, ,

The Necessity of Sola Scriptura

Sola scriptura adalah sesuatu yang berbahaya! Pernahkah kita mendengar pernyataan tersebut? Sola scriptura sebagai prinsip untuk kembali kepada Alkitab telah menjadi faktor yang menyebabkan terpecahnya gereja menjadi golongan Katolik Roma dan Protestan. Orang-orang Katolik Roma merasa Alkitab bukan sebagai satu-satunya sumber kebenaran yang memiliki otoritas. Mereka percaya tradisi memiliki otoritas yang sama dengan Alkitab. Sedangkan para Reformator percaya bahwa Alkitablah satu-satunya sumber kebenaran yang memiliki otoritas. Perbedaan pandangan yang terlihat sederhana ini sebenarnya begitu mendalam sampai ke bagian dasar kepercayaan kita. Sola scriptura juga membuat adanya kemungkinan untuk munculnya banyak denominasi baru karena setiap denominasi dapat mengatakan bahwa apa yang mereka percayai sesuai dengan apa yang Alkitab katakan, sehingga untuk mempertahankan pandangan, mereka harus memisahkan diri menjadi denominasi yang berbeda. Tetapi bukankah Reformasi menghasilkan lima sola yang begitu terkenal? Mengapa hanya sola scriptura yang dikatakan berbahaya dan menjadi penyebab perpecahan ini? Jawabannya adalah karena tanpa sola scriptura, maka sola yang lain tidak mungkin muncul. Sebab kita dapat mengetahui, mengerti, dan percaya pada sola fide, sola gratia, solus Christus, dan soli Deo gloria, hanya jika mengerti dan percaya pada sola scriptura. Tanpa firman Tuhan, mustahil kita dapat mengetahui kebenaran tersebut.

Sola Scriptura dan Katolik Roma Abad ke-16
Sola scriptura muncul sebagai respons untuk memperbaiki pengajaran di dalam gereja karena adanya penyimpangan di dalam kepercayaan gereja Katolik Roma pada saat itu, yaitu pada awal abad ke-16. Selain menyamakan kedudukan Alkitab dan tradisi, pengajaran Katolik Roma saat itu juga penuh dengan pengaruh mistisisme. Mistisisme pada dasarnya adalah paham yang sangat menekankan pada kesatuan manusia dengan Allah melalui praktik-praktik tertentu. Tentu saja unsur mistik di dalam suatu kepercayaan bukanlah hal yang salah. Sebab pada dasarnya semua agama pasti akan berhubungan dengan hal mistis. Apalagi di dalam kekristenan, kita menyembah Allah yang adalah roh, maka mustahil menghilangkan unsur mistik di dalam kekristenan. Namun, mistisisme yang dipercayai oleh Katolik Roma pada zaman itu sudah begitu ekstrem. Praktik seperti berziarah ke situs-situs suci, penyiksaan fisik untuk mematikan keinginan daging, dan mencium patung Yesus tidak terlepas dari pengaruh mistisisme. Mistisisme juga mengajarkan pada pengalaman-pengalaman indrawi yang menunjukkan kesatuan kita dengan Allah seperti penglihatan, stigmata, mujizat, dan meditasi yang membawa kegembiraan luar biasa. Kepercayaan mistisisme ini tentu saja juga memengaruhi cara mereka menafsirkan Alkitab. Misalnya mereka percaya bahwa roti dan anggur di dalam Perjamuan Kudus benar-benar berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Jika kita tanya bagaimana caranya, maka mereka akan menjawab bahwa itu adalah suatu misteri, suatu hal mistis yang tidak dapat kita mengerti. Selain itu, Katolik Roma juga percaya bahwa terdapat hal mistis di dalam Alkitab itu sendiri. Oleh karena itu, ada misteri atau hal-hal yang tidak dapat dimengerti oleh semua orang. Hanya orang-orang dengan pangkat atau jabatan tertentu di dalam gereja yang dapat mengerti dengan tuntas firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Dengan pengertian ini, tidak heran jika orang-orang awam pada saat itu begitu taat dan percaya saja dengan apa yang dikatakan oleh para pemimpin gereja. “Masukkan koinmu ke dalam kotak ini, ketika koinmu berdenting di dalam kotak ini, maka jiwa orang yang kamu tulis di dalam surat indulgensia ini akan pindah ke dalam sorga.” Begitu banyak yang percaya pada seruan tersebut walaupun itu mungkin terdengar tidak masuk akal bagi mereka. Mengapa mereka tetap memberikan uang mereka? Sebab mereka percaya memang ada misteri yang ditulis di dalam Kitab Suci yang tidak dapat mereka mengerti, namun dimengerti oleh para pemimpin gereja.

Sola Scriptura dan Reformasi
Martin Luther yang saat itu menjadi seorang biarawan, dipakai Tuhan menjadi inisiator Reformasi. Dia menyadari ada kesalahan-kesalahan yang selama ini diajarkan dan dipegang oleh Katolik Roma saat itu. Ungkapan keberatan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut dapat kita baca dalam 95 tesis oleh Luther. Luther menyadari bahwa apa yang kita percayai harus berdasarkan pada yang diajarkan di dalam Alkitab. Sekalipun bibit sola scriptura sudah muncul pada Luther, namun keterlibatan Luther di dalam gereja Katolik Roma selama waktu yang cukup lama membuat theologinya masih dipengaruhi oleh mistisisme. Maka tidak heran jika Luther masih percaya pada transubtansiasi roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus. Kemudian Tuhan membangkitkan seorang cendekiawan muda bernama John Calvin yang mendedikasikan hidupnya untuk mendalami Alkitab dengan tekun dan teliti. Calvin adalah seorang ekspositor Alkitab yang luar biasa. Keketatannya dalam mempelajari Kitab Suci membuatnya mampu menghasilkan buku Institutes of the Christian Religion. Sebuah buku theologi sistematik yang masih terus dipakai sampai saat ini. Melalui Calvin inilah muncul suatu kelompok yang disebut kelompok Reformed.

Sola Scriptura sebagai Semangat Reformed dalam Mengenal Kebenaran
Reformed pada dasarnya adalah suatu semangat untuk mendasarkan segala yang dipercayai kepada yang diajarkan oleh Alkitab sebagai satu-satunya sumber firman Allah yang berotoritas. Pengertian ini sebenarnya masih sangat luas karena siapa pun dapat mengklaim bahwa yang dia percayai berdasarkan firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Sekalipun memang benar ada ayat yang menurutnya mendukung yang dia percayai, namun seseorang dapat saja salah karena cara penafsirannya yang salah. Salah di sini tidak berarti apa yang dia percayai mengajarkan kejahatan. Kebenaran yang dia percayai mungkin baik secara moral, tetapi jika itu bukan hal yang hendak diajarkan oleh firman Tuhan pada bagian tersebut, maka dia salah. Oleh karena itu, kunci dari pengertian Reformed ini adalah kembali kepada apa yang memang hendak Allah ajarkan melalui penulis Alkitab, bukan hanya berdasarkan apa yang kita mengerti atau dapatkan dari pembacaan firman Tuhan. Dengan pengertian ini, terlihat bahwa Reformed tidak terbatas pada denominasi gereja tertentu. Siapa pun dapat menjadi Reformed selama dia memiliki semangat yang sama. Salah satu ciri khas dari semangat Reformed ini adalah adanya tuntutan untuk mempelajari dan mengerti kebenaran firman Tuhan secara komprehensif.

Di dalam Reformed, pengajaran menjadi hal yang krusial. Istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah “faith seeking understanding”. Berbeda dengan mistisisme yang begitu mudah mengatakan hal ini atau itu adalah misteri yang tidak dapat dimengerti, Reformed mengajarkan kita untuk berjuang mendapatkan pengertian yang dapat menopang apa yang kita percayai. Memang pasti ada misteri di dalam iman kita. Kita harus ingat di dalam Ulangan 29:29 dikatakan ada hal-hal tersembunyi yang memang bagian Allah, namun ada hal-hal yang dinyatakan yang menjadi bagian kita sebagai manusia. Oleh karena itu, kita harus mati-matian mengejar dan mengerti hal-hal yang telah dinyatakan tersebut. Pengakuan akan kemisteriusan Allah harus menjadi kesimpulan setelah perjuangan panjang mencari kebenaran, bukan sebagai tempat pelarian.

Kita percaya hanya semangat Reformed yang dapat membawa kita kepada kebenaran firman Tuhan yang dinyatakan di dalam Alkitab. Kita memang tidak dapat mengatakan bahwa apa yang diajarkan di dalam Theologi Reformed sebagai kebenaran yang mutlak karena hanya Alkitablah yang dapat dikatakan sebagai satu-satunya sumber firman Tuhan yang mutlak benar. Jika kita memutlakkan suatu metode atau cara pendekatan tertentu untuk menjelaskan atau menyatakan suatu kebenaran, maka sebenarnya kita sedang membuat atau mengklaim kebenaran yang lain yang bukan kebenaran yang hendak kita tuju. Lalu mengapa kita berani mengatakan hanya Reformed yang dapat mengungkap dan menjelaskan kebenaran firman Tuhan? Bukankah itu sama saja menyatakan bahwa Reformed mutlak benar? Tidak sama, karena apa yang dipercayai dan dimengerti di dalam Theologi Reformed masih mungkin salah sehingga tidak mutlak benar. Namun semangat Reformed ini mendorong kita untuk terus-menerus mereformasi diri. Selalu menguji apakah yang dipercayai dan diajarkan sudah sesuai dengan kebenaran Allah. Jika sudah sesuai, maka harus dipertahankan dan terus diperdalam, jika belum, tidak perlu malu untuk mengaku salah dan terus memperbaiki apa yang masih salah. Ini jelas berbeda dengan paham-paham lain yang cenderung melihat Alkitab dari satu sudut pandang tertentu. Misalnya rasionalisme yang sangat menekankan daya berpikir atau empirisisme yang sangat menekankan pengalaman. Reformed berusaha melihat Alkitab dari sudut pandang penulis kitab tersebut. Maka mustahil hanya menekankan satu sudut pandang karena ada begitu banyak orang yang menulis Alkitab. Memang benar bahwa Allah yang mewahyukan Alkitab adalah esa, namun Allah tidak mendikte para penulis Alkitab tersebut. Allah tetap memakai kreativitas para penulis sehingga perspektif penulis tetap berkontribusi besar di dalam tulisannya. Kunci dari semangat Reformed ini adalah prinsip sola scriptura, kembali kepada apa yang diajarkan di dalam Kitab Suci.

Sola Scriptura dan Sifat Alkitab
Terdapat beberapa sifat Alkitab yang harus kita ketahui untuk membantu kita mengerti pentingnya prinsip sola scriptura. Seperti yang sudah kita bahas di bagian sebelumnya, Alkitab memiliki sifat otoritas sebagai satu-satunya sumber firman Allah yang dapat kita ketahui saat ini. Otoritas Alkitab menuntut setiap orang yang percaya harus tunduk dan taat pada setiap kebenaran firman Tuhan yang tertulis di dalamnya. Menolak Alkitab sama saja menolak Allah yang telah berfirman di dalamnya. Kedua, Alkitab memiliki sifat infallibility yang berarti apa yang disampaikan di dalam Kitab Suci secara keseluruhan dapat dipercayai sebagai kebenaran Allah yang dapat diandalkan. Sifat yang kedua ini cukup mirip dengan sifat ketiga yaitu inerrancy. Inerrancy Alkitab menunjukkan bahwa Alkitab tidak memiliki kesalahan dalam setiap tulisannya sebab Allahlah yang berfirman dan menginspirasi setiap penulis Alkitab. Karena Allah adalah Sang Kebenaran maka segala yang difirmankan-Nya tidak mungkin salah. Selanjutnya Alkitab memiliki sifat necessity yang berarti Alkitab menjadi suatu keharusan atau kebutuhan bagi setiap orang. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Tanpa Alkitab maka tidak mungkin orang dapat mengenal Injil sehingga tanpa Alkitab tidak ada orang yang dapat menerima karya keselamatan yang sudah Allah sediakan. Alkitab juga menjadi kebutuhan kita untuk mengenal Allah, mengerti kehendak-Nya, dan sebagai sumber firman yang mempertumbuhkan kehidupan rohani kita. Kelima, Alkitab memiliki sifat sufficiency. Sufficiency Alkitab menunjukkan bahwa Alkitab sudah memuat seluruh firman Allah yang diperlukan untuk membawa manusia kepada keselamatan yang Allah sediakan dan memimpin kita untuk hidup di dalam keselamatan tersebut. Dengan kata lain, kita tidak membutuhkan penyataan firman Allah di luar dari apa yang sudah tertulis di dalam Alkitab. Terakhir, Alkitab memiliki sifat clarity yaitu seluruh penulisan di dalam Kitab Suci sudah ditulis dengan jelas sesuai dengan maksud pemberitaan dan pengajarannya. Sifat ini menunjukkan bahwa setiap tulisan di dalam Alkitab dapat dimengerti oleh setiap orang yang dengan sungguh-sungguh dan rendah hati ingin mengetahui dan mengerti serta menjalankan setiap firman yang disampaikan. Sungguh berbeda dengan pandangan mistisisme yang telah kita bahas di atas. Kendati demikian, ini tidak berarti semua tulisan di dalam Alkitab dapat dimengerti dengan mudah. Tidak juga berarti mereka yang merasa sudah mengerti, sungguh-sungguh mengerti dengan benar. Untuk mengerti firman Tuhan dengan benar, kita perlu pengetahuan tentang cara pembacaan teks dan cara penafsiran teks yang benar, serta iluminasi dari Allah Roh Kudus.

Sola Scriptura and Prolegomena Theology
Sola scriptura tidak berarti kita hanya menggunakan Alkitab sebagai satu-satunya sumber untuk mengerti firman Tuhan dan membentuk theologi. Alkitab adalah satu-satunya sumber firman dan acuan kebenaran, tetapi untuk mengerti firman Tuhan tersebut kita memerlukan yang lain. Ini tidak berarti terdapat kecacatan pada Alkitab, namun menunjukkan keterbatasan kita sebagai manusia yang terikat oleh ruang dan waktu. Kita hidup di tempat dan zaman yang berbeda dengan para penulis Alkitab. Oleh karena itu, untuk mengerti dengan tepat apa yang disampaikan oleh para penulis, kita memerlukan ilmu hermeneutik. Hermeneutik memberikan prinsip-prinsip untuk menafsirkan setiap teks sesuai dengan genre dan konteks budaya saat penulisan dilakukan. Alkitab sering kali dikatakan mengandung kesalahan secara ilmiah karena apa yang tertulis tidak sama dengan kebenaran sains yang ditemukan pada saat ini. Pandangan seperti ini muncul karena hermeneutik yang salah ketika membaca Alkitab. Banyak bagian Alkitab yang ditulis dalam bentuk syair yang tentu saja menggunakan ungkapan-ungkapan yang memang tidak dimaksudkan untuk harus benar secara ilmiah. Sebagai manusia kita juga dibatasi oleh waktu. Mustahil bagi kita untuk mengerti seluruh Alkitab secara benar sepanjang hidup kita, jika kita memulai dari nol. Kita perlu pertolongan dari para pendahulu kita lewat tulisan-tulisan yang sudah mereka hasilkan di sepanjang sejarah gereja. Dengan membaca tulisan Bapa-bapa Gereja dan para theolog gereja, kita dapat memahami bagian-bagian Alkitab yang sudah digumulkan oleh mereka di waktu yang lampau dan menolong kita untuk semakin memperdalam bagian tersebut atau bergerak pada bagian lain yang belum diperdalam oleh mereka. Mempelajari sejarah gereja juga menolong kita untuk mengetahui pandangan-pandangan kritis terhadap paham-paham yang pernah berkembang dalam sejarah gereja, baik itu paham yang benar maupun yang salah. Jika kita tidak mempelajari sejarah gereja, maka sangat besar kemungkinan bagi kita untuk mengulangi kesalahan yang sama yang pernah terjadi di waktu yang lampau.

Semangat sola scriptura di dalam Theologi Reformed mengajak setiap orang percaya untuk kembali kepada kebenaran satu-satunya. Semangat ini ingin kembali menegakkan otoritas Alkitab di dalam membangun pengenalan kita akan Allah. Semangat ini tidak mengajak kita untuk memiliki pandangan sempit dengan hanya mempelajari Alkitab saja, dari sudut pandang saat ini saja, dan dengan cara pandang budaya kita saja. Justru kita diajak untuk mempelajari seluas mungkin tetapi seluruh yang kita pelajari harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab. Sehingga kita diajak untuk mengerti kebenaran secara luas di seluruh aspek pengetahuan, dan kebenaran ini harus menjadi kebenaran yang utuh di bawah otoritas Alkitab. Inilah semangat sola scriptura yang sejati, yang adalah fondasi kita dalam membangun theologi.

Sola Scriptura di dalam Zaman Postmodern
Semangat postmodern membawa kita untuk membangun theologi berdasarkan preferensi pribadi. Setiap orang diberikan kebebasan untuk membangun pengenalannya akan keberadaan ilahi bahkan bebas untuk mengimajinasikan keberadaan ilahi sendiri. Lalu, zaman ini menjanjikan bahwa kebebasan ini dihargai dan dijaga sebagai hak dari setiap manusia. Kebebasan dan penghargaan hak setiap pribadi, menjadi fondasi dalam menjaga perdamaian dan mencegah perpecahan. Pengajaran, doktrin, atau theologi adalah hal yang dihindari, sehingga saat muncul sekelompok orang yang mengklaim kebenaran yang berlaku otoritatif dan berlaku universal, kelompok ini akan dianggap sebagai pemecah atau pembuat rusuh. Dengan semangat seperti ini, mungkinkah membawa kita semakin mengenal kebenaran yang sejati? Cara berpikir individualis seperti ini hanya membawa manusia terhilang, karena manusia dituntun semakin jauh dari kebenaran. Bahkan manusia dihasut sedemikian rupa dengan berpikir bahwa mereka sedang hidup dalam kebenaran tetapi sesungguhnya mereka hidup di dalam tipuan.

Sola scriptura adalah semangat yang lahir dari dalam reformasi yang ingin membawa seluruh orang percaya untuk memiliki semangat kembali kepada kebenaran Alkitab. Seluruh usaha di dalam mempelajari kebenaran seperti mempelajari sejarah, filsafat, pemikiran-pemikiran orang-orang penting, semua ini dikerjakan dengan semangat ingin kembali kepada kebenaran di bawah tuntunan kebenaran Kitab Suci. Seluruhnya ini adalah usaha untuk membawa kita pada akhirnya semakin rela tunduk kepada kebenaran yang ada di dalam Alkitab. Inilah semangat sola scriptura sesungguhnya. Semangat inilah yang semakin lama semakin memudar di zaman ini.

Sola scriptura masih sangat relevan bagi zaman ini. Karena hanya melalui semangat inilah, manusia dibawa ke dalam perdamaian yang didasarkan pada kebenaran sejati. Sola scriptura justru mengajak kita untuk kembali hidup dipersatukan di dalam kebenaran bukan hidup di dalam tipuan seperti semangat zaman ini. Oleh karena itu, perjuangan reformasi melalui semangat sola scriptura, bukan sekadar sebuah perjuangan membangun kebenaran yang hanya bersifat deskriptif, tetapi sebuah perjuangan yang menantang arus zaman ini, membawa manusia yang sudah terhilang atau tersesat kembali kepada kebenaran sejati di dalam terang Alkitab, dan hidup dalam segala aspek di dalam relasi dengan Allah yang sejati di dunia ini, dalam konteks zaman ini.

Deddy Welsan
Pemuda GRII Bandung