Artikel sebelumnya membahas mengenai Reformed Ethics on Economy, menegakkan kembali etika Kristen (terutama dalam Reformed Theology framework). Seperti yang dikatakan oleh Stapleford bahwa inti dari ilmu ekonomi adalah mengenai value atau etika. Tetapi untuk membangun sebuah cara pandang yang komprehensif, tidak cukup hanya dengan etika. Maka pada beberapa artikel ini dan selanjutnya akan memberikan integrasi Reformed Theology dan bidang ekonomi dengan menggunakan framework Christian Worldview (CWV).
Framework in Christian Worldview
Selain etika (Theory of Value), untuk membangun sebuah cara pandang yang komprehensif kita perlu menyoroti juga aspek metafisika (Theory of Being) dan epistemologi (Theory of Knowledge). Ketiga bidang dalam filsafat ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Seperti yang John Frame katakan, “My general conclusion is that metaphysics, epistemology, and value theory are not independent of one another. Rather, they presuppose one another and influence one another.” Lebih lanjut, ia mengatakan, “Indeed, all epistemologies presuppose that the human subject is somehow connected to the world so that knowledge is possible that is a metaphysical presupposition. Similarly, value theory makes little sense unless there is a source of value. But to affirm that there is such a source and to identify it is a metaphysical task.”
Oleh karena itu, ketiga bidang ini harus kita lihat secara perspektif. Di saat mempelajari etika, kita harus mempresuposisikan apa yang menjadi fondasi metafisika atau apa yang kita percaya mengenai tatanan alam semesta ini. Begitu juga kita harus mempresuposisikan, bahwa apa yang kita ketahui ini adalah kebenaran yang sejati bukan ilusi atau tipuan. Metafisika dan epistemologi menjadi presuposisi di dalam mempelajari etika. Begitu juga epistemologi kita mempresuposisikan etika dan metafisika. Serta dalam metafisika, kita harus mempresuposisikan etika dan epistemologi. Melalui cara pandang yang seperti ini, kita dapat memiliki pengertian yang lebih komprehensif dan dinamis akan kebenaran yang hidup. Kerangka berpikir yang sama, perlu kita adopsi di dalam memikirkan integrasi ilmu ekonomi dengan theologi.
Selain cara pandang yang komprehensif, Christian Worldview (CWV) memandang kebenaran di dalam dinamika pergerakan sejarah umat manusia yang kita kenal sebagai CFRC (Creation – Fall – Redemption – Consummation). Keempat titik utama dalam sejarah umat manusia ini memberikan suatu realitas yang harus kita gumulkan di dalam melakukan integrasi antara Reformed theology dengan ekonomi.
Pada artikel kali ini kita membahas implikasi Reformed Theology (dalam konteks Creational view) dari sudut pandang metafisika.
Metafisika
Realitas yang dipercayai oleh kekristenan adalah realitas yang dimulai dengan titik penciptaan. Titik di mana Sang Pencipta melakukan karya penciptaan-Nya sehingga ciptaan bisa memiliki keberadaan. Berikut beberapa poin mengenai metafisika Alkitab dan implikasinya bagi ilmu ekonomi:
A. Creator – Creature Distinction
Terdapat perbedaan secara kualitas antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Keberadaan ciptaan yang sementara, bergantung kepada Sang Pencipta yang kekal. Hal ini berarti sebagai ciptaan, kita berada bukan bagi diri kita sendiri tetapi bagi Sang Pencipta. Bukan juga memperlakukan ciptaan lain untuk kesenangan diri manusia semata, karena kita hanyalah ciptaan. Sehingga fokus seluruh keberadaan ciptaan berada pada Allah, dengan kata lain seluruh ciptaan seharusnya God-centered.
Selain mencipta, Allah pun memelihara keberadaan ciptaan. Keberadaan alam semesta ini tidak berjalan secara mekanis layaknya sebuah jam yang diciptakan sang pembuat jam. Karena baik di dalam proses kerja yang reguler maupun yang tidak reguler Allah memegang kendali dan berkuasa mengatur semua. Beberapa implikasinya terhadap ekonomi:
Economics for the glory of God
Seperti yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya, bahwa tujuan dari ilmu ekonomi itu sendiri adalah for the glory of God. Baik manusia atau segala sesuatu yang ada di dalam ciptaan tidak pernah bisa menggantikan posisi Allah sebagai tujuan akhir. Hal ini berlainan dengan apa yang diajarkan oleh ilmu ekonomi. Pada umumnya ekonomi mengajarkan tujuan dari aktivitas ekonomi adalah untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Kedua hal ini tidak dapat ditempatkan sebagai tujuan akhir, melainkan hanya sebagai media atau sarana untuk mencapai tujuan akhir yaitu memuliakan Tuhan. Profit diperoleh bukan untuk pemuasan akan nafsu diri, dan bukan juga demi kesejahteraan umat manusia semata, itu hanyalah bagian dari proses untuk memuliakan Allah. Begitu juga umat manusia diperhatikan agar kita dapat hidup memuliakan Tuhan. Kalau tujuan dari ekonomi berhenti pada kesenangan diri atau kebaikan umat manusia, maka cepat atau lambat ketimpangan dan efek negatif yang nyata akan terjadi. Kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan, kriminalitas adalah beberapa contoh efek negatif dari ketimpangan aktivitas ekonomi.
Knowing God through economics
Berbeda dengan pemikiran dunia yang menyatakan kebenaran itu ada karena chance, konspirasi, atau cara kerja yang mekanistik. Kekristenan percaya bahwa dunia ini adalah dunia yang terus berada karena pemeliharaan Allah. Baik dengan cara yang reguler (biasa) maupun spektakuler (di luar dari kebiasaan), bila direnungkan dengan baik, kita akan melihat akan topangan tangan Allah di dalam alam semesta ini. Ilmu pengetahuan pada umumnya sangat bergantung pada cara kerja Allah yang reguler untuk membangun teorinya. Walaupun cara kerja Allah yang tidak reguler pun akan memberikan pembelajaran tersendiri bagi ilmu pengetahuan.
Begitu juga dengan ilmu ekonomi. Teori ekonomi dibangun dengan metode empiris, yaitu mempelajari gejala sekitar dan mengambil kesimpulan, setelah melalui proses pengujian barulah kesimpulan itu menjadi teori. Objek penelitiannya adalah need and behavior manusia dan gejala yang terjadi pada alam. Baik kebutuhan manusia maupun gejala alam, berada karena Allah yang menopangnya. Adanya kebutuhan dan kebiasaan adalah karena Allah mendesain manusia memilikinya (sandang, pangan, papan), walaupun di sisi lain hal ini dapat terbentuk karena pengaruh kebudayaan (seperti kebutuhan akan social media, handphone berkamera, dan lain-lain). Alam pun memiliki pola yang diatur oleh Allah, seperti musim yang berkait dengan masa panen sayur-mayur atau buah-buahan. Karena itu ilmu ekonomi sangat bergantung kepada regularity Allah. Berdasarkan prinsip kerja reguler ini, ilmu ekonomi dapat terbentuk dengan tujuan untuk mengatur potensi yang terkandung di dalam alam dan mengelolanya bagi kemuliaan Allah dan kesejahteraan hidup umat manusia.
Seharusnya semakin kita mempelajari ekonomi, semakin kita dapat melihat jejak kemuliaan Allah melalui karya-karya-Nya. Semakin kita melakukan aktivitas ekonomi, semakin kita bersyukur kepada Tuhan karena topangan tangan-Nya yang memungkinkan aktivitas ekonomi terjadi.
B. Absolute Trinity – One and Many Reality
Allah yang kita percaya adalah Allah Tritunggal, satu Allah tiga pribadi. Oleh karena itu dunia ciptaan ini adalah dunia yang memiliki karakteristik seperti Sang Pencipta, yaitu one and many atau dikenal juga sebagai unity in diversity. Prinsip inilah yang kita jumpai saat kita mempelajari alam yang mencerminkan kemuliaan Allah. Dalam ciptaan ini kita dapat menggeneralisasi untuk mendapatkan gambaran umum atau klasifikasi terhadap berbagai jenis ciptaan. Tetapi di saat yang bersamaan kita pun dapat melakukan spesifikasi untuk mendapatkan keunikan yang ada di dalam detail setiap ciptaan ini. Prinsip ini dapat kita jumpai di dalam seluruh ciptaan, sehingga ilmu pengetahuan yang sejati pun harus mampu menunjukkan unity in diversity yang ada dalam realitas ini, termasuk bidang ekonomi. Implikasinya terhadap ekonomi:
Many possibility for creativity
Adanya prinsip unity in diversity dalam realitas dunia ini, memberikan kemungkinan yang banyak untuk kita bereksplorasi dan berkreasi. Kemungkinan ini Tuhan berikan baik dalam potensi yang terkandung di alam ini, maupun potensi yang dimiliki manusia untuk berkreasi. Yang menarik dalam kreativitas ini adalah nilai yang semakin tinggi dalam kondisi yang semakin terbatas. Maksudnya adalah semakin kita mampu menghasilkan suatu kreasi yang bernilai tinggi dalam keterbatasan bahan ala kadarnya, semakin kita mendapatkan apresiasi atas kreativitas kita.
Prinsip yang sama pun ada di dalam ilmu ekonomi. Kemajuan yang pesat bagi ekonomi terjadi saat kita dapat melakukan inovasi. Hal ini terbukti dengan membandingkan produktivitas pada masa sebelum Revolusi Industri dengan sesudahnya. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan karena adanya pergeseran cara berpikir mengenai pertumbuhan ekonomi. Dari cara berpikir yang mengidentikkan kemakmuran ekonomi dengan penguasaan wilayah dan sumber daya, berubah menjadi cara berpikir yang mengedepankan inovasi dan kreativitas dalam meningkatkan produktivitas. Di masa lalu kita melihat Revolusi Industri itu sendiri memberikan dampak negatif karena memfokuskan produktivitas dengan mengorbankan nilai sosial dan lingkungan. Meskipun begitu, tetap kreativitas adalah anugerah yang Tuhan berikan kepada manusia untuk menggarap akan potensi alam. Sehingga menghargai anugerah Allah dan menggunakannya dengan tepat akan memberikan dampak yang positif bagi kemanusiaan (salah satunya dengan kemajuan ekonomi), maupun kemungkinan manusia untuk memuliakan Allah melalui kehidupan sehari-harinya.
Possibility of trading because of uniqueness and dependent to others
Tuhan memberikan anugerah-Nya melalui alam dalam bentuk kekayaan yang berbeda di setiap wilayah. Perbedaan ini sering digunakan untuk memamerkan keunggulan demi kemuliaan diri – ini adalah salah kaprah. Seharusnya perbedaan adalah salah satu pengikat hubungan antar wilayah. Kekayaan alam suatu wilayah dapat digarap untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri maupun wilayah lainnya. Dan mereka pun pasti memerlukan kekayaan alam yang berada pada wilayah lain. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perdagangan. Dalam sejarah perekonomian dunia, terlihat perbedaan yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada perdagangan antar wilayah dibandingkan dengan perekonomian berdasarkan penguasaan sumber daya.
Sebagaimana manusia saling melengkapi dalam komunitas demi mencapai suatu tujuan, maka perdagangan antar wilayah juga adalah salah satu bentuk komunitas yang saling melengkapi sehingga kemungkinan memuliakan Allah semakin terbuka lebar. Inilah peranan ekonomi, menggarap perdagangan bukan untuk mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya, tetapi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang mendorong perkembangan budaya untuk kemuliaan nama Tuhan.
C. The Abundance of Creation
Prinsip lain dari Alkitab adalah alam semesta ini diciptakan dengan kondisi yang baik. Berkali-kali Alkitab menuliskan bahwa “Allah memandang ciptaan ini baik adanya”. Hal ini berarti seluruh ciptaan dalam kondisi yang tidak bercacat dan juga dalam jumlah atau potensi yang bukan saja cukup tetapi juga berlimpah. Allah memberikan alam kemampuan self-recovery. Maksudnya, katakanlah hasil alam diambil dan digunakan untuk kebutuhan manusia, alam dapat kembali menumbuhkan hasil itu selama manusia melakukan tanggung jawab untuk memelihara alam. Ini salah satu bentuk kelimpahan alam yang Tuhan berikan. Implikasinya bagi ilmu ekonomi:
The problem in economy is not scarcity
Masalah kelangkaan adalah presuposisi dasar yang sering kita jumpai pada bab awal hampir semua textbook ekonomi. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas harus dipenuhi oleh alam yang terbatas, inilah inti masalah kelangkaan. Kalau tidak berhati-hati, secara tidak sadar kita akan menanamkan pengertian dunia yang memiliki cacat, yaitu keterbatasan, untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Tetapi saat kita membaca Alkitab dengan benar, kita akan mengerti bahwa dunia ini diciptakan Allah dengan kondisi yang baik atau berlimpah. Memang alam ini diciptakan dalam keterbatasan, tetapi itu bukan masalahnya. Yang menjadi masalah utama adalah kerakusan manusia berdosa.
Kerangka berpikir seperti ini harus dilihat dengan kritis, karena ekonomi bukanlah juruselamat untuk mengatasi keterbatasan alam. Tetapi ekonomi adalah ilmu yang mengatur pengelolaan alam ini untuk menggali potensi dan mengelolanya menjadi hasil yang memiliki nilai tambah bagi kemuliaan Tuhan.
The abundance of creation is potential that must be actualized
Kelimpahan yang ada di dalam alam adalah kelimpahan yang sifatnya masih berupa potensi. Tantangannya adalah bagaimana potensi ini diaktualisasikan dengan pertambahan nilai. Kehandalan teori ekonomi adalah saat teori tersebut dapat mendorong manusia untuk mau mengelola potensi alam menjadi bentuk aktual yang bernilai. Kayu yang dipahat menjadi sebuah karya seni bernilai tinggi, tumbuh-tumbuhan yang dikelola menjadi makanan bergizi, semua ini adalah wujud nyata pengelolaan yang menambah nilai aktual. Seperti bahasan bagian sebelumnya, hal ini mungkin karena Tuhan sudah memberikan kemungkinan dalam kelimpahan alam dan daya kreativitas manusia. Ini adalah tugas ilmu ekonomi yang berdasarkan prinsip Alkitab.
Di dalam konteks ini, kita dapat melihat uang sebagai alat atau sarana bagi kemuliaan nama Tuhan dan bukan menjadikan uang sebagai objek atau tujuan akhir dari ekonomi (inilah yang disebut sebagai hamba mamon), karena uang hanyalah suatu alat tukar yang menilai suatu barang atau jasa. Tugas dari para pelaku ekonomi adalah meningkatkan nilai dari potensi yang terkandung di dalam alam dan memakai uang sebagai alat ukurnya secara fair.
D. Man as Image of God
Alam diciptakan bagi manusia, dan manusia bagi Allah. Inilah posisi krusial manusia, yang diciptakan di antara Allah dan alam. Posisi ini membawa kita kepada konsep stewardship (seperti yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya). Stewardship berarti manusia berkuasa atas alam tetapi bukan sebagai tuan atas alam, melainkan sebagai hamba yang menjalankan tugas dari Sang Tuan. Beberapa implikasinya bagi ilmu ekonomi adalah:
Nature needs to be maintained not to be exploited
Alam diciptakan bagi manusia dan manusia diciptakan dengan kehormatan untuk menguasai alam. Tetapi hal ini bukan berarti kita dapat mengeksploitasi alam dengan seenaknya karena alam itu sendiri harus dipelihara. Maka kita dapat melihat adanya relasi timbal balik, di mana manusia mengambil yang ada dalam alam, tetapi memiliki tanggung jawab untuk memelihara dan mengusahakan alam. Bila terjadi ketimpangan di dalam relasi ini, maka alam akan menjadi bumerang bagi manusia. Alam yang tidak lagi menghasilkan bagi manusia dan bencana alam adalah beberapa konsekuensi yang terjadi karena manusia melupakan tugasnya untuk memelihara alam ini.
Ilmu ekonomi yang Alkitabiah seharusnya membawa para pelaku ekonomi untuk memikirkan konsekuensi logis yang akan terjadi dalam setiap aktivitas ekonomi mereka. Dengan kebijaksanaan dari Tuhan memilih aktivitas mana yang akan dilakukan. Aktivitas yang memuliakan Tuhan, tetapi di saat bersamaan meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan memerhatikan efeknya terhadap lingkungan.
Exchanging God’s gift
Seperti alam yang memiliki keunggulan sumber daya yang berbeda di setiap wilayah, maka manusia pun diciptakan dengan talentanya masing-masing. Talenta ini bukan untuk dipamerkan tetapi juga bukan untuk diabaikan. Setiap talenta di dalam segala keunikannya diberikan untuk kita hargai, bukan dipilah-pilah mana yang bernilai jual tinggi, mana yang tidak. Semua talenta Tuhan berikan kepada umat manusia untuk di-nurture menjadi kemampuan yang saling melengkapi untuk mengembangkan kebudayaan bagi kemuliaan Allah.
Prinsip ini harusnya mengarahkan ilmu ekonomi untuk memikirkan bukan hanya talenta yang marketable tetapi juga talenta yang tidak mainstream, yang kurang digemari karena dianggap tidak dapat menghasilkan profit (seperti humanity studies). Karena talenta yang tidak marketable ini adalah aspek krusial yang membentuk budaya dalam keutuhan. Saat hal ini diabaikan, dampak negatifnya mungkin tidak dirasakan langsung tetapi lambat laun, dan sering kali tidak disadari, akan menggerogoti kehidupan manusia menjadi semakin rusak. Karena itu, setiap anugerah talenta harus dihargai dan ditempatkan sebagai bagian dalam membangun kebudayaan.
Conclusion
Ilmu ekonomi seharusnya tidak hanya mengajarkan bagaimana kita mengelola alam demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tetapi juga harus mengajarkan keseimbangan pengertian antara meningkatkan kesejahteraan manusia dan pemeliharaan lingkungan. Keseimbangan ini hanya dapat tercapai saat manusia menyadari bahwa ilmu ekonomi adalah untuk kemuliaan Tuhan. Memandang ekonomi dalam perspektif yang balance sekaligus comprehensive.
Hal ini dapat dibangun saat kita kembali kepada prinsip-prinsip kebenaran Alkitab. Membentuk ilmu ekonomi yang bukan hanya membangun dalan aspek materi tetapi juga aspek edification manusia di dalam relasinya dengan Allah, alam, dan diri sendiri. Pada artikel selanjutnya kita akan membahas aspek epistemologi Alkitab dan implikasinya bagi ilmu ekonomi.
Simon Lukmana
Pemuda FIRES
Referensi:
1. John E. Stapleford, Bulls, Bears & Golden Calves: Applying Christian Ethics in Economics (Downers Grove, IL: Inter Varsity Press, 2002)
2. David E. Hall & Matthew D. Burton, Calvin and Commerce (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2009)
3. John M. Frame, The Doctrine of Christian Life (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2008)
4. John M. Frame, A History of Western Philosophy And Theology (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2016)