allah yang dicatat dalam Alkitab, kita bisa mengenal siapa Allah, terutama melalui interaksi-Nya dengan umat-Nya. Setidaknya melalui karya-karya yang dilakukan-Nya, kita dapat mengenal-Nya sebagai Tuhan atas alam semesta ini.

John Frame, di dalam bukunya Systematic Theology: An Introduction to Christian Belief, mengklasifikasikan pekerjaan-pekerjaan Allah di dalam tiga perspektif: God’s eternal decree (normative); miracle, providence, and creation (situational); dan redemption (existential). Ketetapan Allah yang kekal merupakan perspektif normatif karena melalui karya inilah Allah mendikte atau menentukan mengenai event-event yang akan terjadi di sepanjang sejarah. Miracle, providence, and creation merupakan karya Allah di dalam dunia di mana karya Allah dilakukan di dalam sejarah manusia. Sedangkan karya penebusan adalah karya pembebasan Allah bagi umat-Nya agar mereka dapat kembali bersekutu dengan Bapa di sorga.

Melalui karya-karya ini, kita bisa mengenal siapa Allah yang dinyatakan Alkitab. Oleh karena itu, melalui beberapa artikel mengenai “Revelation Through Action” ini, kita akan membahas secara garis besar beberapa karya Allah yang dinyatakan oleh Alkitab. Lalu, melalui karya tersebut, kita akan melihat bagaimana kita dapat makin mengenal-Nya. Di dalam artikel yang pertama ini, kita akan membahas karya mujizat Allah.

Apa Itu Mujizat?

Banyak definisi yang diberikan mengenai apa itu mujizat. John Frame menyatakan bahwa istilah “miracle” di dalam bahasa Inggris bukanlah istilah yang berkoresponden dengan istilah Ibrani ataupun Yunani yang digunakan untuk menggambarkan mujizat. Bahkan, ia menjelaskan bahwa istilah mujizat harus dijelaskan melalui konteks penggunaan istilah tersebut daripada penggunaan arti dari istilah itu sendiri.

Ada beberapa filsuf dan theolog yang menjelaskan bahwa mujizat itu adalah pelanggaran, interupsi, atau gangguan terhadap hukum alam yang berlaku di dalam dunia ini. Namun, definisi ini sendiri masih membuka ruang terhadap pertanyaan, “Apa itu hukum alam?” Sering kali kita “take it for granted” istilah ini dan menganggap seluruh pengertian tentang alam yang kita mengerti sebagai hukum alam, padahal teori-teori yang kita pelajari pun masih terus berkembang, bergantung dengan hasil penelitian. Teori yang kita mengerti hari ini mungkin saja berubah dalam puluhan tahun mendatang. Dengan demikian, definisi mujizat ini membawa kita ke dalam cara berpikir yang relatif dan banyak hal yang ambigu.

Pengertian lain yang dapat memberikan kita sisi lain dari mujizat adalah sebagai bukti bagi pembawa pesan atau firman Allah, khususnya berkaitan dengan para nabi, Tuhan Yesus, dan para rasul. Pengertian ini cukup jelas dinyatakan di dalam Alkitab. Di dalam Keluaran 4:1-5, kita melihat bagaimana Musa melakukan berbagai macam mujizat, salah satunya adalah mengubah tongkatnya menjadi ular dan kembali menjadi tongkat. Hal ini terjadi karena Tuhan memampukan Musa melakukannya untuk menunjukkan bahwa Musa adalah nabi yang diutus oleh Allah untuk membebaskan umat Israel dari Mesir, sehingga mujizat yang dilakukan Musa bertujuan untuk membuktikan siapa Musa.

Di bagian yang lain, kita bisa melihat bahwa mujizat terjadi untuk menyatakan penghakiman Tuhan atas manusia berdosa. Salah satu contohnya adalah dalam kisah Nuh (Kej. 6-9). Berbeda dengan kisah Musa yang menjadikan mujizat sebagai support dalam menyatakan siapa Allah dan menuntut respons percaya dari orang yang melihatnya, di dalam kisah Nuh tidak ada lagi kesempatan untuk orang yang menyaksikannya menjadi percaya. Ketika mujizat itu mereka saksikan, pada saat itu juga mereka langsung merasakan murka Allah. Inilah mujizat yang diberikan untuk menyatakan penghakiman Tuhan.

Namun John Frame memaparkan pengertian mengenai mujizat yang lebih komprehensif. Secara definisi, ia menyatakan bahwa “miracles are extraordinary manifestations of God’s covenant lordship“. Ia mengaitkan konsep mengenai mujizat di dalam framework segitiga yang menjadi ciri khas dari theologinya. Gambar di atas adalah perspectives of miracles.

Sebagai pernyataan kuasa-Nya (mighty acts), mujizat dilakukan untuk menyatakan kuasa Allah yang besar di dalam mengatur seluruh ciptaan-Nya. Sering kali setelah Allah menyatakan kuasa-Nya melalui mujizat yang dikerjakan, respons dari umat-Nya adalah memuji Allah. Hal ini terlihat jelas di dalam Keluaran 15, ketika Musa dan bangsa Israel telah menyeberangi laut. Keluaran 15:6, “Tangan kanan-Mu, TUHAN, mulia karena kekuasaan-Mu, tangan kanan-Mu, TUHAN, menghancurkan musuh,” merupakan respons dari umat-Nya yang menyaksikan kebesaran-Nya. Hal yang serupa juga terjadi dalam pelayanan Tuhan Yesus; pujian kepada-Nya diberikan ketika kuasa-Nya dinyatakan. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa mujizat merupakan pernyataan kedaulatan Allah atas alam semesta ini.

Di dalam perspektif authority, mujizat dinyatakan sebagai tanda, dan hal ini dikaitkan dengan wahyu atau pernyataan diri Allah. Melalui mujizat, kita tidak hanya melihat akan kebesaran karya-Nya, tetapi kita juga dibawa untuk mengenal siapa Allah. Di dalam Yohanes 20:30-31, dituliskan demikian:

“Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”

Melalui mujizat, Kristus tidak hanya menunjukkan kuasa-Nya sebagai Allah, tetapi Ia pun sedang menyatakan bahwa diri-Nya adalah Mesias yang telah dijanjikan di Perjanjian Lama. Kita bisa mengaitkan mujizat yang Kristus lakukan dengan karya Allah di dalam Perjanjian Lama:

 Memberikan makan (Kel. 16; Yoh. 6:1-14)

 Menenangkan badai (Mzm. 107:29; Mrk. 4:35-41)

 Membangkitkan orang mati (1Raj. 17:7-24; Luk. 7:11-17; Yoh. 11:1-4)

 Menyembuhkan yang buta, tuli, dan bisu (Yes. 35:5; Luk. 7:18-23)

Melalui mujizat, Tuhan Yesus bukan hanya sedang menyatakan kuasa-Nya, tetapi juga menyatakan siapa Dia. Dengan memberi makan lima ribu orang lebih, Ia sedang menyatakan diri-Nya sebagai Sang Roti Hidup (Yoh. 6:1-71). Ketika Ia membangkitkan Lazarus, Ia sedang menyatakan diri-Nya sebagai Sang Kebangkitan dan Hidup (Yoh. 11:25-26). Melalui mujizat yang dilakukan-Nya, kita dapat mengenal siapakah Kristus.

Di dalam perspektif covenant presence, mujizat adalah pernyataan Allah yang menuntut respons dari orang-orang yang menyaksikannya, baik respons dari orang yang percaya kepada-Nya maupun orang yang mengeraskan hatinya. Bahkan di dalam Matius 12:24-28, kita dapat melihat ada orang yang menuduh mujizat Tuhan Yesus sebagai pekerjaan setan. Karakteristik ini sama dengan yang ditulis dalam Yesaya 55:11, “Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” Oleh karena itu, mujizat adalah wahyu Allah yang menuntut respons dari orang-orang yang menyaksikannya.

Kesimpulan

Melalui pemaparan ini, kita dapat melihat bahwa mujizat yang sejati seharusnya membawa kita untuk makin mengenal siapa Allah. Mujizat bukan hanya sebuah pernyataan kuasa yang ditunjukkan untuk menyatakan kebesaran atau kehebatan seorang hamba Tuhan, tetapi merupakan pernyataan kebesaran Allah, sehingga setiap orang yang mengalami dan menyaksikannya akan makin mengenal-Nya dan makin tunduk kepada-Nya.

Lukman H. W.

Jemaat GRII Pusat