Why I Am a Reformgelical Christian: Latar Belakang

Gereja Reformed Injili Indonesia merayakan ulang tahun yang ke-30 pada tanggal 7 September 2019 yang lalu. Secara pribadi, saya sudah berada di komunitas gereja yang telah menggembalakan aku selama 25 tahun. Saya sudah diberi anugerah oleh Tuhan untuk beribadah di gereja yang memiliki ajaran yang berdasarkan firman Tuhan yang sangat baik, bahkan melalui guru-guru sekolah Minggu dan guru-guru Sekolah Kristen Calvin, saya digembalakan dengan setia. Artikel ini saya tulis untuk mengingatkan diri saya sendiri mengapa Tuhan menempatkan saya di GRII, sebuah gereja Calvinis-Injili yang telah didirikan oleh Pdt. Stephen Tong dan juga sebagai ucapan syukur atas segala hal yang telah Tuhan berikan kepadaku melalui komunitas yang indah ini.

Sejak kecil saya beribadah di GRII, tetapi pertama kali saya memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus adalah ketika saya berusia 17 tahun. Selama bertahun-tahun saya belum memahami apa yang dimaksud baik dengan “Reformed” maupun “Injili”, dan saya juga tidak memahami mengapa kedua istilah tersebut digabung menjadi satu. Pada saat itu, saya hanyalah seorang Kristen yang mengikuti kegiatan ibadah setiap minggu, tetapi belum betul-betul memahami mengapa Tuhan menempatkan aku di gereja ini. Sampai suatu hari, ketika saya sedang berkuliah, di Persekutuan Oikumene (interdenominasi), saya memutuskan untuk mempelajari sejarah gereja dan berbagai aliran yang berkembang dan mengunjungi berbagai gereja selama tiga tahun. Melalui itu, saya mencoba untuk memahami apa yang menjadi keunikan di dalam denominasi “Reformed Injili”.

Hal ini tidak berarti bahwa denominasi-denominasi lain di dalam Tubuh Kristus menjadi kurang baik dibandingkan denominasi yang sedang saya tuliskan, melainkan saya mencoba untuk menjelaskan di manakah “Reformed Injili” di tengah Tubuh Kristus yang besar ini, dan di manakah saya di gerejaku dan relasi saya dengan saudara-saudara seimanku. Saya berharap melalui tulisan ini, para pembaca dapat menikmati keunikan yang telah Tuhan berikan kepada denominasi “hybrid” yang telah diramu oleh Pdt. Stephen Tong, dan apa yang telah saya nikmati di dalam gereja yang telah menggembalakan saya selama ini. Bagi yang bergereja di denominasi ini, saya berharap tulisan ini dapat memberikan insight yang dalam mengenai “clan” atau denominasi yang sedang kita tempati bersama-sama. Bagi yang tidak bergereja di denominasi ini, saya berharap bahwa tulisan ini dapat memberikan kejelasan yang lebih utuh tentang denominasi Reformed Injili (Reformgelical), agar kita sebagai saudara dalam Tubuh Kristus dapat merasakan kesatuan yang lebih intim dengan menikmati fungsi-tujuan dari organisasi aliran ini, kekuatan-kelemahannya, dan persatuan yang telah Tuhan berikan dalam tubuh gereja-Nya.

Apa yang Orang Kenal Tentang Aliran Reformed?

Pada umumnya, ketika mendengar istilah “Reformed”, orang sering kali mengasosiasikannya dengan sebuah gereja yang sedang berkembang di Indonesia, yaitu Gereja Reformed Injili Indonesia yang telah didirikan oleh Pdt. Stephen Tong. Aliran ini menjadi dikenal banyak orang karena khotbah-khotbah yang disampaikan oleh Pdt. Stephen Tong terkenal berbobot dan mempunyai konten yang cukup mendalam. Padahal, gereja Reformed sudah lama ada di Indonesia ketika orang Belanda datang ke Indonesia dan mendirikan gereja-gereja “Reformed” yang memuat paham calvinistic. Aliran calvinist banyak berkembang di Belanda, Swiss, dan Skotlandia. Kemudian, aliran ini berkembang melalui sinode-sinode seperti GKI, GPIB, GBKP, dan lain-lain. Jadi, sebetulnya aliran Reformed bukanlah sebuah aliran yang baru saja berkembang ketika GRII didirikan. Menurut saya, GRII merupakan salah satu gereja yang beraliran calvinistic.

Kemudian, ada pula sekelompok orang yang menganggap gereja Reformed sebagai gereja yang sering menekankan aspek reformasi, yaitu back to the Bible. Sebetulnya gerakan Reformasi merupakan sebuah gerakan yang awal-awalnya dicetuskan oleh Martin Luther dan aliran Lutheran pada abad ke-16. Martin Lutherlah yang mengawali ajaran “kembali kepada Kitab Suci” 17 tahun sebelum Calvin menjadi seorang Kristen. Beberapa prinsip ajaran yang terkenal dari aliran ini adalah: Kitab Suci sebagai otoritas tertinggi dalam kehidupan orang Kristen (sola Scriptura), hanya karena anugerah Tuhan kita dapat diselamatkan (sola gratia), hanya melalui iman manusia menerima keselamatan dari Allah – bukan karena perbuatan baik kita yang dapat membeli keselamatan Allah (sola fide), dan segala kemuliaan hanya untuk Allah (soli Deo gloria). Frasa “back to the Bible” kemudian menjadi fondasi bagi gereja Protestan dalam melanjutkan reformasi. Gereja Protestan tersebut bukanlah gereja Reformed saja, melainkan juga meliputi gereja Lutheran, Anglikan, Anabaptist, Methodist, Baptist, Pentakosta Tradisional, dan juga beberapa kelompok Karismatik yang masih mendekati tradisi gereja Pentakosta Tradisional. Sehingga, masih kurang tepat untuk menggunakan frasa “back to the Bible” untuk menangkap keunikan aliran Reformed.

Terakhir, salah satu hal yang cukup menjadi perdebatan doktrinal spesifik yang membedakan Reformed dan non-Reformed adalah tentang bagaimana Allah menyelamatkan manusia (ordo salutis). Apakah Tuhan memilih manusia terlebih dahulu, baru manusia dapat percaya kepada-Nya (calvinist), atau Tuhan memilih manusia tertentu ketika Dia melihat bahwa manusia tersebut akan percaya kepada-Nya (arminian)? Betul, perdebatan tentang predestinasi dan ordo keselamatan adalah hal yang cukup spesifik yang membedakan Reformed dan non-Reformed, tetapi hal ini masih belum dapat menjelaskan keunikan aliran Reformed itu sendiri. Menurut saya, sebuah keunikan tidak bisa dijelaskan dengan melakukan komparasi dengan berbagai aliran saja, tetapi harus dipahami secara esensial dan lebih mendalam. Kita tidak bisa membedakan mata dari tangan hanya dari bentuknya, tetapi dari fungsi dan keindahan yang ditawarkan oleh masing-masing organ tersebut, begitu juga dengan aliran Reformed dari yang lain.

Dan bila didebatkan lebih lanjut, kita akan bertemu dengan masalah yang lebih kompleks, yaitu di dalam clan calvinist sendiri, masih ada perdebatan apakah Tuhan merencanakan keselamatan terlebih dahulu (supralapsarian) atau Tuhan merencanakan keselamatan setelah terjadinya kejatuhan (infralapsarian). Louis Berkhof, dalam bukunya Theologi Sistematika, menjelaskan bahwa dia adalah penganut infralapsarian karena hal itu lebih make sense untuk memahami bagaimana Allah bekerja dalam perspektif manusia. Karena, kalau coba dibayangkan bagaimana Tuhan merencanakan pemilihan (divine election) dan keselamatan, hal ini menjadi terlalu sulit untuk dipahami manusia, bahkan oleh seorang Reformed yang menganut doktrin kedaulatan Allah sekalipun. Itulah sebabnya Charles Hodge, penulis Reformed Systematic Theology, berkomentar bahwa orang Reformed yang menganut sistem supralapsarian tidak lebih dari 5% dalam clan calvinist sendiri. Tidak ada manusia yang dapat memahami pikiran Allah, kedaulatan Allah di atas sana menjadi suatu hal yang terlalu sulit untuk dihitung, atau bahkan dibayangkan oleh pikiran manusia yang sangat terbatas.

Lalu, apa yang menjadi keunikan dan karakteristik dalam aliran Reformed? Apa kata kunci yang tidak hanya membedakan aliran ini dari yang lain, tetapi apa yang ditawarkan oleh organ Reformed dalam Tubuh Kristus yang besar ini?

Keunikan Ajaran Calvinist

Satu-satunya ajaran yang ditawarkan dalam aliran calvinist adalah keselamatan tidak akan hilang. Bila teman-teman mencoba untuk membaca theologi dari berbagai aliran, teman-teman akan mengetahui bahwa ajaran Calvin yang menekankan kedaulatan Allah juga ditujukan untuk menjelaskan tentang penyertaan Allah. Allah yang menentukan siapa yang dipilih, dan Tuhan juga akan menjaga keselamatannya sampai akhir. Tuhan yang memulai pekerjaan baik akan menjaganya sampai akhir. Itulah keunikan yang paling utama dalam ajaran calvinist, yaitu Allah tidak pernah meninggalkan pekerjaan-Nya yang baik. Perdebatan tentang predestinasi, ordo keselamatan, dan lain sebagainya, bukanlah persoalan tentang “mengapa Allah begitu kejam hanya memilih orang-orang tertentu dalam rencana keselamatan”, tetapi adalah untuk menunjukkan bahwa “Allah yang mengasihi kita dari awal” (predestinasi) akan “mengasihi kita juga sampai akhir” (destinasi).

Betul, perdebatan dan rasa “ganjel” akan terus menetap dalam pikiran hati kita, “bagaimana dengan mereka yang tidak terpilih”. Interpretasi seperti ini merupakan hasil dari kebingungan manusia untuk memahami pikiran Allah. Sehingga, yang kita butuhkan adalah interpretasi yang dapat menghubungkan diri kita dengan maksud Allah secara personal. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik kita, bukan karena kemampuan kita, bukan karena kapasitas doktrinal kita. Kita diselamatkan murni karena Allah memilih kita dalam kasih, Allah mengasihi kita murni karena Dia mengasihi kita. Sentuhan hati seperti inilah yang kemudian mengubah kita menjadi orang Kristen yang lebih baik. Interpretasi yang tepat adalah interpretasi yang membangun (upbuilding), dan saya pikir inilah interpretasi yang dimaksud oleh Calvin.

Bagaimana Calvin dapat melihat kisah keselamatan yang tidak akan hilang ini? Salah satu hal yang memampukan Calvin untuk mengambil kesimpulan ini adalah Calvin merupakan theolog yang sangat theosentris dan sistematik. Theosentris dalam arti dia mencoba untuk melihat kisah keselamatan dari mata Allah. Sistematik dalam arti dia mencoba untuk melihat kisah keselamatan sebagai sebuah rencana yang “nyambung dari awal sampai akhir”: sudah disiapkan oleh Allah Bapa sebelum dunia dijadikan, dieksekusikan oleh Allah Anak ketika berada di dunia, dan digenapkan oleh Allah Roh Kudus yang mengubah hati manusia sehingga dapat menerima anugerah keselamatan dari Allah Tritunggal. Apakah Calvin sudah sempurna dalam menjelaskan seluruh kisah keselamatan ini? Tentu saja tidak. Calvin hanya menjelaskan bagaimana Allah telah melakukan pilihan dari atas. Saudara-saudara Arminian/Katolik melihat bagaimana manusia bebas memilih Tuhan dari bawah. Tetapi untuk menyambungkan sovereign will Tuhan dan freewill manusia, itu bukanlah suatu hal yang dapat dilakukan oleh manusia, baik seperti Agustinus sekalipun (dia sendiri mengakuinya dalam buku Handbook of Faith, Enchiridion), maupun oleh malaikat-malaikat yang mencoba untuk menyelami maksud dan rencana Allah yang kekal.

Lalu Mengapa Harus Injili?

Gereja yang menggembalakan saya bukanlah gereja Reformed, tetapi gereja Reformed Injili. Maksud dari Injili (Evangelical) juga banyak sekali penafsirannya. Ada yang mengatakan bahwa Injili merupakan sebuah fundamentalisme yang menekankan otoritas Alkitab. Ada juga yang mengatakan bahwa Injili merupakan sebuah gerakan yang mendorong pertemuan personal dalam kehidupan seseorang untuk beriman dalam Kristus (seperti Billy Graham). Ada juga yang mengatakan penginjilan sebagai sebuah sarana untuk menangkap jiwa-jiwa yang baru, untuk menghidupi kehidupan gereja di dalamnya. Dan alasan yang cukup klasik, adalah karena banyak gereja Reformed yang tidak menginjili, sehingga harus ditambahkan istilah “Injili” di belakangnya supaya tidak melupakan bahwa keselamatan bukanlah semata-mata pilihan dan ketetapan Allah, tetapi juga sebuah perintah yang mendorong freewill manusia mengabarkan berita baik. Tidak heran kalau banyak orang Reformed yang menggabungkan pemahaman calvinistic dengan gerakan penginjilan seperti George Whitefield atau Hudson Taylor. Orang-orang seperti mereka mempunyai sistematika theologi yang theosentris dan semangat penginjilan yang kuat seperti Rasul Paulus.

Namun sebetulnya apa yang menjadi penjelasan mengapa gereja Reformed juga adalah gereja yang harus menginjili? Kita tidak bisa mengikuti tokoh-tokoh seperti Paulus, George Whitefield, Charles Spurgeon, Hudson Taylor, ataupun Billy Graham saja. Tidak cukup untuk melakukan mixing antara label “Reformed” dan “Injili” semata tanpa betul-betul mengetahui esensi yang menyatukan theologi yang theosentris dan semangat penginjilan yang utuh.

Penjelasan klasik yang sering diberikan oleh orang Barat adalah kita menginjili karena di tempat yang kita injili pasti ada orang yang akan bertobat, sebab firman Allah yang telah ditabur tidak akan ditabur dengan sia-sia. Betul, ini adalah penjelasan yang tepat untuk menguatkan kita bahwa ada orang yang akan selamat melalui kabar baik yang kita beritakan. Tetapi penjelasan ini adalah sebuah penjelasan tentang mereka yang akan diselamatkan, tetapi belum mengharukan hati untuk mengabarkan berita Injil.

Ada pula yang menjelaskan bahwa untuk memperoleh keselamatan yang sejati, seseorang harus mengenal Injil yang murni. Injil tidak boleh diutak-atik, tidak boleh dewatered-down, tidak boleh dicampurkan dengan pesan-pesan lainnya: entah itu prosperity gospel (percaya Yesus akan menjadi kaya), social gospel (percaya Yesus untuk membebaskan orang miskin), ataupun gospel-gospel versi lainnya. Tanpa gospel yang sejati, kita tidak akan mengenal Kristus yang sejati. Betul, ini adalah penjelasan yang sangat logis, tetapi bukanlah penjelasan yang transformatif. Penjelasan yang logis dapat menyambungkan pemahaman Reformed dengan tujuan penginjilan, ajaran Reformed dengan gejala orang yang sudah diselamatkan melalui Injil, tetapi belum mengharukan hati manusia untuk mengabarkan berita Injil.

Why I Am a Reformgelical: Pertemuan Personal dengan Tuhan Yesus

“Kasih Tuhan mendorong daku memberitakan Injil-Nya.” – Stephen Tong

Sekali lagi, mengapa Reformed Injili? Penjelasan yang tepat adalah penjelasan yang dapat mentransformasi kehidupan manusia. Ajaran Reformed yang mengubah saya adalah ketika saya memahami dan mengalami secara personal bahwa Allah senantiasa menyertai manusia yang telah diselamatkan-Nya. Begitu indahnya fakta bahwa Allah tidak pernah meninggalkan orang yang telah dikasihi-Nya—jauh sebelum dunia dijadikan, dan Tuhan akan melindunginya sampai akhir zaman. Inilah berita Injil yang dirasakan oleh orang Reformed yang sungguh-sungguh memahami Alkitab melalui ajaran Calvin. Sehingga, kita tidak mempunyai alasan untuk sombong (karena pengetahuan doktrinal yang sistematis), ataupun untuk tidak menginjili (karena kita memahami bahwa kita sudah mendapatkan anugerah keselamatan yang tidak bisa dicabut dari kita). Bayangkan, baik hidup maupun maut, sekarang atau masa depan, baik kuasa di atas maupun di bawah bumi, baik malaikat-malaikat maupun segala ciptaan di dunia ini (termasuk diri kita), tidak ada satu pun dari semuanya ini yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah, dalam Kristus Yesus (Rm. 8:38-39).

Inilah kemenangan yang sudah dikunci Tuhan dalam hati orang Kristen (bukan orang Reformed saja), dan saya percaya bahwa ketika kita sedang merasakan kesulitan dan merasa sendirian dalam perjalanan hidup ini, Tuhan selalu menggandeng tangan kita. Keselamatan tidak akan hilang. Inilah Injil yang ditawarkan kepada orang lain. Gerakan bahwa kita diselamatkan oleh karena kasih Allah yang setia menyertai kita ke mana pun kita pergi, adalah hal yang membuat kita semua ingin menginjili orang yang belum merasakan hidup yang sudah dijaga oleh Allah. Dan saya melihat bahwa theologi pengharapan yang dikemukakan oleh Calvin adalah sebuah theologi penginjilan juga. Bahwa kita sedang memberitakan berita baik—berita keselamatan yang tidak akan dicabut oleh kuasa apa pun di dunia ini. Kita mengasihi jiwa karena Kristus telah mengasihi kita terlebih dahulu, dan Dia mengasihi kita dengan kasih yang kekal. To God be the glory.

“For Love is the weight, wherever I go it is Love (God) which makes me so.” – Augustine

Kevin Nobel

Pemuda GRII Pusat