Mungkin kita familier dengan nama Galileo Galilei. Beliau merupakan seorang saintis dalam bidang astronomi pada abad ke-17. Galileo merupakan orang yang berkontribusi besar dalam evolusi astronomi. Hasil karyanya membuat dirinya dijuluki “the father of modern science”. Sungguh sebuah jasa yang besar. Namun, kisah hidup Galileo acap kali diceritakan seiring dengan konfliknya dengan gereja Roma Katolik kala itu. Konflik ini juga yang sering kali digunakan sebagai “senjata” untuk memisahkan hubungan antara sains modern dan theologi. Bukan hanya itu, persekusi yang terima Galileo dari gereja Roma Katolik turut mendukung pandangan bahwa sains bukanlah bidang expertise bagi gereja. Jika dipandang dalam konteks yang lebih umum, kita dapat merefleksikan sains sebagai sisi kehidupan sekuler yang seakan-akan terpisah dari kehidupan theologis. Dan bukankah itu yang tengah populer di zaman kita? Zaman postmodern di mana terdapat pengotakan antara hal-hal sekuler yang dinilai empiris-pragmatis dengan hal-hal theologis yang dinilai bersifat Ilahi dan mistis. Persepsi masyarakat mengenai hal sekuler sering kali dikaitkan dengan sesuatu yang lebih nyata dan dapat dinalar, sebaliknya hal theologis yang tidak kasat mata membuat kita malas melibatkan logika. Pada kesempatan kali ini, saya ingin bercerita mengenai kisah hidup Galileo Galilei secara holistik sehingga kita sebagai orang Kristen dapat meneladaninya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Temuan-Temuan Galileo
Galileo lahir pada 15 Februari 1564 di Pisa, Italia. Kala Galileo lahir bertepatan dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan atau yang biasa dikenal sebagai Renaisans. Pada zaman ini terdapat kebangkitan bagi banyak ilmu khususnya bidang seni, sains, dan filsafat. Galileo memiliki minat yang tinggi terhadap ilmu astronomi, matematika, dan fisika. Galileo banyak memublikasi tulisan ilmiah mengenai sains. Selain itu, ia turut berkontribusi mengembangkan teleskop yang dibuat oleh Hans Lippershey pada 1608[1]. Kegigihannya mendalami astronomi membuatnya melakukan banyak pengamatan terhadap pergerakan benda-benda langit. Sepanjang tahun 1610, menggunakan teleskop yang ia telah kembangkan, Galileo mengamati pergerakan benda-benda langit. Penemuannya menjadi awal revolusi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang astronomi dan cara pandang terhadap posisi bumi di alam semesta.
Berikut ini adalah beberapa penemuannya yang mendukung revolusi sains pada zaman itu[2]:
Satelit Jupiter
(Credit: NASA[3])
Galileo menemukan empat satelit terbesar Jupiter: Io, Europa, Ganymede, dan Callisto. Pengamatan ini memberikan bukti langsung bahwa benda langit dapat mengorbit sesuatu selain Bumi.
Fase-Fase Venus
(Credit: Cabinet[4])
Galileo mengamati bahwa Venus menunjukkan fase-fase yang mirip dengan Bulan, mulai dari sabit hingga purnama. Pengamatan ini mendukung model heliosentris yang diusulkan oleh Copernicus, di mana posisi relatif Venus dari Matahari akan menyebabkan fase-fase ini. Sebaliknya, pandangan Ptolemaic tidak sesuai dengan hasil observasi yang ditemukan oleh Galileo.
Permukaan Bulan
(Credit: NASA[5])
Pengamatan Galileo terhadap Bulan mengungkapkan bahwa permukaannya tidak halus dan sempurna, seperti yang sebelumnya diyakini. Dia mengamati gunung, lembah, dan kawah di permukaan Bulan, yang menentang gagasan Aristoteles tentang kesempurnaan benda langit.
Mungkin banyak di antara kita yang bertanya, jika pada zaman Renaisans banyak ilmu yang berkembang, mengapa gereja Roma Katolik tidak membuka pikiran untuk menerima gagasan Galileo? Untuk menjawab hal ini, kita terlebih dahulu perlu mengetahui benang merah antara zaman Renaisans dan dampaknya bagi gereja. Faktanya, gereja kala itu turut mendapat dampak dari kemajuan berbagai cabang ilmu pada zaman Renaisans. Paling nyata dapat dilihat dari munculnya berbagai lukisan dari para seniman legendaris: The Last Supper (oleh Leonardo da Vinci) dan The Creation of Adam (oleh Michelangelo). Dampak ini juga terjadi pada bidang filsafat. Gereja Roma Katolik mengawinkan berbagai filsafat Yunani dengan theologi. Pada zaman Galileo, gereja Roma Katolik memegang teguh filsafat Aristotelian (geosentris). Sedikit penjelasan, pandangan ini menganggap Bumi sebagai pusat alam semesta dan benda-benda langit di sekitarnya berputar mengelilingi Bumi yang diam. Geosentris dirumuskan oleh seorang filsuf Yunani tersohor, Aristoteles (384-322 SM). Gereja Roma Katolik tentu sangat serius dalam memegang geosentris sehingga mereka turut menggunakan ayat-ayat Alkitab yang ditafsir sedemikian rupa guna mendukung kebenaran filsafat tersebut.
Berikut ini ayat-ayat yang pada zaman itu digunakan sebagai pendukung geosentris[6]:
Mazmur 104:5 – “yang telah mendasarkan bumi di atas tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya.”
Ayat ini diartikan untuk menunjukkan bahwa Bumi tidak bergerak dan tidak terguncang, yang sejalan dengan model geosentris.
Pengkhotbah 1:5 – “Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.”
Ayat ini diambil untuk menggambarkan gerakan tampak Matahari di langit, yang memperkuat persepsi Bumi yang diam.
Yosua 10:12-13 – “Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: “Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!” Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh.”
Ayat ini dianggap menunjukkan berhentinya gerakan Matahari, yang bisa dilihat sebagai dukungan terhadap pandangan geosentris.
Selanjutnya, geosentris yang begitu dipegang teguh dianggap sama dengan kebenaran theologis yang bersifat prinsip dalam iman Kristen kala itu, sehingga ketika seseorang tidak setuju terhadap geosentris, maka orang itu dapat dipandang sedang menista iman Kristen. Inilah yang menimbulkan konflik antara Galileo dan gereja Roma Katolik. Galileo yang kala itu mendukung teori Copernicus yang menyatakan matahari sebagai pusat alam semesta (heliosentris), diperhadapkan dengan paham gereja yang memegang geosentris. Hal ini tentunya menimbulkan masalah bagi diri Galileo. Namun demikian, sikap gereja tidak secara anarkis menolak dan melakukan persekusi langsung kepada Galileo. Orang sering kali menganggap gereja Roma Katolik langsung melakukan persekusi terhadap Galileo. Hal tersebut tidaklah benar. Faktanya, gereja kala itu sudah memiliki mekanisme untuk menguji suatu paham. Hal ini yang dimanfaatkan oleh Galileo. Ia berusaha mengirimkan surat secara langsung kepada Paus Paul V dan gagasannya kemudian diterima dan ditelaah oleh pihak gereja[7]. Walaupun pada akhirnya gagasan tersebut tetap dinyatakan bidah.
Kesalahan Gereja Roma Katolik
Zaman Renaisans tidak membuat ilmu theologi di gereja Roma Katolik dapat diakses dan dipelajari oleh kalangan masyarakat biasa. Meskipun di zaman itu terdapat reformasi yang dilakukan oleh Martin Luther (1517) di Jerman, kondisi Italia tempat Galileo tinggal berada di bawah otoritas gereja Roma Katolik, sehingga theologi masih dianggap sebagai ilmu yang terlalu suci untuk dipelajari oleh orang biasa. Hanya uskup, para biarawan, dan biarawati yang berhak mempelajari Alkitab. Monopoli Alkitab oleh pihak gereja Roma Katolik menimbulkan permasalahan dalam penafsiran firman Tuhan. Selanjutnya, melalui cerita sejarah kita tahu otoritas mutlak pembelajaran Alkitab oleh gereja membuat masyarakat zaman itu tidak dapat mengetahui ajaran sesat. Bagi masyarakat kala itu, mereka akan menganggap sesat sesuatu yang dilabel sesat oleh gereja, tanpa tahu alasannya.
Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang yang dianggap suci zaman itu tidak kebal dari kerentanan pembacaan Alkitab secara salah. Kesalahan yang sesungguhnya masih lazim terjadi di zaman kita, yaitu pembacaan Alkitab secara eisegesis. Eisegesis merupakan sikap membaca yang memasukkan ide, pikiran, atau pesan yang berasal dari luar Alkitab ke dalam penafsiran ayat Alkitab tersebut. Pada kasus Galileo, gereja Roma Katolik begitu mempertahankan geosentris hingga menyejajarkan filsafat tersebut dengan kebenaran firman Tuhan. Padahal, filsafat merupakan buah pemikiran manusia yang sifatnya tidak mutlak. Kebenaran filsafat tidak dapat disejajarkan dengan kebenaran firman Tuhan. Tentu bukan firman Tuhan yang diwajibkan mendukung sebuah filsafat, tetapi filsafat yang seharusnya dibangun berdasarkan hasil pembacaan Alkitab yang benar.
Sikap Galileo
Akhirnya, keputusan telah diambil. Galileo dinyatakan bidah dan diberi hukuman oleh gereja. Tahun 1616, gereja secara resmi mencabut izin mengajar Galileo dan membuatnya menjadi tahanan rumah. Namun, ia tidak berputus asa. Tampaknya, ia tahu bahwa keberaniannya memegang pandangan yang berbeda dari gereja Roma Katolik akan membuatnya berisiko terkena hukuman. Oleh sebab itu, empat tahun sebelum Galileo dijatuhi hukuman, ia seperti telah mempersiapkan berbagai dokumentasi atas teori dan temuannya. Ia telah melakukan publikasi berjudul Discourse on Bodies in Water (1612)—publikasi yang menjelaskan kesalahan pandangan geosentris. Tahun 1613, ia kembali menulis surat bagi seorang muridnya untuk menjelaskan bahwa pandangan heliosentris tidak berkontradiksi dengan Alkitab. Dalam suratnya Galileo menjelaskan bagaimana penulis Alkitab menulis dengan perspektif dunia pada konteks zaman purba, sedangkan di masa Galileo hidup, pandangan sains telah berkembang sehingga membukakan perspektif yang lebih akurat terhadap pergerakan alam semesta.
Galileo menjalani hukumannya karena ia merupakan seorang Katolik yang taat. Selama tujuh tahun ia menjadi tahanan rumah dan berhenti mengajar. Hingga pada tahun 1623, Paus Urban VIII kembali mengizinkan dan mendukung Galileo untuk kembali melanjutkan pekerjaannya dalam bidang astronomi. Galileo kembali melakukan publikasi Dialogue Concerning the Two Chief World Systems (1632) dan Two New Sciences (1638)[8] yang menceritakan kisah hidupnya dalam mengembangkan studi gerak dan kekuatan material. Sampai akhir hayatnya di tahun 1642, gereja masih memegang pandangan geosentris secara penuh. Perubahan pandangan baru terjadi pada tahun 1758 hingga 1835. Gereja akhirnya menyatakan bahwa Galileo bukan seorang bidah 116 tahun setelah kematiannya.
Kesimpulan
Kisah hidup Galileo menjadi teladan bagi kita sebagai orang Kristen untuk bekerja bagi Tuhan. Melalui surat yang Galileo berikan kepada seorang muridnya, kita tahu bahwa Galileo tidak hanya mempelajari sains, tetapi juga Alkitab. Ia mengerti Alkitab memiliki konteks tertentu dan perlu dipahami sesuai dengan konteksnya. Ia tetap giat mengembangkan segala hal yang telah Tuhan anugerahkan dalam hidupnya meskipun dituduh sebagai bidah dan dijatuhi hukuman oleh pihak gereja. Kita juga dapat meneladani ketaatan Galileo terhadap otoritas gereja yang, meskipun kala itu bersikap salah, tetap memegang otoritas atas umat Tuhan. Kiranya melalui kisah hidup seorang saintis Kristen bernama Galileo Galilei, kita merefleksikan sikap yang setia untuk mengerjakan bagian kita untuk Tuhan terlepas dari penilaian orang-orang di sekitar kita. Terlebih lagi panggilan utama kita sebagai umat Tuhan yang mempelajari dan menghidupi firman-Nya dalam setiap pekerjaan kita di bawah kolong langit ini.
“Whatever the course of our lives, we should receive them as the highest gift from the hand of God, in which equally reposed the power to do nothing whatever for us. Indeed, we should accept misfortune not only in thanks but in infinite gratitude to Providence, which by such means detaches us from an excessive love for Earthly things and elevates our minds to the celestial and divine.” (by: Galileo Galilei)
Tasya Regina
Pemudi GRII Pusat
[1] Stephen Hawking, The Illustrated “On the Shoulders of Giants” (California: Dover Publications, 2004).
[2] Alberto Zanatta et al., “Galileo Galilei: Science vs. Faith,” Global Cardiology Science and Practice 2017, no. 2 (2017): 1–10.
[3] NASA, “About Jupiter’s Moons,” NASA, last modified 2023, accessed on August 18, 2023, https://solarsystem.nasa.gov/moons/jupiter-moons/overview/.
[4] Cabinet, “The Phase of Venus,” Cabinet, last modified 2023, accessed on August 19, 2023, https://www.cabinet.ox.ac.uk/phases-venus-1610-23.
[5] NASA, “Earth’s Moon 3D Model,” NASA, last modified 2023, accessed on August 18, 2023, https://solarsystem.nasa.gov/resources/2366/earths-moon-3d-model/.
[6] Scripture Catholic, “Geocentrism,” Scripture Catholic, accessed on August 21, 2023, https://www.scripturecatholic.com/geocentrism/.
[7] Lisa Loraine Baker, “What Can Galileo Teach Us about Science and Faith?,” Christianity.Com, last modified 2023, accessed on August 16, 2023, https://www.christianity.com/wiki/people/galileo.html.
[8] Denis O Lamoureux, “Galileo the Theologian: Insights from Science and Religion for Today,” University of Alberta (Edmonton, October 2012), https://sites.ualberta.ca/~dlamoure/pcmgalileo.pdf.