“Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya. Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (2Kor. 3:16-18)
Dunia ini memiliki banyak hal yang dianggap mulia. Mereka menyodorkan berbagai macam hal yang dijadikan ukuran kemuliaan. Di kota-kota besar, kebebasan finansial, independensi, dan karier yang cemerlang sering kali menjadi ukuran kemuliaan seseorang.
Bahkan kemuliaan dunia ini juga bisa menggunakan istilah-istilah Kristen tetapi dengan pengertian yang sangat bertentangan dengan Alkitab. Hal-hal mulia inilah yang menjadi impian dan imajinasi dalam hidup pemuda-pemudi saat ini. Impian yang jauh dari apa yang Alkitab nyatakan.
Lalu bagaimanakah Alkitab memandang kemuliaan? Apakah yang menjadi ukuran kemuliaan yang dinyatakan Alkitab? Di dalam artikel ini, kita akan membahas tentang kemuliaan Allah yang dinyatakan dalam Injil. Kita akan membahas pandangan Paulus di dalam 2 Korintus 3:12-18.
Konteks Korintus
Korintus adalah kota yang besar dan kaya, memiliki lokasi yang strategis dan berlimpah dengan budaya, seni, literatur, dan pemikiran. Paulus sendiri pernah pergi ke sana untuk mengabarkan Injil dan membangun gereja selama satu setengah tahun sebelum dia berpindah ke Efesus. Pelayanannya di Korintus pun sangat diberkati Tuhan dan disertai oleh Roh Kudus.
Di dalam jemaat Korintus ada banyak masalah, yang tercermin dari konten Surat 1 Korintus. Namun, pada Surat 2 Korintus sendiri, Paulus memuji dan bersukacita karena jemaat di Korintus telah menjalankan instruksi-instruksi yang dia berikan melalui surat yang dia kirimkan sebelumnya, sehingga di sini kita dapat melihat bahwa jemaat Korintus sendiri adalah jemaat yang bergumul dan bertumbuh.
Tetapi di sisi lain, terdapat kelompok yang mengaku diri sebagai “rasul yang luar biasa” (super-apostles). Mereka begitu menentang Paulus dan pelayanannya. Mereka menuduh Paulus sebagai seorang yang serampangan karena ia mengubah rencana perjalanannya ke Korintus secara tiba-tiba. Ia juga dituduh menggunakan jabatannya untuk menekan dan mencari keuntungan dari mereka. Selain itu, Paulus juga dianggap lemah dan tidak kompeten. Kemampuan retorikanya, dibanding dengan orang-orang pada masa tersebut, dinilai sangatlah lemah dan tidak meyakinkan, sehingga ajarannya makin diragukan. Terlebih lagi, hidupnya yang penuh dengan penderitaan makin membuat mereka melihat bahwa tidak ada yang dapat dibanggakan dari dirinya. Itu hanya sebuah kebodohan bagi mereka. Tetapi bagi Paulus, mereka adalah rasul-rasul palsu.
Kemungkinan besar mereka adalah orang-orang dengan latar belakang Yahudi, terlihat dari Paulus yang berargumen dengan membandingkan dirinya dengan Musa di Perjanjian Lama. Mungkin mereka tidak bisa melihat signifikansi kehadiran Yesus di dunia dan mereka berusaha untuk menarik orang-orang Korintus kembali ke hukum Musa yang mereka interpretasi. Pembelaan Paulus terhadap tuduhan-tuduhan ini ialah dengan membandingkan kedua hal ini: pelayanan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, terutama mengenai kemuliaan dan selubung.
Di sini dia membandingkan dirinya dengan tokoh besar di Perjanjian Lama, yaitu Musa. Paulus menyatakan bahwa keduanya adalah sama-sama pelayan perjanjian Allah. Ini adalah hal yang begitu besar! Perjanjian dengan Allah berarti memiliki relasi yang sangat dekat dengan Allah dan melaluinya rencana penebusan Allah di dalam sejarah digenapkan. Dalam pelayanan ini pula mereka menjadi saluran Allah berkomunikasi dengan umat-Nya. Mereka juga berpartisipasi dalam rencana keselamatan Allah dalam relasi perjanjian ini.
Secara garis besar, Paulus mau mengatakan bahwa pelayanan dia pada masa Perjanjian Baru ini jauh lebih mulia dibanding pelayanan Musa di Perjanjian Lama. Ini tampak dari argumen Paulus yang membandingkan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, seperti 1) membawa kepada kematian dibanding dengan kehidupan (ay. 6-7), 2) membawa kepada penghukuman dibanding dengan pembenaran (ay. 9), 3) kemuliaan yang sementara dibanding dengan yang permanen (ay. 11), dan 4) diselubungi dibanding dengan yang tidak diselubungi (ay. 12-13).
Paulus mengakui bahwa pelayanan Perjanjian Lama adalah pelayanan yang mulia. Dari perbandingan yang dilakukan Paulus, jelas bahwa pelayanan Musa, yang mengikat perjanjian antara Allah dan bangsa Israel dan juga menurunkan hukum Taurat, bukanlah pelayanan yang buruk. Ini adalah sesuatu yang mulia. Ada kemuliaan Allah yang menyertai ketika hukum tersebut diturunkan (ay. 7). Jika demikian, apa yang dimaksud Paulus bahwa hukum Taurat membawa kepada kematian dan penghukuman? Jelas bahwa yang dimaksud Paulus bukan karena hukum Taurat itu sendiri yang mematikan, tetapi karena kegagalan pada diri seseorang dalam memenuhi hukum secara sempurnalah yang membawanya kepada kematian dan penghukuman.
Paulus pun menjelaskan bahwa pelayanan Perjanjian Lama yang mulia ini adalah pelayanan yang bersifat sementara, karena akan ada waktunya pelayanan ini akan pudar. Ia akan digantikan oleh pelayanan Perjanjian Baru, yang lebih sempurna, jelas, dan tidak akan berubah lagi atau permanen (ay. 11).
Demikian juga kemuliaan Allah yang terselubung di Perjanjian Lama, yang disimbolkan dengan Musa yang menutupi wajahnya ketika bertemu umat Israel. Ketika Musa turun dari Gunung Sinai setelah kedua kalinya bertemu Tuhan untuk membuat kedua loh batu lagi, wajahnya bercahaya memancarkan kemuliaan Allah. Bangsa Israel tidak tahan melihat kemuliaan itu. Maka dari itu, setiap kali Musa menghadap Allah, mukanya bercahaya dan ia menyelubungi mukanya ketika ia selesai menghadap dan berbicara dengan Allah. Kemuliaan tersebut terselubung pada pelayanan Perjanjian Lama. Tetapi dalam pelayanan Perjanjian Baru, ini semua sudah disingkapkan. Kemuliaan Perjanjian Lama menjadi sirna ketika dibandingkan dengan Perjanjian Baru (ay. 10), dan inilah pengharapan yang dimiliki Paulus. Ada satu perbedaan dalam bagaimana Allah bekerja pada kedua masa tersebut, dan perbedaannya ada pada Kristus.
Pada ayat 14, dikatakan bahwa kemuliaan Allah diselubungi dari bangsa Israel, dan selubung itu pun tetap menutupi hati manusia hingga sekarang (ay. 15). Selubung tersebut membuat orang-orang di Perjanjian Lama tidak dapat melihat kemuliaan Allah. Tetapi selubung itu disingkapkan hanya dalam Kristus saja. Di dalam Kristus, seluruh kemuliaan tersebut dinyatakan. Apa yang tertutup dan samar-samar di masa lampau, kini menjadi jelas di dalam Dia. Dialah yang dijanjikan sejak di Perjanjian Lama. Melalui Dialah Perjanjian Baru dimulai dan digenapi (Yer. 31:31; Yeh. 36:26).
Di dalam Kristus ada kehidupan, ada pembenaran, dan kemuliaan-Nya secara permanen dapat dipandang oleh umat Allah, karena hati mereka sudah dicerahkan. Di masa Perjanjian Baru, umat Allah tidak lagi takut ketika memandang kemuliaan Allah. Kristus yang menggenapkan nubuat dari Perjanjian Lama mengirimkan Roh-Nya, Roh Kudus, dan Ia berdiam pada setiap umat sejak Pentakosta. Roh Kuduslah yang memerdekakan umat Allah dari dosa, akibat dosa, kematian (ay. 6), penghukuman (ay. 9). Ia juga yang menyingkapkan selubung yang menutupi hati kita (ay. 17). Ia memerdekakan kita dari tuntutan untuk memenuhi Taurat dan membebaskan dari penghukuman. Roh juga yang memberi kekuatan untuk menjalankan hukum dengan benar (righteousness).
Kata “kita semua” di ayat 18 membuat konten ini bukan hanya bagi Paulus dan rekan-rekannya, tetapi juga bagi kita semua yang di dalam Kristus. Ketika selubung telah diangkat, kita dapat memandang kemuliaan Tuhan Yesus. Objek yang kita pandang adalah wajah Kristus (4:4, 6) yang dipandang melalui cermin. Melalui cermin berarti kita memandang secara tidak langsung. Hal ini berarti kita memandang kemuliaan Kristus melalui berita Injil.
Memandang kemuliaan Kristus ini saja adalah pengalaman yang begitu besar. Tetapi bukan itu saja, kemuliaan Kristus adalah kuasa yang hidup, yang membuat adanya proses transformasi gambar Allah pada umat-Nya, sehingga umat tebusan-Nya diubah menjadi serupa dengan Dia, dan membawa mereka dari kemuliaan kepada kemuliaan (ayat 18: “kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar”).
Tujuan akhirnya ialah menjadi seperti Kristus, yaitu kemuliaan yang Dia dapatkan dari hidup-Nya yang taat secara sempurna. Inilah kemuliaan pertama, yang dipandang oleh hati melalui berita Injil. Sumber dari transformasi ini adalah Roh Kudus (ayat 18: “datangnya dari Tuhan yang adalah Roh”) yang diutus oleh Kristus. Kita bukan saja disingkapkan untuk melihat kemuliaan Kristus, tetapi juga secara progresif diubahkan menjadi serupa Kristus.
Kemuliaan
Lalu, apakah kemuliaan Kristus itu? Itulah yang diberitakan oleh Injil. Kisah mengenai Kristus, pribadi dan karya-Nya, termasuk seluruh perendahan dan peninggian-Nya (humiliation and exaltation). Inilah kemuliaan yang Paulus telah lihat. Ini pula kemuliaan yang dipandang oleh penjahat di samping Yesus. Sesuatu yang paradoks ketika kita bandingkan dengan makna kemuliaan dari dunia ini.
Orang-orang yang menyerang pelayanan Paulus tidak melihat kemuliaan ini. Mereka melihat itu hanya sebagai kebodohan (1Kor. 1) karena tidak sesuai dengan kemuliaan yang ditawarkan oleh cara pandang dunia. Salib Kristus menjadi pembedanya. Allah memakai kebodohan semacam ini untuk menyatakan hikmat-Nya. Kemuliaan ini tersembunyi dari mereka yang menolak Kristus, ataupun yang tidak peduli dengan-Nya.
Dengan kesadaran betapa besar pelayanan yang ia terima ini, yaitu karena belas kasihan Allah kepada dia (4:1), Paulus tidak tawar hati menghadapi penolakan dari musuh-musuhnya. Baik berita Injil yang diberitakan Paulus, cara dia memberitakan Injil, maupun juga hidup Paulus yang penuh sengsara, mungkin adalah kebodohan bagi para musuhnya. Tetapi dari kebodohan itulah justru kemuliaan Allah dinyatakan.
Dia terus mengabarkan Injil dengan berani (ay. 12) dan sejelas-jelasnya (4:2), bahkan rela menanggung penderitaan dan aniaya (4:16). Roh Kudus pun terus bekerja mentransformasi hidupnya, sehingga kehidupan Yesus menjadi nyata di dalam tubuhnya (4:10). Ia terus menjalankan pelayanannya dengan dipimpin oleh Roh.
Penutup
Pertanyaannya, bagaimanakah dengan kita? Apakah kita tertarik akan kemuliaan Kristus ini? Atau kita juga mengharapkan sesuatu yang mulia menurut ukuran dunia? Jika demikian, kita tidak ada bedanya dengan musuh-musuh Paulus. Dunia terus menawarkan begitu banyak kemuliaan, seperti karier, kekayaan, dan kenikmatan hidup. Memang berita Kristus yang tersalib adalah kebodohan bagi dunia. Tetapi, bagi kita yang menerima Kristus, kemuliaan ini merupakan hal yang sangat penting. Penderitaan-Nya di salib yang memalukan justru menyatakan kemuliaan-Nya. Dan ini bukanlah sekadar pengetahuan intelektual saja, karena ada kuasa yang mengubah hidup kita menjadi makin serupa dengan Dia. Kuasa Roh Kudus terus bekerja ketika kita memandang Kristus yang dinyatakan oleh Injil dengan hati kita.
Marilah kita berhenti mengikut kemuliaan dunia ini, sadar akan diri yang miskin, dan dengan rendah hati datang kepada-Nya. Mari kita memohon kepada Dia untuk menyingkapkan kemuliaan-Nya bagi kita dari waktu ke waktu, sehingga kita terus memandang kepada Kristus, kepada salib-Nya dan kemuliaan-Nya. Kiranya Roh Kudus bekerja dalam hidup kita dan mengubah kita agar menjadi serupa dengan-Nya.
Timothy Gabriel Kurniawan
Pemuda GRII Singapura