Pernah dengar istilah “Indonesia tumpah darahku”? Kira-kira maksudnya apa, ya?
Puisi Muhammad Yamin berjudul “Tanah Air” mungkin bisa membantu merenungkan istilah tersebut. Mengutip sepenuhnya.com, puisi panjang Yamin itu menggambarkan keindahan alam Sumatra, penghargaan terhadap sejarah dan budaya, serta semangat kebangsaan dan persatuan. Puisi ini juga menekankan pentingnya pengorbanan dan dedikasi dalam memajukan tanah air, tumpah darahku.
Lalu, mengapa kampung halaman, daerah asal, tanah air disebut sebagai tumpah darah? Apakah karena tempat lahir adalah tempat di mana darah tertumpah sewaktu seorang ibu melahirkan anaknya? Sebelum menjawab hal ini, mari kita menoleh jauh ke belakang, ke garis waktu saat Indonesia belum menyejarah. Sejak dahulu, Nusantara adalah sebuah untaian kepulauan dengan sejarah panjang mengenai berdirinya berbagai negara kota (city states) dengan berbagai agama dari berbagai suku bangsa yang diikuti dengan berbagai budaya. Begitulah. Aseli keragamannya.
Mungkin itulah keunikan Indonesia. Terbentuk dari berbagai negara kota sampai bersatu menjadi federasi ataupun kekaisaran, sebelum akhirnya diproklamasikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika Saudara belajar sejarah Indonesia, kumandang Sumpah Pemuda—satu tanah tumpah, satu bahasa, dan satu bangsa—sesungguhnya adalah hal yang luar biasa. Bagaimana mungkin sekumpulan negara kota, suku-suku yang berbeda dengan bahasa dan budaya yang tidak sama, serta berdiam di berbagai pulau, mendeklarasikan dirinya sebagai satu negara kepulauan terbesar? Jika tangan Tuhan tidak bekerja merenda kelahiran Indonesia, termasuk mengizinkan penderitaan besar yang panjang dan berdarah melalui penjajahan Belanda dan penduduk Jepang, rasanya mustahil negara dan bangsa Indonesia tampil ke pentas sejarah. Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka (Kis. 17:26 TB).
Entah kenapa, merenungkan hal di atas dapat mengingatkan pada satu karya Kristus yang luar biasa dalam sejarah. Dapatkah Saudara menebaknya? Jika Saudara menjawabnya Gereja (bukan “gereja”), betul sekali. Melalui Gereja, Kristus menyatukan seluruh bangsa dengan berbagai keragaman yang kompleks itu dari sepanjang lini masa, bersatu menjadi tubuh-Nya. Jika ini bukan sebuah keajaiban, lalu apa?
Kembali pada istilah “tumpah darah”. Saya berusaha mencari etimologi kata ini, tetapi sampai saat saya menuliskan artikel ini, saya belum menemukannya. Yang pasti, tumpah darah adalah kampung halaman, tempat seseorang dilahirkan, tempat tertumpahnya darah seorang ibu demi kelahiran buah hatinya. Bukan sudah selayaknya seseorang mencintai dan memajukan kampung halamannya, negerinya, tanah airnya? Lalu bagaimana dengan Gereja? Bukankah Kristus sudah menumpahkan darah-Nya di Golgota demi melahirkan Gereja-Nya—Saudara, saya, dan orang percaya lainnya sepanjang sejarah? Jadi, tidakkah selayaknya kita mengabdi pada-Nya?
Soli Deo gloria.
Vik. Maya Sianturi Huang
Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin