Seorang bos suatu perusahaan terdengar sedang marah terhadap karyawannya yang bekerja sebagai resepsionis di kantornya. “Bagaimana sih, masa saya telepon ke kantor, ditanya dari mana? Memangnya gak tahu suara saya?” Kedengarannya agak lucu memang, masa karyawan sendiri tidak mengenali suara bosnya, pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Tidak dipungkiri bosnya setiap hari datang dan pasti melewati meja resepsionis itu. Akan tetapi mungkin juga karyawan itu baru bekerja dan belum hafal suara bosnya atau itu adalah prosedur seorang resepsionis, yaitu menanyakan identitas setiap penelpon walaupun sang penelpon adalah bosnya sendiri.
Ada lagi seseorang yang menelpon temannya. Begitu telepon diangkat dan mendengar jawaban, “Halo”, dia langsung nyerocos panjang lebar karena merasa yakin bahwa yang menjawab itu adalah temannya. Namun kemudian suara di seberang sana menjawab kembali, “Tunggu ya, saya panggilkan A,” dan dengan malu segera ia menjawab, “Oh, maaf, saya kira A.”
Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, Ia mendengar suara Allah dan menaatinya. Setelah Adam jatuh dalam dosa, Ia tidak mau mendengar suara Allah melainkan mau Allah mendengar suara dia. Ketika Allah bertanya, “Di manakah engkau Adam?” Adam tidak menjawab melainkan berkata kepada Tuhan, “Engkau yang menaruh perempuan ini di sampingku.” Kita tidak dapat mendengar suara Allah karena kita sudah mati di dalam dosa, apalagi untuk menjawab suara Allah. Seperti orang yang secara fisik sudah mati, begitulah keadaan rohani kita. Kita tidak dapat melihat Tuhan, tidak dapat mendengar suara-Nya, tidak dapat melayani-Nya, tidak dapat menaati-Nya, dan tidak dapat menikmati Dia. Kita adalah musuh Tuhan, kita ingin Tuhan melayani kita. Seperti bangsa Israel yang bebal dan tegar tengkuk sejak mereka keluar dari Mesir, begitulah kita. Hanya karena kasih Tuhan yang memberikan kepada bangsa Israel hati yang dari daging ganti hati mereka yang keras bak batu yang dapat menjadikan bangsa Israel sebagai umat-Nya dan Allah sebagai Allah mereka. Begitu juga hanya jika Tuhan mengganti hati kita yang senantiasa ingin melawan Dia dengan hati yang lembut dan rendah hati maka kita dapat mendengar suara-Nya dan mengikuti-Nya.
Di dalam Perjanjian Lama ketika Tuhan menyampaikan kehendak-Nya, perintah-Nya, hukuman-Nya kepada bangsa Israel, Ia senantiasa mengatakan, “Hear ye, O Israel.” Dengan demikian bangsa Israel adalah bangsa yang mendengar, berbeda dengan bangsa lain yang melihat (observe). Di dalam Perjanjian Baru dikatakan bahwa iman datang dari pendengaran akan Firman Tuhan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa domba-domba-Nya mendengar suara-Nya, mengenal suara-Nya, dan mengikuti-Nya. Namun terhadap suara orang asing, domba-domba-Nya tidak mengenal suaranya dan pasti tidak akan mengikutinya. Juruselamat datang ke dunia untuk mencelikkan mereka yang buta agar dapat melihat, dan membuka telinga mereka yang tuli agar dapat mendengar. Itulah kesaksian Tuhan Yesus terhadap diri-Nya yang disampaikan kepada Yohanes Pembaptis yang saat itu meragukan ke-Mesias-an Tuhan Yesus. Elia ketika berada di Gunung Horeb mengenali suara kehadiran Allah. Dia tahu Allah tidak ada di dalam angin besar, di dalam gempa, di dalam api, tetapi Allah ada di dalam bunyi angin sepoi-sepoi basa (1Raj. 19:11-12).
Seberapa dalam kita mengenal Gembala kita? Apakah kita tidak akan tertipu seperti Hawa tertipu, apakah kita tidak akan tertipu mendengar suara asing yang mengaku diri sebagai gembala kita? Bagaimana kita menjaga diri kita supaya tidak diombang-ambingkan oleh berbagai rupa angin pengajaran namun tetap berdiri teguh pada iman kita? Paulus memperingatkan jemaat Galatia untuk waspada terhadap injil lain yang berbeda dengan Injil yang sesungguhnya, terhadap serigala berbulu domba. Seperti jemaat di Berea yang tidak begitu saja menerima segala pengajaran yang didengar melainkan setiap hari menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui apakah semuanya itu benar demikian.
Kitab Suci adalah Firman Allah, anugerah yang Tuhan berikan supaya manusia dapat mengenal Dia dengan benar, mengenal diri dengan benar, mengenal sesama dengan benar, dan mengenal alam ciptaan-Nya dengan benar, agar kita dapat hidup di hadapan Tuhan dengan benar. Dengan kata lain, Kitab Sucilah standar satu-satunya untuk melihat kepada semua ‘kebenaran’ di dunia ini agar manusia dapat hidup benar sebagai manusia di hadapan Sang Penciptanya. Kebenaran dunia ini tanpa pengoreksian dari Kitab Suci hanyalah dosa di mata Tuhan, demikian juga kemuliaan dunia ini yang tidak menyatakan kemuliaan Tuhan adalah kejijikan di mata Tuhan, moral dunia ini yang tidak sesuai dengan kesucian Tuhan tidak lain hanyalah kain kotor semata di hadapan-Nya, perkembangan zaman dunia ini yang tidak semakin menyatakan kebenaran Tuhan hanyalah keterpurukan yang semakin jauh dari kebijaksanaan-Nya. Penulis Amsal mengatakan, ‘Takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat,’ tetapi di manakah hati manusia berdosa yang takut akan Tuhan?
Perjanjian Lama mencatat bahwa pada akhir hidupnya, Musa menghadapkan bangsa Israel untuk memilih antara kehidupan dan keberuntungan atau kematian dan kecelakaan. Jika mereka hidup taat pada Allah maka hidup mereka akan diberkati, sebaliknya jika mereka tidak mau mendengarkan Tuhan maka mereka pasti binasa. Perjanjian Lama penuh dengan kesaksian bagaimana setiap kali bangsa Israel tidak taat, Tuhan mendatangkan penghakiman kematian, termasuk hamba-Nya yang tidak seluruhnya taat (nabi yang diutus kepada Raja Yerobeam dalam 1Raj. 13:11) ikut mengalami penghakiman kematian. Kalau dipikirkan lebih jauh, hidup ini sebenarnya tidaklah rumit, sesungguhnya kita sendirilah yang membuatnya menjadi sedemikian susah sehingga khawatir sana sini. Hidup ini sederhana, kita hanya tinggal mendengar suara Tuhan, Sang Gembala yang Agung, lalu menaati perintah-perintah-Nya. Just listen, and listen means obey.
Jangan khawatir, Tuhan mengasihi kita, jangan takut memercayakan seluruh hidup ke dalam tangan-Nya, Ia tidak akan memanfaatkan kita, Ia tidak akan mempermainkan kita. Ia melebihi seorang ibu yang mengasihi anaknya, Ia bukan hanya mengasihi, tetapi Dia sendiri adalah kasih. Paulus mengatakan bahwa Tuhan telah mengaruniakan segala anugerah rohani bagi kita yang dikasihi-Nya agar kita menjadi kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Apakah yang hendak kita capai dalam hidup kalau bukan untuk menjadi kudus di hadapan-Nya? Apakah yang hendak kita miliki kalau bukan berkat-berkat rohani dari-Nya? Segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Tuhan, dan mengasihi Tuhan berarti mematuhi semua perintah-Nya. Polikarpus yang diancam akan dibakar hidup-hidup kecuali ia menghujat Kristus, dengan mantap mengatakan, “Selama 86 tahun aku telah mengabdi kepada-Nya dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci Raja yang telah menyelamatkanku?”
Apa yang sekiranya kita pikir bahwa Tuhan mengambil sesuatu dariku, menuntut pengorbananku, membatasiku, sesungguhnya adalah untuk menggantinya dengan anugerah yang lebih besar sebagai ganti sampah yang kita cintai, melatih kita untuk maju berperang daripada tertidur di dalam dosa, menjaga kita agar tidak jatuh dalam pencobaan dan sebaliknya mengajarkan kita untuk hidup berkemenangan. Apakah kepuasan tertinggi dalam hidup ini jika bukan untuk menikmati Pribadi yang sempurna?
Dunia dengan segala kecanggihannya dalam semua aspek kehidupan telah membawa umat manusia semakin jauh dari kebenaran tanpa kita sadari. “Sedikit penyelewengan dapatlah dikompromikan”, “Janganlah terlalu ketat, buktikan kasihmu”. Seperti sebuah pesawat terbang yang arahnya hanya menyeleweng 1 derajat saja dari jalur, tidak disadari dan tidak dapat dirasakan, setelah terbang beratus kilometer, 1 derajat telah mengakibatkan pesawat itu menjauhi sasaran berpuluh-puluh kilometer.
Marilah belajar menuntut diri dalam keakuratan mendengar suara Sang Gembala Agung dan konsistensi dalam menghidupi perintah-Nya setiap hari. Inilah yang diperjuangkan dalam Gerakan Reformed Injili, inilah yang diwariskan dalam Gerakan Reformed Injili. Marilah sebagai pemuda/i dalam Gerakan Reformed Injili kita terus berani mengutamakan pengertian yang akurat akan Firman Tuhan dan hidup penuh semangat untuk memberitakan Injil. Hai Pemuda/i Gerakan Reformed Injili, dengarkah kita suara Sang Gembala Agung, kenalkah kita suara-Nya, berani dan relakah kita mengikuti-Nya?
Yana Valentina
Redaksi Bahasa PILLAR