Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Matius 11:28-29)
Introduksi
Dalam era teknologi dan digitalisasi seperti sekarang ini, media pernah diramaikan dengan fenomena “generasi healing”. Ini adalah suatu fenomena di mana sekelompok orang/demografi/generasi dianggap begitu lembek, gampang menyerah, dan sedikit-sedikit memerlukan istirahat atau liburan (baca: healing). Berikut adalah salah satu contoh kutipan liputan berita mengenai fenomena ini:
Padatnya aktivitas, kompleksitas persoalan, serta ritme hidup yang terus berjalan nyaris tanpa jeda memicu stres pada diri seseorang. Inilah yang selalu menjadi alasan bagi seseorang untuk melakukan self-healing, tentunya dengan cara mereka masing-masing. Beberapa waktu terakhir, jagat maya diramaikan oleh kicauan mengenai self-healing yang menjadi tren di kalangan anak muda. Warganet lantas mengasosiasikan fenomena ini marak menjangkiti kalangan yang belakangan acap disebut dengan istilah Generasi Stroberi, generasi yang terlalu mudah membutuhkan self-healing. Ini bermula diamati di Taiwan, munculnya generasi baru yang ternyata begitu lunak seperti sebuah stroberi. Stroberi itu kalau disikat dengan sikat besi, gampang sekali rusak. Generasi ini terbilang mudah menyerah dan tidak kuat menghadapi tantangan. (kutipan: Harian Jogja)
Komentar dan analisis mengenai fenomena ini juga cukup beragam. Banyak yang berusaha memahami bahwa fenomena ini diakibatkan oleh banyaknya tekanan dan impitan hidup seperti ekspektasi keluarga/sosial, tekanan ekonomi, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain (terutama melalui media sosial), dll. Tidak sedikit juga yang mencibir karena menganggap kelompok ini tidak memiliki etos kerja, semangat juang, dan ketahanan dalam menghadapi tantangan hidup. Bagi pembaca PILLAR yang adalah jemaat GRII, kita tentu tidak asing dengan teladan dan dorongan dari Pdt. Stephen Tong untuk hidup berjuang, siap dibentuk, tahan mengalami penderitaan, dan siap memikul salib setiap hari.
Seruan
Dalam artikel ini, penulis tidak terlalu mau berpolemik dalam menanggapi fenomena ini. Penulis cenderung melihat ini sebagai sebuah seruan yang membutuhkan jawaban. Mungkin cukup mirip dengan “seruan Makedonia” dalam konteks pelayanan Paulus. Penulis yang pernah bekerja di kota besar seperti Singapura, Jakarta, Bangkok, dan Kuala Lumpur, cukup memahami berbagai tekanan multidimensional yang ada, khususnya bagi generasi muda. Jam kerja yang panjang, bos/kolega yang menekan, kesulitan mencari lapangan pekerjaan, gaji yang tidak sebanding dengan pengeluaran di kota besar, kewajiban menanggung orang tua/keluarga, adalah contoh-contoh faktor yang membuat tekanan menjadi berlipat ganda. Belum lagi media yang kerap menyorot sosok atau kisah sukses tanpa terlalu membahas perjuangan dan proses dari sosok tersebut.
Tidak heran, zaman ini memiliki “dahaga” yang besar untuk disegarkan, suatu “penyakit” yang perlu “disembuhkan” (healing). Dalam artikel ini, penulis tidak menyanggah bahwa generasi ini membutuhkan suatu “healing”. Namun yang ingin penulis coba telusuri lebih jauh adalah: cara/langkah/metode apa yang bisa kita harapkan membawa “healing”? Apakah dengan liburan, jalan-jalan, makan/minum di tempat yang kita anggap mewah? Atau justru dengan berhenti kerja, lalu tidur tiarap tanpa melakukan apa-apa (silakan telusuri fenomena lying flat movement, secara spesifik di Cina)?
Dalam artikel ini, penulis tidak menyanggah bahwa generasi ini membutuhkan suatu “healing”. Namun yang ingin penulis coba telusuri lebih jauh adalah: cara/langkah/metode apa yang bisa kita harapkan membawa “healing”?
Kebutuhan akan Jawaban
Dalam momen Natal di bulan Desember ini, penulis ingin mengajak untuk sekali lagi mengarahkan perhatian kita kepada Sang Juruselamat. Yesus Kristus, Anak Allah yang inkarnasi, memberikan undangan kepada yang letih lesu dan berbeban berat. Sebuah undangan untuk datang dan diberikan kelegaan. Bapa Gereja Agustinus juga mengingatkan kita bahwa jiwa kita akan terus gelisah (restless) sebelum mendapat peristirahatan di dalam Tuhan. Selain kembali kepada Tuhan, tidak ada hal/benda/aktivitas yang dapat memberikan peristirahatan sejati di dalam hidup ini.
Sejalan dengan semangat Reformasi, penulis ingin mengingatkan, kekristenan bukan hanya mencakup satu dimensi saja (misal: kerohanian). Keseluruhan aspek jasmani, rohani, dan berbagai kompleksitas dimensi hidup juga tercakup. Undangan Sang Juruselamat seharusnya juga menjadi jawaban peristirahatan dalam berbagai pergumulan kita dalam aspek keluarga, sosial, pekerjaan, perencanaan masa depan, dll. Di dalam Kristus, kita mendapat “healing” konfirmasi dari seruan kita untuk mendapat pengakuan dan identitas yang stabil. Di dalam Kristus, kita mendapat “healing” dalam sisi melihat keuangan, karena di dalam Dia, kita bisa mencukupkan diri dan tidak perlu khawatir akan berbagai hal (Mat. 6:25-34). Di dalam Kristus, kita mendapat “healing” dalam melewati berbagai tekanan hidup, karena Ia sudah terlebih dahulu menderita dan mati untuk kita.
Bagian Kita
Di dalam Kristus, kita tidak hanya mendapat “healing”, tetapi juga “kekuatan ekstra” untuk dapat hidup berjuang dan melayani Tuhan. Di tengah zaman yang memiliki dahaga yang begitu besar, bagaimanakah bagian kita sebagai gereja Tuhan? Apakah kita justru ikut lesu dan masih terjebak dalam pusaran tekanan zaman yang ada? Atau melalui Kristus, kita sudah dibentuk dan bertumbuh di dalam sukacita, damai sejahtera, kesabaran, dan ketekunan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada? Penulis rindu, gereja Tuhan boleh memancarkan kesegaran dan memberikan jawaban bagi zaman yang begitu membutuhkan “healing” ini.
Grace alone, Which God supplies
Strength unknown, He will provide
Christ in us, Our cornerstone
We will go forth in grace alone
(Grace Alone, Jeff Nelson & Scott Brown)
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Editorial PILLAR
Pengasuh rubrik: iman dan pekerjaan (faith & vocation)
Bacaan dan eksplorasi lebih jauh:
- Artikel Kementerian Keuangan Indonesia mengenai Generasi Stroberi:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pekalongan/baca-artikel/14811/Generasi-Strawberry-Generasi-Kreatif-Nan-Rapuh-dan-Peran-Mereka-Di-Dunia-Kerja-Saat-Ini.html
- Resensi: Dosa dan Kebudayaan (Pdt. Stephen Tong)
https://www.buletinpillar.org/resensi/dosa-dan-kebudayaan
- Work and Rest, Timothy Keller