Tut… tut… tuuuuut, alarm di samping ranjangku berbunyi. Dengan mata masih berat, aku melihat alarm yang menunjukkan waktu pukul tujuh pagi. Tiba-tiba aku teringat, hari ini aku janji bertemu dengan Deni di kantor gereja untuk ikut pergi pelayanan penginjilan bersama-sama dengan tim penginjilan ke rumah sakit. Dalam hati ada perasaan menyesal, mengapa kemarin waktu diajak tidak menolak saja. Pertama, ini adalah hari Sabtu, waktu di mana semua orang pasti mau tidur lebih panjang setelah dari Senin sampai Jumat harus bangun pagi dan masuk kantor. Kedua, aku ingat kalau harus pergi ke rumah sakit, bukankah itu tempat di mana seluruh kuman penyakit berkumpul? Mulai dari virus flu yang paling ringan sampai penyakit kanker yang paling berat, semua ada di sana. Pikiranku berkecamuk dan bingung, mau cari alasan apa yang paling tepat untuk membatalkan janjiku dengan Deni. Sepuluh menit sudah berlalu, alarm berbunyi sekali lagi. Heran juga, di saat seperti ini mengapa bukannya alarm itu rusak supaya aku punya alasan terlambat datang dan akhirnya tidak usah ikut tim penginjilan ke rumah sakit. Bangun atau terus menikmati tidur? Kalau terus tidur juga hati tidak tenang. Hari ini aku juga sehat-sehat, tidak ada alasan tidak bisa datang karena sakit perut atau flu supaya bisa membatalkan janjiku dengan Deni. Tiba-tiba terpikir juga, bagaimana kalau nanti harus bertemu dengan orang yang belum kenal di rumah sakit dan mereka menolak kunjungan kami. Bukankah itu memalukan?
Setelah lima menit bergumul, akhirnya aku memutuskan untuk bangun lalu bersiap-siap dan bergegas berangkat supaya tidak terlambat. Akhirnya aku sampai juga, walaupun terlambat lima belas menit. Aku langsung duduk di bangku bagian belakang. Ibu Yulia yang bertugas membawakan renungan pagi itu mengajak kita semua membaca firman Tuhan dari Yohanes 14:1-6. Kami bergiliran membaca dan aku dapat giliran membaca ayat 6 yang berbunyi: Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Renungan firman Tuhan pagi itu menguatkan dan menegur aku yang malas pergi. Jikalau aku beriman bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan menuju Bapa, mengapa aku tidak membagikan hal yang begitu penting ini bagi orang lain, khususnya mereka yang terbaring lemah di rumah sakit. Bukankah pengharapan dalam Kristus jauh lebih penting daripada suksesnya pengobatan. Seberapa banyak uang yang dimiliki tidak mungkin bisa membeli kehidupan kekal yang memang hanya ada di dalam Kristus.
Setelah pembagian kelompok, kami bersama-sama menuju rumah sakit. Di sepanjang jalan, aku mendengarkan cerita dari rekan-rekan sepelayanan tentang sukacita yang mereka dapatkan setiap kali setelah menyampaikan berita Injil. Dalam hati aku juga ingin merasakan sukacita itu, tapi apakah aku nantinya bisa menyampaikan berita Injil dengan benar? Bagaimana kalau nanti di hadapan orang yang sakit aku kehilangan kata-kata? Hari itu aku pergi berdua dengan Deni, kami ditugaskan untuk ke ICU. Lagi-lagi hati kecilku berkata, mengapa kami yang mendapat bagian pergi ke ICU? Bukankah ICU tempat orang-orang sakit yang hampir tidak memiliki pengharapan? Bagaimana kalau nantinya aku tidak bisa menyampaikan Injil sedangkan belum tentu mereka diberikan kesempatan hidup lama? Dalam hati aku terus berdoa pada Tuhan supaya Ia memberikan aku kekuatan dan pertolongan untuk menyampaikan Injil.
Setibanya di sana, kami melihat dari jauh ada seorang bapak duduk sendiri sedang baca buku dalam bahasa Indonesia. Dengan suara pelan aku berbisik ke Deni, “Bapak itu pasti orang Indonesia, tapi kelihatan menyeramkan.” Di dalam hati kecilku ada rasa takut, jangan-jangan nanti bapak ini marah kalau kami bicara tentang Tuhan Yesus. Belum selesai aku berpikir, ternyata Deni maju menghampiri bapak itu dan memulai pembicaraan dengannya.
Deni: Selamat pagi Pak, siapa yg sakit?
Bapak: Anak saya yang paling kecil sedang berobat kanker kelenjar getah bening. Saat ini kondisinya kurang baik, sehingga harus masuk ICU.
Deni: Sudah berapa lama masuk rumah sakit?
Bapak: Sudah sekitar satu bulan, namun ada komplikasi lain yang ditemukan dokter. Adik sendiri mengunjungi siapa di sini? Apakah ada keluarga yang sakit?
Deni: Kami berdua datang untuk mengunjungi pasien yang bisa kami doakan. Kalau Bapak bersedia, kami akan mendoakan anak Bapak.
Bapak: Apakah kalian dari gereja? Boleh saja mendoakan, tapi saya bukan orang Kristen. Dengan senang hati saya terima kalau Adik mau mendoakan anak saya. Bagi saya semua agama sama, tujuan akhirnya ke Tuhan.
Deni: Baik, kami akan mendoakan anak Bapak, tapi apakah Bapak tidak keberatan kalau kami mendoakannya dalam nama Tuhan Yesus? Karena kami percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, Pencipta alam semesta dan segala isinya dan Dia adalah Juruselamat manusia. Untuk menyembuhkan tubuh jasmani yang hanya sementara, bagi Tuhan terlalu mudah. Tetapi untuk menyelamatkan jiwa kita yang kekal, Kristus harus datang ke dunia untuk mati di kayu salib. Hanya Dia yang bisa menyelamatkan manusia berdosa dari kematian yang kekal di neraka. Apakah Bapak pernah mendengar tentang siapakah Tuhan Yesus itu?
Dalam hati aku mulai khawatir, bagaimana kalau bapak itu tidak senang lalu marah pada kami, namun yang terjadi justru berbeda.
Bapak: Ya, saya pernah dengar. Sejak SMP saya belajar di sekolah Kristen. Tapi saya tidak bisa mengerti, mengapa hanya dengan mengaku percaya saja maka dosa kita bisa diampuni. Mana mungkin bisa?
Deni: Oh, memang tidak semudah itu, Pak. Saya akan berusaha menjelaskan pada Bapak mengapa dengan percaya saja dosa kita bisa diampuni. Alkitab mencatat bahwa ‘Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.’ Ini ditulis di kitab Roma 3:23. Di bagian lain juga dikatakan bahwa ‘Upah dosa adalah maut’. Memang kuasa dosa yang mengikat umat manusia sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa tidak semudah itu dilepaskan. Karena Allah itu adil maka hukuman tetap harus diberikan. Namun hukuman itu ditimpakan pada Yesus Kristus yang datang ke dunia dan mati di kayu salib. Oleh karena Yesus telah menggantikan kita untuk menerima hukuman itu di atas kayu salib, maka kita baru bisa dibebaskan dari kuasa dosa yang membelenggu kita. Saya yakin bahwa semua orang kalau mau jujur pasti sadar bahwa dirinya berdosa. Keinginan hati memang berbuat baik, tetapi kita tidak berdaya. Karena kuasa dosa itu mengikat kita untuk melakukan hal yang justru tidak berkenan di hati Tuhan. Ini terjadi sejak Adam tidak taat pada perintah Allah yang melarangnya untuk makan buah pengetahuan baik dan jahat. Tuhan telah berfirman bahwa ‘Semua pohon di taman ini boleh kau makan buahnya, kecuali pohon pengetahuan baik dan jahat. Pada hari engkau memakannya maka engkau akan mati.’
Bapak: Tapi buktinya apa? Bukankah Adam makan buah tersebut dan ia tidak mati?
Deni: Mereka bukan mati dalam pengertian secara jasmani, tapi mereka mati secara rohani. Artinya terputus dari sumber hidup yaitu Tuhan Allah yang sudah menciptakan mereka. Sehingga sejak saat itu kehidupan manusia makin hari semakin jauh dari Tuhan dan manusia hidup di bawah kuasa dosa, terbelenggu oleh si jahat yaitu iblis.
Bapak: Lalu apa hubungannya dengan mengaku percaya bisa selamat ? Saya belum jelas. Menurut saya asal kita melakukan perbuatan-perbuatan baik dan moral yang baik di dalam hidup ini pasti Tuhan yang Mahaesa akan menerima kita.
Deni: Mungkin Bapak pernah mendengar tentang Musa dan sepuluh Hukum Taurat. Saya mau bertanya: Mungkinkah ada manusia yang bisa menjalankan seluruh Hukum Taurat itu tanpa melanggar salah satu dari sepuluh hukum tersebut? Saya yakin tidak ada manusia yang mampu untuk tidak melanggarnya. Kita semua pernah dan sering melanggar Hukum Taurat.
Bapak: Berbuat salah itu pasti, tapi Tuhan juga Maha Pengampun dan Penyayang. Kita harus berusaha berbuat baik lebih banyak saja, misalnya dengan menolong mereka yang kurang mampu.
Deni: Kalau dengan berbuat baik dan menolong orang yang kurang mampu cukup menjadi syarat kita masuk sorga, bagaimana dengan orang yang kurang mampu? Bisakah mereka masuk sorga kalau mereka kurang memiliki kesempatan untuk bisa menolong orang lain? Justru Tuhan yang menciptakan kita sungguh Maha Adil dan Maha Pengasih, Dia tahu manusia tidak mampu dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik menghapus dosanya, maka Dia mengorbankan Yesus Kristus Anak-Nya yang tunggal untuk mati di kayu salib menebus dosa kita. Seperti ada tertulis di Yohanes 14:6, Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Bapak: Saya akan pikir-pikir lagi apa yang Adik katakan. Sekarang yang paling penting adalah anak saya bisa sembuh dulu. Saya susah untuk berpikir kalau anak saya sakit parah dan tidak tahu apakah masih bisa sembuh. Saya harap anak saya bisa sembuh.
Deni: Kesembuhan jasmani itu sifatnya hanya sementara karena suatu hari manusia itu bisa sakit kembali. Kalau Tuhan mau menyembuhkan anak bapak, itu bukan hal yang mustahil. Tapi hal yang terpenting dalam hidup ini adalah memiliki kesembuhan rohani supaya kita memperoleh hidup yang kekal. Suatu saat jika kematian memang harus memisahkan kita dengan orang yang kita kasihi, kita akan bertemu lagi di sorga dengan semua orang percaya. Dan hanya Tuhan Yesus yang bisa memberikan kehidupan yang kekal itu kepada kita. Maka dari itu, kesembuhan rohani jauh lebih penting. Upah dosa adalah maut, jadi tidak ada orang yang bisa menghindari kematian. Tapi karena Kristus bangkit pada hari ketiga dari kematian-Nya, maka kuasa maut itu sudah dikalahkan oleh-Nya. Jadi barangsiapa yang percaya pada Kristus, kita juga akan diberikan anugerah hidup yang kekal itu. Saya tidak memaksa Bapak, tapi kalau memang Roh Kudus bekerja di hati Bapak, bolehkan saya bertanya apakah Bapak mau percaya pada Kristus dan memohon pengampunan dosa dari-Nya?
Bapak: Ya, saya mau.
Deni: Maukah Bapak menerima Tuhan Yesus Kristus menjadi Tuhan satu-satunya di dalam kehidupan bapak?
Bapak: Ya, saya mau memohon supaya Tuhan Yesus mengampuni saya.
Deni: Puji Tuhan! Saya akan memimpin dalam doa dan setelah itu kita akan berdoa bersama untuk anak Bapak yang sakit. Kita mohon supaya Tuhan yang menyembuhkannya.
Deni kemudian memimpin dalam doa dan saat berdoa aku sungguh terharu karena aku merasakan sesuatu yang belum pernah aku alami sebelumnya. Sungguh merupakan anugerah kalau aku boleh menyaksikan Tuhan bekerja, meskipun aku adalah orang yang begitu banyak keterbatasan dan ketakutan dalam hati.
Aku: Deni, kamu hebat ya, bisa menjelaskan Injil dengan begitu baik.
Deni: Setiap orang Kristen juga kalau mau, pasti Tuhan perlengkapi. Tapi ada syaratnya, harus mau belajar juga. Makanya kalau ada kesempatan belajar di kelas-kelas yang diadakan di gereja, kamu ikut. Supaya setiap saat kalau Tuhan mau pakai kita menjadi alat-Nya, kita siap.
Dengan penuh ucapan syukur dan sukacita, aku berdoa pada Tuhan. Aku berharap lebih banyak saudara-saudari seiman juga mendapat kesempatan untuk melayani bersama-sama dalam penginjilan.
Soli Deo Gloria.
Oktavian Prasetya
Jemaat GRII Singapura