Creative Accounting

Selamat datang ke dunia creative accounting di mana manajemen dan akuntan yang paling kreatif bisa memberikan hasil finansial apa saja yang diharapkan.

Ingin menurunkan pembayaran pajak? Mudah! Coba saja menurunkan bottom line (laba) dengan cara memotong sales (penjualan) atau memanipulasi provision for doubtful debts. Atau ingin menyembunyikan kerugian dari suatu proyek? Bisa dikerjakan kalau cukup pintar! Sembunyikan saja semua proyek itu ke special purpose vehicle (semacam organisasi yang terisolasi resikonya dari perusahaan) yang tidak perlu dikonsolidasikan ke perusahaan.

What is creative accounting?

Istilah ini sering disebut-sebut sekitar tahun 2002 waktu kasus-kasus yang manyangkut nama-nama besar seperti Enron, Xerox, Global Crossing, dan lain sebagainya muncul ke permukaan. Kata ‘kreatif’ berarti kebolehan seseorang menciptakan ide baru yang efektif, dan kata ‘akuntansi’ itu artinya pembukuan tentang financial events yang senantiasa berusaha untuk setia kepada kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial events). Lalu apa artinya ‘creative accounting’? Istilah ini sebenarnya adalah euphemism (kata halus) dari sistem pelaporan keuangan yang tidak setia pada kondisi keuangan yang sebenarnya yang dibuat dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Why do they do it?

Tujuan-tujuan seseorang melakukan creative accounting bermacam-macam, di antaranya adalah untuk pelarian pajak, menipu bank demi mendapatkan pinjaman baru, atau mempertahankan pinjaman yang sudah diberikan oleh bank dengan syarat-syarat tertentu, mencapai target yang ditentukan oleh analis pasar, atau mengecoh pemegang saham untuk menciptakan kesan bahwa manajemen berhasil mencapai hasil yang cemerlang.

Motivasi materialisme merupakan suatu dorongan besar manajemen dan akuntan-akuntan melakukan creative accounting. Banyak perusahaan yang terjebak masalah creative accounting mempunyai sistem ‘executive stock option plan’ bagi eksekutif-eksekutif yang mencapai target yang ditetapkan. Secara umum, para eksekutif biasanya lebih mengenal perusahaan tempat mereka bekerja dibandingkan karyawan-karyawan di bawah mereka, sehingga para eksekutif ini dapat dengan mudah memanipulasi data-data dalam laporan keuangan (financial statement) dengan motivasi memperkaya diri mereka sendiri.

How do they do it?

Kasus creative accounting sering dihubungkan dengan Enron, sebuah perusahaan migas. Sebelum kebangkrutannya, Enron pernah dipilih oleh Fortune Magazine sebagai ‘America’s Most Innovative Company’ selama 6 tahun berturut-turut. Enron yang tadinya adalah perusahaan pembangkit tenaga listrik mulai naik daun setelah Enron mulai bermain komoditas-komoditas bandwidth telekomunikasi dan derivatives (sejenis investasi di mana hasil untung ruginya berdasarkan pergerakan dari nilai aset seperti saham, surat utang, komoditas, atau bahkan dari nilai seperti suku bunga, valas, indeks pasar saham, bahkan indeks cuaca). Enron mulai berpaling dari bisnis tradisionalnya dan mulai berspekulasi dalam financial instruments yang mengandung resiko tinggi. Memang kesannya mereka cukup sukses untuk beberapa tahun, tapi akhirnya kenyataan dari kesuksesan (atau lebih tepatnya kegagalan) mereka mulai terlihat. Namun Enron bukan hanya inovatif dalam berbisnis, ternyata juga ‘inovatif’ dalam cara pembukuannya. Di balik kesuksesan mereka, banyak sekali hutang-hutang tersembunyi yang dipindahkan kepada anak-anak perusahaan yang tidak dikonsolidasi (tidak diperhitungkan masuk ke dalam neraca perdagangan Enron sendiri). Mereka sengaja memanfaatkan celah dalam hukum Amerika yang memperbolehkan ‘special purpose vehicles’ (suatu organisasi yang dibentuk untuk proyek khusus yang dibentuk terpisah untuk mengisolasi resiko-resiko dari proyek tersebut) yang memenuhi syarat-syarat tertentu tidak dikonsolidasi.

Creative accounting bisa saja lolos dari prinsip-prinsip accounting standards yang berlaku, karena cara-cara creative accounting biasanya memang tidak atau belum diakomodasi oleh standar akuntansi yang berlaku, atau memang sengaja mencari celah-celah di dalam standar akuntansi tersebut. Akan tetapi, ini bukan berarti creative accounting bisa lolos apabila diuji dengan kacamata kebenaran, dalam arti merefleksikan kondisi finansial yang sebenarnya.

Do we really need to do it?

Tujuan utama akuntansi adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan yang true and fair yang akan dipakai oleh berbagai pihak dalam pengambilan keputusan mereka, seperti pemegang saham (“jual atau beli saham ya?”), bank (“patut dikasih kredit gak?”), employer (“apa kalau kerja di sini ada prospek yang baik?”), manajemen (“berapa bonus yang bisa diberi yah?”), dan pemerintah (“berapa banyak pajak yang harus dibayar perusahaan ini?”). Kalau seorang akuntan sengaja tidak memberikan gambaran yang akurat, bukankah ini merupakan suatu penipuan? Apalagi manajemen mempunyai pengertian tentang perusahaan yang lebih mendalam daripada orang di luar. Sudah pasti mereka mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengecohkan pembaca financial statement mereka. Penipuan semacam ini bisa dibilang merupakan suatu konspirasi karena biasanya melibatkan banyak pihak, seperti para manajemen, eksekutif, akuntan, atau bahkan auditor.

Mungkin banyak dari kita yang bekerja di bidang finance dan seringkali kita dihadapkan oleh situasi di mana sepertinya mau tidak mau kita harus mengikuti arus creative accounting, misalnya karena perintah dari atasan, desakan teman sekerja, dan lain sebagainya. Kalau kita tidak mau ikut melakukannya, kita akan dianggap kuno, idealis, atau tidak taat perintah atasan, akibatnya karir kita mungkin akan terhambat juga atasan dan teman kerja akan membenci kita. Jadi apakah kita perlu ikut melakukan creative accounting? Dalam Reformed theology, pertanyaan kita bukanlah, “Perlu atau tidak perlu?” namun seharusnya kita bertanya, “Sesuai atau tidak sesuai dengan kehendak Tuhan?” Kalau tidak sesuai, yah tidak kita lakukan, karena Bos kita bukanlah semata-mata manusia di dunia ini melainkan Tuhan yang di surga (Kol. 3:22 – 4:1).

Tapi kalau kita tidak mengikuti arus dunia ini, lalu bagaimana karir kita dapat maju? Masakan seumur hidup kita bekerja begini-begini saja karena kita tidak mau ikut melakukan creative accounting? Bagaimana dong? Dalam hal ini, kita harus selalu ingat bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang berdaulat dalam segala hal, termasuk dalam hal pekerjaan kita. Kalau Tuhan mempunyai rencana bagi kita, bahkan presiden pun tidak akan dapat menghalangi kehendak Tuhan, apalagi atasan atau teman-teman kita. Tentu saja kita harus senantiasa menjaga kesucian hati kita dan harus terus berjuang menegakkan Firman Tuhan dan bekerja untuk memuliakan Dia, sekalipun orang-orang di sekeliling kita menganggap kita aneh atau membenci kita, karena kita dipanggil bukan untuk dikasihi oleh dunia ini. Sekali lagi kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, “Apakah yang terpenting bagi saya dalam hidup ini?”  Segala perbuatan and tingkah laku kita akan merefleksikan iman kita terhadap Kristus. Oleh karena itu, nyatakanlah integritas hidup yang diajarkan Firman Tuhan and bertahanlah sampai akhir!

Selviana

Pemudi GRII Singapura