“Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” Bagi kita yang sudah terbiasa dengan hukum dunia, ayat ini agaknya kurang adil. Mengapa Tuhan malah membantu orang yang sudah mendapatkan banyak? Bukankah kita harus selalu membantu orang yang lemah dan kurang? Ketika kita memberikan bantuan, dengan uang kita ataupun dengan tenaga kita, bukankah kita memberikan kepada orang yang secara keuangan ataupun tenaga berada di bawah kita dan bukan di atas kita? Kita tidak mempunyai keinginan secara naluri untuk memberikan seluruh uang kita kepada konglomerat.
Dunia belakangan ini makin heboh memperjuangkan kesetaraan, khususnya kesetaraan hak. Manusia modern makin sadar bahwa kita tidak boleh memperlakukan sesama dengan berbeda hanya karena ia memiliki jenis kelamin, agama, ataupun ras yang berbeda. Maka dunia sedang berlomba-lomba menuntut agar orang-orang yang berpikiran “konservatif” juga memperlakukan semua orang secara sama tanpa memandang bulu. Dunia sedang berlomba-lomba untuk membuat semua manusia mendapatkan privilege yang sama. Ironisnya, banyak orang Kristen yang akhirnya terjebak dalam utopia ini dan melupakan arti “adil” yang diajarkan Alkitab.
Kita percaya bahwa Tuhan menciptakan setiap manusia dengan unik, dan tidak ada yang sama. Ada laki-laki, ada perempuan. Ada yang secara ordo lebih tinggi, ada yang lebih rendah. Semua harusnya berjalan dengan harmonis. Yang di atas mengasihi yang di bawah, dan yang di bawah menghormati yang di atas. Namun dalam realitasnya, yang di atas sering kali menindas yang di bawah, sehingga yang di bawah kerap melawan yang di atas. Orang yang berada di bawah seperti selalu dituntut untuk menunjukkan kemampuannya, menunjukkan kehebatannya, dan menunjukkan sumbangsihnya dalam menjaga yang di atas tetap di atas.
Keberadaan manusia sebagai laki-laki dan perempuan adalah sebagai partner dalam mengerjakan alam, bukan untuk saling menguasai satu sama lain. Ini yang melenceng dalam keberdosaan manusia. Kita berlomba-lomba untuk menguasai orang lain, kita berlomba-lomba menerapkan power kita ke dalam diri orang lain, dan berusaha mendapatkan perasaan takut dan perasaan tunduk dari orang tersebut.
Dosa tentu membuat permasalahan yang nyata dalam hidup kita, dan dunia juga berusaha menyelesaikannya dengan caranya sendiri. Kita melihat di sepanjang zaman dan di seluruh belahan dunia, terdapat revolusi-revolusi dari golongan “bawah”: revolusi buruh, gerakan feminisme, gerakan “Black Lives Matter”. Semua berevolusi dan berusaha menentang kesemena-menaan orang yang berada di atas. Semua berevolusi dan ingin menunjukkan signifikansi dirinya.
Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh menjadi sama dengan dunia ini. Ketika dunia berlomba-lomba menunjukkan kuasanya, kita dipanggil untuk menunjukkan kasih kita. Itulah yang Tuhan perintahkan, untuk mengasihi sesama kita, bahkan musuh, seperti mengasihi diri kita sendiri. Kasih inilah yang akan menjaga ordo antara atas dan bawah ini tetap harmonis.
Tuhan tahu kepada siapa Ia memberikan anugerah-Nya, dan Tuhan tahu kepada siapa Ia memberikan tugas-Nya. Namun sering kali kita terlalu berfokus kepada hak yang diperoleh orang lain, dan menjadi iri dengannya. Kita tidak ingat bahwa makin besar hak yang diperoleh, makin besar pula kewajiban yang didapat. Hamba dengan lima talenta tidak “dituntut” untuk menghasilkan dua talenta, dan hamba dengan dua talenta tidak “dituntut” untuk menghasilkan lima talenta. Masing-masing bertanggung jawab akan apa yang sudah diberikan kepadanya.
Marilah kita masing-masing berfokus mengerjakan panggilan kita, dengan talenta yang telah Tuhan berikan, dan senantiasa mengasihi satu sama lain, bukan menunjukkan perasaan iri dan ingin menguasai.
Eunice Girsang
Pemudi FIRES