Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. (Matius 6:34)
Introduksi
Beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun baru 2023. Perasaan campur aduk sepertinya juga ikut menyertai perjalanan kita memasuki tahun yang baru. Sampai saat ini (Desember 2022), berbagai perkembangan dan perbaikan sudah kita rasakan di berbagai aspek. Namun demikian, potensi krisis dan guncangan di masa mendatang juga masih terus menghantui. Semoga artikel singkat ini bisa membantu mengarahkan hati kita kepada Sang Gembala Agung dalam menyambut tahun yang baru ini.
Menghitung Berkat
Kalau kita bandingkan dengan tahun 2020 dan 2021, sudah ada banyak kelegaan yang bisa kita rasakan di tahun 2022. Kondisi COVID-19 secara umum sudah jauh lebih terkendali, terutama setelah pertengahan tahun 2022. Jumlah kasus positif serta korban yang meninggal akibat COVID-19 sudah jauh berkurang. Aktivitas ekonomi dan sosial juga sudah perlahan pulih dan berjalan dengan cukup normal. Dalam konteks ini, tentu sangat kita syukuri bahwa kita sudah boleh melakukan berbagai sesi ibadah dan pertemuan fisik. Penulis sangat berharap agar setiap orang Kristen boleh menghargai dan mensyukuri kesempatan-kesempatan beribadah, bersekutu, dan pelayanan yang boleh kembali kita nikmati.
Guncangan
Dari sudut pandang tantangan dan risiko, banyak hal yang bisa membuat kita resah dan khawatir dalam memasuki tahun 2023. Kombinasi dampak dari COVID-19, perang Ukraina-Rusia, dan berbagai ketidakstabilan harga komoditas menyebabkan potensi-potensi krisis di tahun 2023. Di penghujung tahun 2022, cicipan krisis ini bisa kita rasakan dari keputusan pemberhentian karyawan oleh berbagai perusahaan teknologi global, dan juga perusahaan rintisan (start-up) unicorn di berbagai negara. Perusahaan raksasa teknologi dan unicorn yang sebelumnya begitu diidam-idamkan, ternyata juga mengalami tantangan besar dan terpaksa mengambil keputusan yang sulit. World Bank dan The Economist juga memperingatkan ancaman krisis ekonomi global yang sangat mungkin terjadi di tahun 2023. Dalam konteks regional, ketegangan antarnegara juga masih berlanjut, beserta berbagai potensi risiko konflik yang mungkin terjadi. Spesifik di Indonesia, persiapan pemilu dan transisi kepemimpinan kembali menghadirkan risiko ketidakstabilan dalam proses transisi ini.
Harapan
Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: “Lihatlah, ini baru!”? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada. (Pengkhotbah 1:9-10)
Mengutip Kitab Pengkhotbah, sepertinya tidak ada yang baru di bawah kolong langit. Berbagai guncangan, krisis, dan resesi pernah terjadi di abad-abad sebelumnya. Sebagai contoh, dunia juga pernah mengalami pandemi global, krisis ekonomi, perang dingin, penjajahan, bencana alam masif, atau pergolakan/revolusi politik.
Dalam melalui masa-masa sulit, tidak sedikit orang yang putus asa, kecewa, bahkan bunuh diri. Di sisi lain, orang-orang Kristen sepanjang zaman juga dapat menunjukkan pengharapan kepada Allah yang kekal di tengah-tengah kondisi dunia yang begitu bergejolak. Luapan ucapan syukur justru bisa terpancar dengan indah di masa-masa sulit yang mereka lalui. Penulis sangat terkesan akan perspektif Yohanes Calvin mengenai ketidakstabilan dunia. Ini tertulis dalam buku John Calvin: A Pilgrim’s Life oleh Herman Selderhuis:
Calvin has often been viewed as world class pessimist… Calvin’s time was one of high infant mortality and great political and social uncertainty. Europe was ready to buckle under refugee crisis, poverty and threats of religious wars. It is no wonder that Calvin was so gloomy at times. What is remarkable, in fact, is that he had a lot to say about the goodness of life. He believed that God had created the world with no other goal than the happiness of humanity, and this implied, among other things, the enjoyment of good food and fine wine.
Di tengah-tengah krisis dan guncangan, orang Kristen seharusnya masih terus berharap dan bersandar kepada Allah yang menopang dan memberikan kekuatan. Dari pahitnya berbagai penderitaan hidup, ternyata masih ada berbagai kebaikan yang masih bisa kita kecap dan nikmati. Allah yang menciptakan dunia ini, juga menciptakan manusia yang dapat menikmati ciptaan, sesama manusia, dan tentunya Allah sendiri.
Di sisi lain, orang-orang Kristen sepanjang zaman juga dapat menunjukkan pengharapan kepada Allah yang kekal di tengah-tengah kondisi dunia yang begitu bergejolak. Luapan ucapan syukur justru bisa terpancar dengan indah di masa-masa sulit yang mereka lalui.
Respons Kita
Penulis rindu agar kita belajar dan memiliki sikap hati seperti Yohanes Calvin. Orang Kristen tidak naif atau buta mengenai berbagai situasi dan tantangan yang terjadi. Meski demikian, orang Kristen tetap memiliki pengharapan dan sukacita di dalam Kristus. Dalam menyambut dan menjalani tahun 2023, semoga setiap kita boleh terus menghitung berkat dan mengucapkan syukur dalam menjalani hari demi hari. Seperti juga Rasul Paulus dalam surat Filipi 4:12-13, ia mampu melalui berbagai dinamika hidup, baik itu kekurangan maupun kelimpahan: “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Many things about tomorrow, I don't seem to understand; But I know who holds tomorrow, And I know who holds my hand. (I Know Who Holds Tomorrow, Ira Stanphill)
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Editorial PILLAR
Pengasuh rubrik: iman dan pekerjaan (faith & vocation)
Bacaan dan eksplorasi lebih jauh:
https://www.thegospelcoalition.org/article/new-year-hope-exodus-desert
https://books.google.co.id/books/about/John_Calvin.html?id=jh9cPwAACAAJ&redir_esc=y
https://www.economist.com/the-world-ahead/2022/11/18/why-a-global-recession-is-inevitable-in-2023