Pada awal tahun ini, penulis telah menuliskan sebuah artikel mengenai sebuah penantian. Jika artikel pada awal tahun membicarakan mengenai masa Lent yang merupakan masa menjelang Jumat Agung dan Paskah, maka kali ini penulis akan membahas suatu masa penantian lain yaitu masa Adven menjelang hari Natal.
Apa Itu Adven?
Secara sederhana, Adven adalah masa empat minggu yang didedikasikan pada kalender gereja untuk mengantisipasi kedatangan Yesus Kristus, Sang Juruselamat yang dinanti-nantikan. Seperti Lent, Adven juga dirayakan oleh berbagai denominasi gereja yang lebih luas dari tradisi Lent. Tradisi ini biasa dijalankan dengan menyalakan lilin dan membaca bagian-bagian Alkitab yang mengingatkan kita akan momen-momen menuju kelahiran Yesus.
Ciri khas dari masa Adven dapat dirangkum dalam satu kata: “pengharapan”. Lain dengan suasana pada masa Lent yang penuh kekelaman dalam menanti, penantian yang dirayakan dalam Adven merupakan penantian yang penuh pengharapan. Karena dalam masa ini yang dinantikan adalah kedatangan Juruselamat yaitu Yesus Kristus. Mungkin jika semua ini tampak begitu ‘biasa’ bagi kita yang sudah ‘Kristen’ bertahun-tahun, mari kita melihat lagi ke belakang dan sedikit mengingat mengapa penantian ini begitu spesial bagi orang pada zaman Yesus lahir, dan bagi kita.
Mungkin bagi kita yang sudah lama menjadi orang percaya, kadang kita sudah melupakan betapa besar keputusasaan kita ketika kita belum bertemu Kristus. Seperti yang dituliskan dalam Kitab Yesaya 9:1, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar,” kita manusia berdosa yang tidak mengenal Mesias bagaikan orang yang diselimuti kegelapan, dan datangnya Juruselamat itu diibaratkan sebagai terang besar yang menyinari kegelapan itu.
Mungkin di dunia yang modern ini, kita jarang sekali atau bahkan belum pernah mengalami kegelapan yang total. Namun pernah suatu kali Pdt. Stephen Tong mengajak jemaatnya untuk mencoba mematikan lampu pada malam hari untuk merasakan bagaimana sulitnya hidup tanpa terang. Ketika penulis mencoba mengikuti ajakan ini, sungguh momen itu merupakan suatu momen yang tidak terlupakan. Kegelapan itu seperti menyelimuti dan membuat hilang arah. Tangan berusaha meraba-raba sekitar dan mengorientasikan diri. Terlebih lagi, adanya sumber cahaya yang sekecil apa pun, menjadi sumber pengharapan yang menjadi titik orientasi dan membuat sekeliling menjadi agak terlihat.
Namun Yesaya menyatakan bahwa datangnya Mesias bukanlah seperti terang kecil yang sangatlah membantu dalam kegelapan. Yesaya menyatakan bahwa terang yang datang adalah terang yang besar! Terang yang besar itu bukan hanya akan membuat sekeliling yang gelap menjadi samar-samar terlihat, melainkan terang yang besar itu akan memakan seluruh kegelapan seperti matahari yang terbit. Itulah pengharapan yang dibawa oleh datangnya Mesias ke dunia ini. Terang yang besar itulah yang dahulu, ketika kita bertobat, membuat kegelapan dalam hidup kita sirna. Oleh sebab itulah, tradisi Adven sering dilakukan dengan cara membaca Alkitab dengan lilin sebagai penerang.
Mengapa Adven?
Sebagaimana tradisi Lent yang membawa kebaikan bagi iman seorang Kristen, begitu pula tradisi Adven juga akan membawa kebaikan bagi iman seorang Kristen. Penulis ingin memaparkan tiga alasan yang dapat mendasari pentingnya untuk orang pada abad 21 ini mengobservasi periode Adven.
Pertama, sama seperti masa Lent, masa Adven berguna untuk memberikan rem pada hidup kita yang berjalan begitu cepat. Adven memberikan kesempatan untuk kita yang mungkin menjalani hari-hari dengan rutinitas yang cepat untuk berhenti sejenak dan merenungkan hidup kita dan bagaimana kita menanti sesuatu yang sudah ditunggu-tunggu. Pada zaman yang serba instan karena teknologi, kemampuan sekaligus keindahan dari menanti kedatangan sesuatu menjadi suatu hal yang langka. Mendapatkan sesuatu setelah penantian yang cukup lama membuat hati kita lebih bergairah ketika menerima yang kita nantikan. Di lain sisi, di zaman yang serba instan, makna dari apa yang kita dapatkan secara instan seperti berlalu begitu saja, dan sering kali kita memperlakukan hari Natal yang berlangsung dari tahun ke tahun seperti itu. Kita gagal memaknai momen penting ini karena kita terlalu sibuk melakukan rutinitas kita sehari-hari (termasuk kegiatan di gereja!) dan sering melewatkan Natal begitu saja. Adanya Adven membuat kita berhenti sejenak dan belajar menantikan kedatangan Juruselamat dengan penuh pengharapan.
Kedua, menjalankan tradisi Adven membuat kita mengingat bahwa kita merupakan bagian dari satu gereja yang kudus dan Am yang sama-sama menanti datangnya Mesias bersama. Di tengah zaman yang termakan individualisme, gereja pun sedikit banyak terseret kepada paham yang sama. Untuk apa kita pergi ke gereja? Untuk SAYA beribadah kepada Tuhan. Tentu kita percaya bahwa panggilan Tuhan untuk manusia memiliki aspek individual, namun gereja Allah tidak dipanggil secara individual saja. Bahkan dapat dibilang panggilan menjadi umat Allah itu lebih sering dicatat dalam Alkitab dalam bentuk komunal daripada individual. Ketika kita berhenti sejenak dari keseharian kita, menyalakan lilin, dan merenungkan Adven selama satu bulan, maka kita akan diingatkan kembali bahwa ini merupakan tradisi yang sudah dilakukan oleh gereja Allah sepanjang zaman, dan kita menantikan Juruselamat yang sama seperti yang orang-orang pendahulu kita nantikan.
Terakhir, dengan berhenti sejenak untuk memaknai Natal dan mengingat bahwa kita tidak sendiri karena orang Kristen dipanggil sebagai suatu komunitas, kita dapat pada puncaknya merasakan nuansa utama Adven yang adalah pengharapan dengan sepenuhnya. Pengharapan yang ditawarkan Yesus sebagai Juruselamat merupakan suatu pengharapan yang bersifat komunal dan perlu diperhatikan secara khusus. Terang besar yang datang menyinari kegelapan itu adalah terang yang sering kali gagal kita maknai karena kita sering tenggelam dalam kegelapan rutinitas harian yang sering kali memberikan keputusasaan. Namun, jika kita mau berhenti sejenak, memalingkan perhatian kita kepada terang itu, kita akan dapat melihat terang yang memberi pengharapan keluar dari kegelapan itu. Lalu, hal yang terindah adalah ternyata insan yang menanti terang itu bukanlah kita sendiri, melainkan satu kumpulan orang percaya yang menaruh harapan mereka pada terang yang sama.
Akhir Kata
Kiranya melalui artikel singkat ini kita diingatkan kembali akan pentingnya mengambil waktu sejenak untuk bersama-sama memaknai Natal melalui masa Adven. Carilah sekelompok orang untuk bersama-sama menyalakan lilin dan membaca renungan atau ayat-ayat Alkitab yang mengingatkan kembali akan momen-momen menjelang kelahiran Yesus. Ada juga yang mencoba menjalankan liturgi harian singkat seperti pada sebuah buku terbitan Crossway “O Come, O Come, Emmanuel” oleh Jonathan Gibson. Bagaimanapun caranya, mari kita mengambil langkah yang konkret untuk mencoba memaknai momen Natal pada tahun ini dengan menjalankan tradisi Adven yang sudah dilakukan orang percaya sejak abad kelima.
David Kurniawan
Pemuda GRII Pusat KU Sore