Bagaimana Anda Mengetahui Bahwa Anda Adalah Seorang Kristen Tulen?

Apakah Anda milik Allah? Dari mana Anda tahu hal ini dengan pasti? Mari kita lihat apa yang menjadi pegangan orang-orang pada umumnya yang membuktikan bahwa diri mereka adalah milik Allah dan diterima oleh Allah. Sebagian menganggap diri adalah milik Allah karena mereka tidak seperti orang-orang jahat – mereka tidak membunuh, tidak mencuri, pergi ke gereja pada hari minggu – intinya adalah mereka baik-baik saja di hadapan Allah. Sebagian lagi menganggap bukti penerimaan Allah atas diri mereka adalah karena keluarga mereka sudah menjadi Kristen dari generasi ke generasi; mereka sudah diterima sebagai anggota gereja mainstream (bukan gereja sesat loh) selama bertahun-tahun; mereka sudah menjadi majelis gereja; mereka mengetahui doktrin-doktrin Kristen dan bukan orang Kristen biasa yang hanya seminggu sekali ke gereja. Tentu saja Rasul Yakobus setuju bahwa semua itu baik, termasuk pengetahuan akan doktrin Kristen itu baik, bahkan bukan hanya baik tetapi merupakan suatu keharusan bagi orang Kristen untuk mengetahui apa yang diimaninya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat menjadi pengikut Kristus tanpa percaya kepada Allah yang benar – Allah menurut Alkitab – seperti yang tertulis di Ibrani 11:6, “… barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang-orang yang bersungguh mencari Dia.”

Rasul Yakobus mempunyai posisi yang jelas bahwa percaya akan keberadaan Allah yang sejati itu baik, tetapi baginya itu bukan bukti seorang diselamatkan. Maksudnya, jika Anda mengatakan bahwa Anda adalah seorang Kristen dan percaya kepada Allah yang Esa, ini bukan bukti bahwa Anda diselamatkan. Mengapa demikian? Rasul Yakobus mengatakan bahwa setan-setan percaya kepada Allah namun tetap akan dihukum di neraka. Setan percaya akan hal itu –  hal yang sama yang Anda pikir merupakan bukti Anda diterima Allah –  Anda bisa yakin akan hal itu! Lebih lagi, setan-setan bukan saja percaya kepada Allah, mereka juga percaya bahwa Allah adalah Allah yang kudus, Allah yang benar, Allah yang membenci dosa, Allah yang akan melaksanakan penghakiman, dan Allah yang akan menjalankan penghakiman tersebut atas diri mereka. Karena pengetahuan inilah, maka mereka gemetar. Sudah jelas mereka mengenal Allah bahkan jauh lebih solid daripada pengetahuan manusia. Jadi, apakah pengetahuan pengenalan akan Allah menjamin kita masuk sorga? Sama sekali tidak! Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa setan tidak mempunyai pengharapan akan keselamatan. Kepercayaan mereka akan Allah tidak dapat melepaskan mereka dari hukuman kekal di neraka. Dengan demikian kita memahami bahwa bagi setan, percaya kepada Allah bukan merupakan bukti anugerah keselamatan Allah. Hal ini juga berlaku bagi manusia.

Kita akan semakin mengerti jika memikirkan dengan lebih tajam lagi tentang siapakah setan itu. Setan itu tidak kudus, dan apapun yang ia alami bukanlah pengalaman yang kudus. Iblis itu benar-benar jahat: “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta” (Yoh. 8:44), “Barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu” (1Yoh. 3:8), “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Ef. 6:12)  Dengan demikian setan disebut sebagai roh jahat, roh yang tidak kudus, kekuatan kegelapan, dan sebagainya,

Sudah jelas bagi kita sekarang, bahwa apapun yang berada di dalam pikiran setan –  entah itu pengetahuan atau kepercayaan kepada Allah – tidak mungkin kudus atau menjadi kekudusan sejati. Setan mengetahui banyak hal tentang Allah dan agama, tetapi apa yang mereka ketahui tidak mungkin menjadi pengetahuan yang kudus. Mereka bukan hanya mempunyai pengetahuan, tetapi juga mempunyai emosi yang kuat terhadap Allah, sedemikian kuatnya sampai-sampai mereka “gemetar”. Tetapi ketakutan ini bukan emosi yang kudus karena tidak berhubungan dengan pekerjaan Roh Kudus. Jika hal itu berlaku kepada setan, maka berlaku juga dalam hal emosi manusia kepada Allah.

Perhatikanlah kenyataan ini: bahwa seberapa pun murninya, seberapa pun tulennya dan dashyatnya pemikiran akan pengetahuan Allah dan emosi ketakutan kepada Allah, itu tidak berarti apa-apa. Setan sebagai makhluk roh mempunyai pengetahuan akan Allah yang tidak mungkin bisa diketahui oleh manusia di dunia. Pengetahuan mereka tentang keberadaan Allah jauh lebih nyata daripada pengetahuan manusia mana pun di dunia ini. Mereka memiliki kemurnian pengetahuan ini karena sejak semula mereka sudah berperang dengan kekuatan kebaikan. Suatu ketika sebelum Tuhan Yesus mengusir setan, mereka berteriak kepada-Nya, “… Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?” (Mat. 8:29)

Mari kita pikirkan sekarang, apa yang lebih besar dari pengetahuan setan akan Allah dan emosi mereka terhadap-Nya? Apa yang lebih dashyat dari pengalaman mereka? Namun demikian, seberapa pun dashyatnya pengetahuan dan emosi mereka, mereka tetap tidak kudus. Allah yang kudus, yang menjadi objek kudus dari pemikiran setan tidak membuat pengetahuan dan emosi mereka menjadi kudus. Matius 8:29 menunjukkan bahwa setan mengenal Tuhan Yesus melebihi siapapun. Mereka mengetahui bahwa Tuhan Yesus akan menghakimi mereka suatu hari kelak karena Dia adalah Allah yang kudus. Tetapi sekali lagi, pengetahuan dan emosi setan yang tulen terhadap hal-hal rohani yang kudus, sama sekali bukan bukti anugerah keselamatan Allah bagi setan. Mereka sudah menunggu hukuman kekal di neraka kelak. Jika manusia tidak melebihi apa yang dimiliki setan, maka bagaimana mungkin manusia tidak mengalami hal yang sama dengan setan? Jika demikian halnya, dapatkah kita katakan bahwa pengetahuan dan emosi kita kepada Allah adalah bukti kita diselamatkan? Tidak ada.

 

Disadur oleh

Yenty Rahardjo Apandi

Pemudi GRII Singapura

 

* Judul aslinya “True Grace Distinguished from the Experience of Devils