Sebagian besar informasi tentang kehidupan Antony dicatat oleh Athanasius sekalipun ada beberapa Bapa-bapa Gereja yang menyebutkan nama Antony di dalam tulisan mereka. Walaupun Athanasius mungkin mempunyai agenda tersendiri di dalam menulis tentang kehidupan Antony khususnya dalam perdebatannya melawan Arianisme,[1] tulisan Life of Antony menginspirasi kehidupan banyak orang Kristen. Gregg mengamati bahwa hanya dalam periode beberapa dekade saja Life of Antony telah mendapatkan rekomendasi bukan hanya di kalangan orang-orang Kristen berbahasa Yunani di daerah Timur Tengah, tetapi juga di antara orang-orang Kristen berbahasa Latin di daerah Gaul dan Italia.[2]
Athanasius mencatat bahwa Antony mendorong orang-orang untuk mengambil kehidupan soliter. Dalam karyanya, Athanasius menuliskan bahwa semenjak masa Antony, ada banyak biara di gunung-gunung dan padang-padang gurun dibuat menjadi kota bagi para biarawan.[3] Houghton melihat Mesir, tempat kelahiran Antony, sebagai tempat berawalnya gerakan Monastik di mana Antony sebagai perintisnya.[4] Keunikan dari kehidupan soliter Antony adalah dia menjalankan hal tersebut di padang gurun saat orang-orang sezamannya melakukannya di pinggiran desa tempat tinggal mereka.[5] Pengaruh Antony sangat besar dan jikalau bukan karena Athanasius, contoh kehidupannya tidak akan diketahui oleh generasi selanjutnya.
Konteks Sejarah
Karya Life of Antony ditulis sekitar tahun 356-358 M, tidak lama setelah kabar tentang kematian Antony didengar oleh Athanasius, di masa pertentangan antara Athanasius dan Arius tentang dua natur Kristus yang berawal sekitar 319 M. Masa itu juga merupakan masa pelarian Athanasius dalam menghindari tentara kerajaan yang ingin menangkapnya berkaitan dengan pertentangan tersebut. Selain itu, gereja di Alexandria juga berada dalam kekacauan karena ancaman dan kebrutalan dari tentara yang memburu Athanasius.[6]
Antony (254-356 M) hidup sezaman dengan Athanasius (295-373 M). Mereka hidup pada masa pemerintahan Konstantin (272-337 M) yang mengeluarkan ketetapan Milan pada tahun 313 M. Ketetapan ini memberikan kebebasan beragama dalam Kerajaan Roma khususnya bagi orang-orang Kristen yang mengalami banyak penganiayaan pada masa-masa sebelumnya.[7] Antony adalah orang Mesir yang dilahirkan dalam keluarga Kristen yang kaya. Orang tuanya meninggal pada saat dia berumur 18 atau 20 tahun dan meninggalkan harta kekayaan yang besar dan seorang adik perempuan yang masih muda.
Antony terinspirasi oleh para rasul yang mengikut Tuhan Yesus dan orang-orang percaya dalam gereja mula-mula yang menjual harta milik mereka untuk dibagi-bagikan kepada orang yang membutuhkan. Saat Antony memikirkan tindakan mereka, dia mendengar perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 19:21 dibacakan. Ayat itu berbunyi, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Oleh karena itu dalam ketaatannya – seakan-akan seperti Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan hal tersebut kepadanya – Antony mengambil langkah untuk menjual dan membagi-bagikan semua harta miliknya.[8] Setelah itu, Antony mendedikasikan dirinya di dalam disiplin kehidupan soliter. Ketaatannya yang serius memimpin dia dalam kehidupan soliter di kuburan, padang gurun, dan gunung-gunung. Tidak seperti beberapa orang setelahnya yang mengambil keputusan menjalani kehidupan monastik untuk melarikan diri dari beban kehidupan seperti tanggung jawab finansial,[9] Antony menjalankan kehidupan soliter untuk mengikut Tuhan.
Kehidupan Asketis
Harmless mengidentifikasi tiga tema theologis di dalam karya Life of Antony yang mungkin dapat mewakili pandangan Athanasius atau pandangan Antony sendiri. Namun tentunya tidak salah apabila keyakinan dan pandangan Antony dideduksi melalui perkataan dan tindakan yang dicatat oleh Athanasius dan juga di dalam tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja yang lain. Tiga tema tersebut adalah supremasi Kristus atas setan-setan, kemanusiaan yang diperbarui, dan sebuah model ortodoksi.[10] Dari ketiga tema tersebut, tema kedua sangat nyata dalam kehidupan asketis Antony karena kehidupannya yang unik inilah yang memberikan inspirasi bagi banyak orang. Life of Antony sebenarnya lebih menunjukkan sebuah cara hidup di dalam bentuk cerita dibandingkan pengajaran yang sistematis. Kehidupan asketis Antony adalah sebuah bentuk radikal hidup yang menyangkal diri. Hal ini sangat mungkin dapat dengan mudah dianggap oleh beberapa orang sebagai fanatisme yang tidak sehat atau panggilan yang hanya diberikan kepada beberapa orang Kristen. Sekalipun begitu, tanpa harus merasa diwajibkan untuk mengikuti bentuk kehidupan asketis Antony, setiap orang Kristen harus meneladani keinginan Antony yang besar untuk mengikut Tuhan yang ditunjukkan di dalam perkataan dan perbuatannya.
Sebelum kematiannya, seperti yang dicatat oleh Athanasius, Antony menasihati beberapa biarawan untuk:
“… not to grow idle in their labors, nor to become faint in their training, but to live as though dying daily … zealously to guard the soul from foul thoughts, eagerly to imitate the Saints, and to have nothing to do with the Meletian schismatics, … nor have any fellowship with the Arians … observe the traditions of the fathers, and chiefly the holy faith in the Lord Jesus Christ, which they have learned from the Scripture …”[11]
Harmless mengamati bahwa latihan Antony yang di kemudian hari dimengerti sebagai asketisisme sebenarnya adalah istilah yang dipakai bagi seorang atlit yang dengan keras melatih dirinya. Latihan tersebut termasuk melakukan pekerjaan di siang hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, menjalankan kehidupan doa terus-menerus pada saat malam tiba, melakukan diet makanan yang ketat, membiasakan diri melakukan refleksi untuk mengatasi perasaan atau memori tentang masa lalu yang mungkin menjadi gangguan, dan merenungkan apa yang sudah didengar melalui pembacaan firman Tuhan. Sehingga bagi Antony, ingatannya bisa menggantikan buku-buku.[12]
Disiplin inilah yang pada akhirnya membawa dia ke dalam kehidupan asketis di padang gurun. Foster melihat bahwa Antony pergi ke padang gurun untuk menemukan Tuhan.[13] Athanasius mencatat bahwa setiap hari Antony berusaha untuk menjadikan dirinya layak untuk datang di hadapan Tuhan dengan hati yang murni dan siap untuk tunduk pada kehendak Tuhan saja.[14] Ini adalah tujuan yang dia tetapkan di dalam pikirannya pada saat dia memulai kehidupan asketis dengan berpegang pada perkataan Paulus yang mengatakan, “Jika aku lemah, maka aku kuat” (2Kor. 12:10). Tujuan ini diingatnya setiap hari karena dia juga mengingat perkataan Paulus yang lain yang mengatakan, “Tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut” (1Kor. 15:31).[15] Dalam keyakinannya, dia mengatakan,
“if we too live as though dying daily, we shall not sin … for our life is naturally uncertain, and Providence allots it to us daily.”[16]
Antony menetapkan pandangannya pada hal-hal yang kekal. Dia sering kali mengatakan,
“it behoved a man to give all his time to his soul rather than his body, yet to grant a short space to the body through its necessities; but all the more earnestly to give up the whole remainder to the soul and seek its profit, that it might not be dragged down by the pleasures of the body, but on the contrary, the body might be in subjection to the soul.”[17]
Perenungan dari Kehidupan Asketis Antony
Kehidupan asketis Antony mungkin dapat dipandang berlebihan dan terkesan memisahkan diri. Namun setiap orang Kristen harus bertanya seberapa jauh seharusnya seorang Kristen berjuang untuk dapat bersekutu dengan Tuhan. Nouwen mengamati kehidupan pada saat ini dan dia menulis:
“ … it is clear that we are usually surrounded by so much outer noise that it is hard to truly hear our God when he is speaking to us. We have often become deaf, unable to know when God calls us and unable to understand in which direction He calls us.”[18]
Pandangan Antony yang kukuh pada hal-hal yang kekal terus menguatkan dia untuk fokus pada Tuhan dalam ketaatan dan tidak diikat oleh hal-hal yang bersifat sementara.[19] Antony mengakui kelemahannya sebagai manusia yang sangat mudah untuk terbawa dalam kenikmatan dunia sehingga dia butuh untuk terus-menerus berada dalam kehidupan soliter di padang gurun supaya tetap berhubungan dengan Tuhan seperti seekor ikan yang membutuhkan air untuk bisa hidup. Dalam kehidupannya yang soliter, Antony mendengarkan Tuhan. Fokus ini juga yang mungkin menyebabkan Antony memberikan peringatan terhadap disiplin yang berlebihan.[20] Lebih jauh lagi, Antony tidak dapat dituduh memisahkan diri. Ada hal-hal di dalam karya Athanasius yang mengindikasikan hal yang sebaliknya. Gregg mengamati bahwa kita mendapatkan kesan yang kuat bahwa Antony banyak terlibat dalam kehidupan orang banyak di mana Antony dikunjungi oleh banyak orang yang ingin mendapatkan sesuatu darinya. Oleh sebab itu, sekalipun Antony menjauhkan diri dari kumpulan banyak orang, bukan berarti dia memisahkan diri sehingga tidak ada orang yang dapat menemukan di mana dia berada.[21]
Prinsip Antony untuk taat dan berfokus pada Tuhan di dalam kehidupannya dapat ditemukan di dalam karya Calvin yang berjudul “On the Christian life” khususnya dalam pembahasannya mengenai kehidupan yang menyangkal diri sebagai rangkuman kehidupan Kristen. Calvin menulis:
“… Let this, then be the first step, to abandon ourselves, and devote the whole energy of our minds to the service of God. By service, I mean not only that which consists in verbal obedience, but that by which the mind, divested of its own carnal feelings, implicitly obeys the call of the Spirit of God … The Christian ought indeed, to be so trained and disposed as to consider that during his whole life he has to do with God. For this reason, as he will bring all things to the disposal and estimate of God, so he will religiously direct his whole mind to him.”[22]
Tentunya amat disayangkan bahwa disiplin Antony yang ketat di dalam kehidupan asketisnya sepertinya gagal untuk mensyukuri berkat-berkat Tuhan yang mungkin terkesan duniawi. Sekalipun berkat-berkat ini tidak sepenuhnya ditolak, sepertinya berkat-berkat tersebut lebih dipandang sebagai hal-hal yang berpotensi besar untuk menjauhkan orang-orang Kristen dari Tuhan. Secara seimbang, Calvin menasihati orang-orang Kristen untuk tidak terikat pada dirinya dan harta miliknya kecuali yang berasal dari berkat Tuhan. Calvin mengakui bahwa hanya dengan melihat hal-hal tersebut sebagai berkat Tuhan dapat memberikan jalan dari keterikatan yang bersifat daging. Dengan kata lain, Calvin dengan hati-hati mengingatkan adanya berkat-berkat Tuhan yang mungkin terkesan duniawi yang seharusnya diterima dengan sukacita dan dimanfaatkan oleh orang-orang Kristen sebagai penatalayan (stewards) atas hal-hal yang dipercayakan.[23] Calvin membawa tema penatalayanan di dalam pembahasannya mengenai kehidupan yang menyangkal diri yang mungkin tidak terlihat di dalam Life of Antony. Penatalayanan adalah aspek penting di dalam kehidupan Kristen sehingga hidup yang menyangkal diri tidak menjadi tujuan akhir tetapi tetap berpusat pada Tuhan dan kehendak-Nya.
Namun, di dalam mensyukuri berkat-berkat Tuhan, sikap dan cara hidup Antony tetaplah sebuah contoh yang baik untuk direnungkan, khususnya bagi orang-orang Kristen yang pernah mendengar kritik John Wesley bagi orang-orang percaya sezamannya yang mengalami kemunduran spiritual karena kemakmuran yang meningkat. Di dalam salah satu khotbahnya yang berjudul “The Danger of Riches”, Wesley dengan sarkastis mengatakan,
“Are not you who have been successful in your endeavours to increase in substance, insensibly sunk into softness of mind, if not of body too? You no longer rejoice to “endure hardship, as good soldiers of Jesus Christ.” You no longer “rush into the kingdom of heaven, and take it as by storm.” You do not cheerfully and gladly “deny yourselves, and take up your cross daily.” You cannot deny yourself the poor pleasure of a little sleep, or of a soft bed, in order to hear the word that is able to save your souls! Indeed, you “cannot go out so early in the morning: besides it is dark, nay, cold, perhaps rainy too. Cold, darkness, rain, all these together, — I can never think of it.” You did not say so when you were a poor man. You then regarded none of these things. It is the change of circumstances which has occasioned this melancholy change in your body and mind; You are but the shadow of what you were! What have riches done for you? … Am not I grown old as well as you? Am not I in my seventy-eighth year? Yet by the grace of God, I do not slack my pace yet. Neither would you, if you were a poor man still. You are so deeply hurt that you have well nigh lost your zeal for works of mercy, as well as of piety. You once pushed on through cold or rain, or whatever cross lay in your way, to see the poor, the sick, the distressed. You went about doing good, and found out those who were not able to find you. You cheerfully crept down into their cellars, and limbed up into their garrets, to supply all their wants, and spend and be spent in assisting his saints. You found out every scene of human misery, and assisted according to your power … Do you now tread in the same steps? What hinders? Do you fear spoiling your silken coat? Or is there another lion in the way? Are you afraid of catching vermin? And are you not afraid lest the roaring lion should catch you?”[24]
Ada garis tipis yang memisahkan antara mensyukuri berkat Tuhan dengan kemunduran secara spiritual. Wesley menegur generasinya berkaitan dengan masalah ini. Antony sangat berhati-hati di dalam hal ini sehingga dia mengambil langkah untuk melakukan disiplin dan ketaatan yang ketat sekalipun dia mewarisi kekayaan yang besar ketika dia masih muda. Sungguh, contoh dan pengajaran Antony di dalam kehidupan yang soliter menjadi teladan yang baik di dalam kehidupan yang menyangkal diri khususnya bagi generasi orang-orang Kristen yang hidup pada zaman Konstantin di mana kekristenan dan gereja mendapatkan posisi politik yang baik di dalam Kerajaan Roma dan akibatnya mengalami kemunduran secara spiritual.[25]
Penutup: Sebuah Perenungan untuk Masa Kini
Kehidupan Antony adalah sebuah model kehidupan yang menyangkal diri. Walaupun bentuk tindakan Antony bukanlah hal yang bersifat deskriptif, tindakan-tindakan Antony seharusnya mendorong setiap orang Kristen untuk berpikir lebih jauh mengenai apa artinya ketika Tuhan Yesus meminta para murid-murid-Nya untuk menyangkal diri mereka. Adalah hal yang umum bagi setiap orang terikat dengan diri sendiri sehingga sekalipun bagi orang-orang Kristen, tidak jarang sebenarnya diri sendiri telah mengambil posisi Tuhan di dalam hidup mereka. Mungkin ada kritik yang bisa diberikan terhadap Antony di dalam perkataan dan tindakannya, namun Tuhan telah memakai hidupnya untuk memberikan inspirasi kepada banyak orang percaya.
Tuhan memang tidak memanggil setiap orang percaya untuk mengikuti langkah Antony. Tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi setiap orang percaya untuk dipanggil oleh Tuhan dan mengambil langkah yang serupa. Misalnya menjual dan membagi-bagikan seluruh harta milik sebagai sebuah langkah ketaatan. Orang-orang Kristen seharusnya tidak dengan mudahnya menyingkirkan tindakan-tindakan yang mungkin terkesan radikal dan mengabstraksi prinsip-prinsip rohani dari tindakan-tindakan tersebut, karena prinsip-prinsip rohani seharusnya diaplikasikan di dalam keseharian di mana tindakan-tindakan radikal semacam itu termasuk di dalamnya. Seperti yang sudah ditunjukkan di dalam Life of Antony, anugerah Allah selalu cukup bagi setiap orang yang percaya dan taat kepada-Nya. Bagi kita hari ini, di manakah tindakan ketaatan kita dalam keseharian kita menjalankan firman Tuhan? Alasan-alasan macam apakah yang kita munculkan agar kita dapat terlepas dari kehidupan penuh ketaatan yang demikian? Akhirnya, kepada siapakah sebenarnya hati kita tertuju? Kiranya Tuhan menolong kita agar mampu dan berani menjalankan kehidupan penuh ketaatan yang menyatakan Kristuslah Tuhan dan Juruselamat kita satu-satunya. Soli Deo Gloria.
Victor Wibowo
Pemuda GRII Singapura
Endnotes:
[1] W. Harmless, S.J., Desert Christians: an Introduction to the Literature of Early Monasticism (New York, NY: Oxford University Press, 2004), 96-97.
[2] R. C. Gregg (ed.), Athanasius: The Life of Antony and the Letter to Marcellinus (Mahwah, NJ: Paulist Press, 1980), 3.
[3] Gregg, Antony, 42-43.
[4] S. M. Houghton, Sketches from Church History (Carlisle, PA: The Banner of Truth Trust, 1980), 28. Jerome mencatat seorang bernama Paulus yang juga mungkin sebagai perintis gerakan monastik. (Lihat Jerome, “The Life of Paulus, the First Hermit” dalam P. Schaff (ed.), NPNF2-06. Jerome: The Principal Works of St. Jerome by St. Jerome (Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library),n.p.[dikutip 19 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf206.vi.i.html). Sekalipun ada perdebatan ini, umumnya pengaruh Antony dalam gerakan monastik tidak diragukan.
[5] Harmless, Desert, 60.
[6] Harmless, Desert, 59.
[7] Konstantin memerintah dari tahun 306-337 AD. Keputusan pribadinya untuk menjadi orang Kristen menjadi salah satu momen penting di dalam sejarah kekristenan. Lihat “Constantine the Great”, Wikipedia, n.p. [dikutip 17 Juni 2012] Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Constantine_the_Great.
[8] Antony memercayakan saudara perempuannya pada sebuah biara untuk dibesarkan di dalam iman.
[9] Harmless, Desert, 10.
[10] Harmless, Desert, 85.
[11] Meletian adalah sebuah sekte yang ditemukan oleh Meletius yang menolak untuk menerima kembali pimpinan gereja yang telah menyangkal iman mereka pada masa penganiayaan. Pada akhirnya Meletian berpihak pada Arianisme. Untuk perkataan terakhir Antony, lihat Athanasius, “Life of Antony” in P. Schaff (ed.), NPNF2-04. Athanasius: Select Works and Letters (Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library), n.p. [dikutip 18 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf204.xvi.ii.xlii.html.
[12] Harmless, Desert, 62. Antony tidak berpendidikan dan mungkin tidak bisa membaca sehingga dia hanya bisa mengetahui Kitab Suci ketika dibacakan oleh orang lain.
[13] R. Foster, Streams of Living Water (Trowbridge: Eagle Publishing, 2005), 35.
[14] Athanasius, Antony, n.p. [dikutip 18 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf204.xvi.ii.vi.html.
[15] Dalam bahasa Inggris, bagian ini diterjemahkan “I die every day”. Terjemahan dalam bahasa Inggris akan lebih tepat untuk menerjemahkan bahasa aslinya καθ᾿ ἡµέραν ἀποθνῄσκω yang secara literal dapat diterjemahkan “aku meninggal tiap-tiap hari.” Perkataan inilah yang diingat oleh Antony.
[16] Athanasius, Antony, n.p. [dikutip 18 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf204.xvi.ii.xi.html.
[17] Athanasius, Antony, n.p. [dikutip 18 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf204.xvi.ii.xiii.html.
[18] H.J.M. Nouwen, “Bringing Solitude into Our Lives” in R.J. Foster and J.B. Smith, Devotional Classics: Selected Readings for Individuals and Groups (New York, NY: Harper Collins Publishers, 2005), 81.
[19] Dualisme antara yang kudus dan yang tidak kudus, kekal dan sementara mungkin merupakan isu yang menjadi ketegangan di dalam kehidupan orang-orang Kristen. Antony tidak dapat dituduh dengan dualisme ini karena pada saat dia memikirkan tentang hal-hal yang kekal, di dalamnya tercakup kebijaksanaan, keadilan, pengendalian diri, keberanian, pengertian, kasih, kebaikan bagi orang-orang miskin, iman dalam Kristus, bebas dari kemarahan, dan keramahan. (LIhat Athanasius, Antony, n.p. [dikutip 18 Juni2020]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf204.xvi.ii.xi.html). Hal-hal kekal tidak hanya seputar doa, pembacaan firman Tuhan, penginjilan, ataupun aktivitas-aktivitas yang semata-mata berkaitan dengan gereja tetapi menyangkut mengaplikasikan firman Tuhan di dalam keseharian.
[20] Ada beberapa perkataan Antony yang dicatat oleh sumber lain yang memberikan keseimbangan di dalam kehidupan Antony yang ketat. Lihat Harmless, Desert, 168.
[21] Gregg, Antony, 9.
[22] J. Calvin, On The Christian Life (Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library), n.p. [dikutip 19 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/calvin/chr_life.iv.html.
[23] Calvin, Christian, n.p. [dikutip 19 Juni 2012].
[24] J. Wesley, Sermons on Several Occasion (Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library), n.p. [dikutip 19 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/wesley/sermons.vi.xxxiv.html.
[25] Lihat tulisan Cyprianus yang berjudul “On The Lapsed” yang menjelaskan tentang kondisi Gereja yang menurun secara spiritual pada saat kedamaian ada di dalam Gereja, dalam P. Schaff (ed.), Fathers of the Third Century: Hippolytus, Cyprian, Caius, Novatian, Appendix (Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library), n.p. [dikutip 19 Juni 2012]. Online: http://www.ccel.org/ccel/schaff/anf05.iv.v.iii.html khususnya poin 5-12.